NovelToon NovelToon

Penghuni Kamar Tengah

cobaan bertubi-tubi

"ayo semangat ciw!" aku mulai berseru saking bersemangat memberinya sekarung pekerjaan untuk sri.

Namanya Sri mulyati, anak lurah dikampung halaman ku. Sebelumnya dia mengaku kepada orang-orang di kampung bahwa dia bekerja di kantoran. Tapi kebohongan nya malah ketahuan olehku. Ternyata dia hanya bekerja sebagai buruh pabrik biasa, bukan wanita karir seperti yang dia ceritakan. Karena itu, dia selalu menghindari ku.

Akan ku jelaskan lebih dulu, pabrik ini memproduksi sepatu. Aku bekerja di bagian produksi jahit. sistem kerjaannya pecahan.

setiap orang hanya mengerjakan satu proses hingga dua proses variasi jahit, begitu seterusnya sampai ke tahap akhir. Kemudian hasil akhir ini akan di periksa lagi atau di qc di bagian finishing sebelum dikirim ke departemen assembling. Setelah itu barang akan dikirim lagi ke tahap packing. Hasil inilah yang kemudian akan di distribusikan.

Pagi menuju siang ini Sri terlihat menggerutu kesal, sampai membuat pipinya kembung seperti ikan buntal. Melihat nya seperti ini membuat ku tidak bisa menahan tawa.

Brukkk

Tranggg.....

Sri melempar gunting ke lantai sehingga menimbulkan suara gaduh. Tak hanya aku, beberapa orang dari line sebelah pun dibuat menoleh dengan ekspresi jengkel.

Bukan sekali dua kali Sri berperilaku seperti ini. Setiap kali ada masalah diluar dia pasti membawanya ke pabrik dan melampiaskan nya kepada orang lain.

" Kambuh" Lilis berbisik sambil memberi isyarat dengan memiringkan jari telunjuk diatas kening. Dia duduk di line sebelah. Candaannya sontak membuat yang lain harus menahan tawa sampai terdengar bunyi ngik ngik.

Ketika Sri ke toilet, Lilis memperagakan adegan Sri barusan. membuat yang lainnya ikut mengolok ngolok Sri.

" Pipi udah kembung gitu, masih aja tidak mau merubah sikap. " ujar lilis mengkritik Sri. Wajah nya terlihat kemerahan setelah tertawa.

Akupun ikut bereaksi sambil tertawa cekikikan bersama mereka. Walaupun sekampung dan tetanggaan , bisa dikatakan kami tidak berteman. Bahkan nyaris tidak pernah bertegur sapa.

Nisa yang duduk dibelakangku menepuk bahu. Akupun sedikit menoleh

"Memangnya awalnya gimana tadi? makannya jangan mancing mancing emosi orang!" Nisa berkata dengan lembut, tapi aku merasa dia sedang menyalahkan ku.

" Siapa yang mancing? aku cuma ngasih proses nya dia. terus itu salah? lagian masa iya kerjaannya harus numpuk di tempat ku. Emang si Aciw nya aja yang pemarah, bawa bawa masalah luar ke pabrik. Baru tau ya? Apa pura pura gak tau? perasaan dia tuh sering deh lempar lempar gunting. "

Mendengar omonganku yang ngegas, Nisa langsung terdiam. Dia kembali pokus pada kerjaannya seolah tidak mendengar apapun.

Yang menjadi masalah, aku tidak tahu kalau Sri sudah berdiri dibelakang ku sambil mengerucut kan bibir. Sorot matanya terlihat kejam dari sudut manapun. Aku berusaha menghindari tatapannya. Rasanya aku ingin menyumpal mulutku sendiri dan bersembunyi.

"Kerja kerja kerja" teriak leader dari depan finishing. Suaranya yang nyaring bisa terdengar sampai ke ujung line.

Akupun kembali bekerja sambil menunduk untuk menyembunyikan wajahku. Begitupun dengan Sri, dia kembali duduk di depanku sambil memainkan handphone.

Setelah beberapa saat berkutat dengan benang dan kain, tiba tiba leader line menghampiri ku "Addey, kau di panggil ke ruang supervisor."

Seingatku tak ada masalah apapun. Aku berusaha mengingat semuanya. Awalnya, perasaan ku masih tenang sampai tanganku meraih knop pintu. Aku melihat supervisor tampan sekaligus masih muda sedang menatapku jijik dari meja kerjanya. Barulah aku punya firasat bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi . Sebisa mungkin aku mengabaikan nya dan mengambil inisiatif untuk mengambil tempat duduk terlebih dulu. Namun, belum juga bokong ku menyentuh kursi laki laki itu lebih dulu mengatakan bahwa aku di pecat. Sehingga bokong ku menggantung di udara dan seketika mataku terbuka lebar.

"Kenapa pak? saya ada salah apa? " Tanyaku lemah.

Sudut bibirnya melengkung " kamu tidak masuk kualifikasi karyawan disini. Kami membutuhkan karyawan yang berkualitas dan berbakat. Lihatlah dirimu yang bermasalah, bukannya pokus kerjaan kamu malah banyak ngobrol, banyak absen. Sia sia perusahaan menggajimu. Memangnya ini perusahaan kakek mu" tukasnya.

Hahh apa itu logis. Aku kehilangan kata kata karena hatiku perih seperti teriris. Aku ingin berteriak dan protes, ' apa masalah ku? bukankah aku tidak akan mengobrol sendirian? lalu kenapa hanya aku yang dipecat? lalu dengan hasil kerjaanku, kapan ada masalah? perasaan nyaris tidak pernah ada perbaikan dan komplain sama sekali. Terakhir tentang absen, kapan aku ada ijin bekerja sekali saja. dari mana kau mengada ngada alasan ini. '

Andai aku bisa mengatakan itu dengan lantang. Tapi bibirku malah rapat membisu. "Oh" hanya itu saja yang pada akhirnya terucap.

Aku segera pergi dari ruangan terkutuk itu, membanting pintu, mengepalkan tangan dan mata berkaca-kaca.

Beginikah nasib memiliki wajah pas pasan? sedangkan mereka si paling cantik, selalu mendapatkan yang terbaik. Aku melirik Sri dengan perasaan iri sambil merapikan barang barang ku.

Anak anak dari line sebelah terlihat berbisik bisik menyebut namaku. Sekarang aku merasa seperti badut bahkan lebih konyol dari manusia silver. intinya lebih buruk dari Sri.

Bibirku tersenyum hambar menahan diri agar tidak menangis. Begitu sulit mendapat kerja. Sudah dapat kemudian hilang lagi.

Akhirnya air mataku jatuh. Aku berusaha merangkai kata kata untuk menguatkan diriku sendiri agar tidak terlalu menyedihkan.

' Semuanya akan baik baik aja, semuanya akan baik baik saja. Rezeki ku ada dimana mana'

Sesampainya di kosan sempit, empat kali lima meter persegi. Aku duduk selonjoran sambil membuka bungkusan seblak. Rasanya pedas nampol, sampai bibirku terasa panas dan bengkak.

Lima menit setelah makan aku langsung mulas. bayaran kontan atas makanan yang ku jejalkan . Cabe yang baru saja ku makan langsung menikam dinding lambung ku dengan kejam. Organ dalam ku seperti di pelintir pelintir di dalam sana.

Entah sudah berapa lama aku berjongkok diatas kloset.

"Aishh " aku menyalahkan telapak kakiku yang terasa kebas dan kesemutan. Akibatnya, aku berjalan terpincang-pincang betigu keluar.

Jeng jeng.

Ada sekitar enam orang sedang mengantri di depan pintu. Ya, kossan ini ada enam kamar tapi hanya menyediakan dua toilet. Satu persatu dari mereka menatapku dengan sinis. Di antrian terakhir, terlihat ekspresi yang paling buruk. Bola matanya menonjol keluar. Aku melihat garis garis kecil berwarna merah diantara sklera matanya. Aku segera menatap langit langit bangunan yang sudah tua dan melewatinya begitu saja. Berpura-pura tidak melihat.

Keesokan harinya, aku kembali keluar dari kosan sempit ku dengan membawa beberapa dokumen yang dibungkus dalam amplop coklat.

"Aku tidak boleh menyerah walaupun hidup ini agak berat dan memaksa. Tapi aku akan sukses mulai hari ini. Sukses " aku mengucapkan kata sukses berulang-ulang untuk membangkitkan semangat ku.

Suara pengamen kecil yang tengah mencari nafkah di dalam angkot membuat ku tidak memikirkan hal lain. Anak itu begitu percaya diri saat menyanyikan lagu wali versi dirinya.

" Banyak harta, ngapain ngapain? kalo gak berkah, pikirin pikirin. Oh punya harta tak mungkin tak mungkin dibawa matiiii.... Hidup indah bila mencari berkah.. Teteh, aa barangkali ada recehnya seribu duaribu tidak akan rugi, tidak akan membuat miskin . " anak kecil itu menyodorkan plastik di depan wajahku. Akupun segera memalingkan wajah sampai anak itu melewati ku depan tatapan kesal.

Akhirnya angkot berhenti di sebuah kompleks pabrik yang ada di daerah Katapang.

Akupun turun dan mulai berjalan mendatangi satu pabrik ke pabrik lainnya.

Tak terasa matahari sudah menjulang tinggi dan semua karyawan sudah beraktivitas, menyisakan aku dan pedagang pedagang kecil yang berkeliaran. Peluhku sudah bergumul di dahi, hidung, punggung juga di ketiak. Sepertinya usahaku masih nihil, lebih parahnya beberapa satpam malah berinisiatif mengusirku karena menghalangi gerbang.

Sebelum moodku benar-benar hancur Aku segera kembali pulang dengan satu cup seblak lagi tapi tidak sepedas kemarin. Bisa dilihat dari warna kuah nya yang pucat.

Belum juga sampai ke pintu, seorang berambut panjang menarik tangan ku. " Kamu dari mana ? aku denger kamu di pecat, kenapa tidak mengabariku?"

Eh. Namanya adalah Gena, tinggal di kamar sebelah ku. Suaranya terdengar berat seperti anak laki laki. Hanya saja rambut dan kulit nya terlihat terawat seperti gadis.

" Bukan urusanmu" tukasku dengan sarkas. " Tapi aku lapar" rengeknya. "Itu bukan urusanku." Tukas ku lagi dengan kejam.

Kemudian Gena melumat bibirnya sendiri sambil melototi kantong plastik ditangan ku.

" Gena berengsek! " bisa bisanya dia merebut makanan ku yang hanya sedikit. Aku berteriak memakinya sambil mengusap perutku yang terasa hangat. Sekarang aku sudah sangat kelaparan, tapi sisa uangku tinggal sedikit. Aku tidak boleh boros jadi aku meneguk air lebih banyak agar mengganjal perut ku yang keroncongan.

Malam harinya, pintu diketuk dari luar dengan tidak sabaran. " Iya, sebentar." Teriakku sambil bangkit dari kasur. Setelah knop pintu di buka aku melihat perempuan bertubuh gemuk berdiri tegap disana. Dia memakai duster pink bermotif bunga kemboja. Ketiaknya robek dan rambutnya di Cepol.

" Maaf mengganggu neng , saya cuma mau bilang kalau tanggal satu nanti harga kosan saya naikkan lima puluh ribu ya, untuk mengganti biaya tambahan karena kenaikan listrik. Sengaja di beritahu dari sekarang biar nanti gak kaget."

" Oh. Iyama bu" jawabku dengan pelan .

" Maaf ya sudah mengganggu. Selamat malam." Siti pun segera kembali.

Penantian yang kosong

Kata-kata siti seperti pukulan keras, membuat isi Kepala ku yang sehat menjadi migrain. Aku mengurut pelipis sebelah kananku, memantik korek dan menyalakan rokok. Ku hisap perlahan sampai dadaku terasa hangat, kemudian sengaja membiarkannya mengepul di sepanjang lorong gelap, mengotori udara malam yang terasa dingin dan menyakiti kulit.

Di temani pikiran yang kosong, aku berjalan tanpa tujuan, begitu juga bayi kribo yang mengikutiku entah sejak kapan.  Wajahnya mengerikan seperti tanah kering yang tidak pernah terkena air. Rengat. dari kepala nya keluar darah menetes netes.

Dia berjalan sejajar disampingku. Saat aku berhenti dia juga berhenti. "Mama" panggilnya, Suaranya terdengar seperti terperangkap dalam naungan air yang sangat dalam. Perlahan aku menoleh dan melihat mata hitamnya balas menatap kosong padaku, kemudian wajahnya yang pucat itu semakin retak seolah-olah akan terpecah menjadi beberapa bagian. "Aku bukan mamamu." Jawabku acuh sambil memalingkan wajah dan memantik korek untuk menghidupkan sebatang rokok lagi .

Bayi itu tertawa. Namun nadanya penuh kebencian. Entah karena  kesal padaku atau pada nasibnya sendiri. Dia melayang di depanku. Persis seperti angin. Semakin lama suara tawanya terdengar menggema, namun jika di perhatikan lebih dalam lagi suara tawanya terdengar seperti kepedihan yang tiada akhir.

Esok paginya aku kembali berpakaian rapih, hitam putih dan membawa beberapa amplop coklat. Kali ini aku mendatangi beberapa pabrik yang lebih jauh dari kosan.

" Zaman sekarang susah ya neng dapat kerja. Walaupun gitu, neng jangan menyerah ya! bagaimanapun, rezeki gak bakal datang kalau enggak di cari. " Seorang satpam bernama Rohman menasehatiku.

" Iya " jawabku sambil tersenyum. Akhirnya Aku menemukan sedikit harapan diantara setumpuk keputus asaan yang menerjang ku berkali-kali.

" Surat lamarannya titip aja disini, nanti begitu ada loker, nomor neng yang ada di amplop bakal segera di telepon. Neng udah nulis nomor nya kan? "

" Sudah pak " jawabanku penuh semangat. "Pokoknya, neng harus stay di depan handphone aja ya!" lanjut Rohman lagi.

Akupun mengangguk dan segera meletakkan amplop coklat ku dimeja satpam. " Aduuh udah lama gak nemu rokok" . Tiba-tiba rohman memelas sambil mengelus kerongkongannya . Kurasa dia sedang memberi kode padaku. Jadi, aku terpaksa mengepalkan uang dua puluh ribu di tangannya.

Rohman pun tersenyum sumringah. " Ahh gak usah.. heu heu..."

Ku harap dia beneran menolak, jadi aku hendak mengambil kembali uang itu. Tapi Rohman segera memasukannya kedalam kantong celana.

"Kalau begitu neng pulang aja dulu, sudah siang neng , panas. Kasian bapak mah" katanya lagi.

Kata kata rohman ada benar nya juga, jadi aku segera berbalik untuk pergi. Baru saja melangkah pergi, sudut mataku tiba tiba terpaku pada tumpukan amplop coklat  di dalam drum. Akupun menghentikan langkah ku dan berjalan untuk menghampiri nya.

Ternyata benar, didalamnya ada tumpukan berkas lamaran yang siap di bakar . Seolah pabrik ini tidak pernah membuka lowongan sepanjang tahun. Akupun melotot tajam kearah Rohman tapi dia pura pura tidak tahu dan melengos pergi ' kembalikan uang ku' aku memekik dalam hati.

Walaupun terasa mustahil,  aku  masih saja menatap ponsel sepanjang waktu. Berharap ada telepon atau pesan masuk atas nama panggilan kerja. Namun hasilnya sama saja seperti detik pertama detik kedua ataupun detik ketiga. Sekalinya ada pesan, ternyata dari operator sim card atau iklan.

Di tengah penantian ini tiba tiba seseorang menerobos masuk dan mengganggu kesunyian yang aku nikmati.

"Gena, ngapain kamu kesini" . Suaraku terdengar serak dan dingin. Mungkin karena batuk.

Aku menyesal telah mengenalnya, dia begitu tidak tahu sopan santun. Terlebih lagi aku menyesal karena tidak mengunci pintu dan mematikan lampu dari tadi.

" Nginep ." Gena menjawab dengan singkat dan lepas. Kemudian dia berbaring di tempat tidurku. Bersamaan dengan itu, aku mulai mencium aroma alcohol pekat yang menggantung di udara.  Aku ingin memukulnya. Tapi tanganku menggantung , Entah apa yang membuat orang ini korslet. Padahal dia masih muda juga memiliki fitur wajah sempurna. Mungkin aku tidak menyukainya karena ada rasa iri yang menyelinap di mataku. Dia cantik. Akhirnya aku menggaruk kepalaku agar tidak menyianyiakan tanganku yang sudah menggantung di udara.

" Kali ini aku membiarkanmu karena males debat, males ribut. Menghabiskan energiku saja" tukasku

Malam cepat larut dan perasaan ku semakin gelisah. Sesekali aku mengintip lagi ke layar ponsel. Namun, hasilnya masih sama. Bahkan mungkin seekor cicak sedang menertawakan kemalangan ini di langit langit kamar.

Aku mencoba untuk tidur, tapi sepertinya malam ini tidak akan mudah. Dua bocah dengan kepala botak terus menerus mondar mandir di sekitar kamarku. Aku kembali membuka mataku dengan kesal. Mereka berjalan menembus dinding dan mengeluarkan bunyi tidak jelas. Kadang mereka terdengar seperti lonceng, kadang terdengar cekikikan aneh sesaat kemudian terdengar seperti benda yang jatuh dari jauh. Semakin lama membiarkannya, aku malah semakin emosi.

Mataku terasa bengkak karena masih belum tidur. " Heh tuyul, pergi sana jauh jauh. Enggak ada kerjaan banget sih malah ganggu orang disini. Tuh di pinggir jalan ada bangunan rumah yang besar, nah disana tempat yang cocok buat maling. "  Telunjukku mengarah ke sembarang arah. Maksudnya untuk menunjukkan dimana rumahnya pak Rusdi, orang yang terlihat paling kaya di sini karena rumahnya yang terlihat paling besar.

Mereka tau aku bukan emaknya. Karena itu, mereka meledekku  dengan suara cekikikan yang kekanakan namun masih mengerikan. Mereka juga melotot ke arahku dengan jahil sehingga matanya yang hitam terlihat menonjol , tak sampai situ, tuyul itu juga menjulurkan lidahnya yang berwarna hitam. Kemudian dia melempari kepalaku dengan uang receh seribu rupiah sebanyak empat biji. " Dasar bocil bangsat! apa masalah mu? apa masalah ku? bwllll " Teriakku kesal, sampai kata-kataku belibet dan aku semelotot itu juga pada mereka.

Tiba tiba Gena terbangun dengan mata merah . Dia menatap ku dengan bingung kemudian mencengkram kedua bahuku "Apa? " dia kebingungan melihat ku melotot.

" Diam kau! Menjijikkan" Aku menghardik nya dengan kejam sambil menepis cengkramannya sehingga dia kembali tidur. Gena kembali meringkuk dan memejamkan mata. Suara nafasnya terdengar menderu. Dalam sekejap dia sudah kembali pulas. Aku baru mengenalnya sebulan yang lalu, tapi sepertinya dia sudah berpikir dia sudah begitu dekat denganku sehingga berani beraninya menginap.

Awalnya ku pikir dia gadis normal. Kalau tau begini, aku pastinya akan bersikap galak sejak awal. Aku tidak akan menghampirinya walaupun dia nangis nangis darah karena ketakutan.

  Kedua tuyul itu kembali cekikikan sehingga mendapatkan perhatian ku lagi. Kali ini aku terpaksa mengabaikannya dengan pasrah. 

***

Semakin hari uangku semakin menipis. Sudah akhir bulan, namun aku tak kunjung mendapat panggilan kerja. Hidupku semakin kacau dengan kehadiran Gena. Dia selalu menggangguku. Pura pura membantu ku menghabiskan makanan yang ingin aku makan sendiri.

Tuk tuk tuk.

Baru jam enam pagi. Seseorang sudah mengetuk pintu dari luar dan membangunkan tidurku. Akupun bergegas membukanya. Ternyata Siti. Dia datang kemari untuk menagih sewa kossan. Kutahu itu. Mulanya dia tersenyum karena berpikir akan menerima uang dariku .

Sebenarnya aku belum berani jujur bahwa aku belum mempunyai cukup uang untuk membayar sewa bulan ini. Aku juga tidak mungkin memohon ."Aku akan berkemas. " Jawabku singkat. Ada perasaan menyesal setelahnya ' Kenapa sih aku tidak jujur aja, siapa tahu boleh nunggak' pikirku.

Siti mengerutkan dahi. "Kenapa? Apa addey keberatan kalau harga sewa di naikkan? Begini Dey, untuk bulan sekarang saya harus membayar harga listrik yang melambung tinggi. Jadi saya banyak nombok. Nah, kalau nanti harga listrik sudah kembali normal, saya pasti akan mengembalikan harga awal lagi. Bagaimana?" Siti berusaha menjelaskan situasinya sendiri.

"Sekarang aku tidak punya cukup uang bu dan belum lama ini aku di pecat dari pabrik." Akhirnya setelah bersusah payah menahan diri, aku berhasil terus terang.

Namun ekspresi Siti tidak seperti yang kuharapkan. amatanya terbelalak dan senyumnya berubah masam. "Yasudah kalau begitu, segera kemasi semuanya!"

Kupikir dia akan mentolerir keadaanku, Menahanku. Ternyata tidak. Pada akhirnya dia masih tetap kejam. Membuatku semakin putus asa. Bagaimana ini, aku tidak ada tempat sekarang.

Aku berjalan menyusuri trotoar, mengikuti langkah tak bertujuan sambil menggendong keril dan menyered sebuah koper yang berisi barang barangku.

Sudah tengah hari dan aku kelaparan. Aku duduk di meja sebuah warung, memesan gorengan dan lemper sambil mendengarkan beberapa percakapan antara ibu warung dengan pelanggan yang terlihat seperti temannya. Aku tidak terlalu menyimak, karena otakku terasa kusut saat ini. Sedikit yang ku cerna bahwa di sekitaran sini ada sebuah kossan yang menurunkan harga menjadi seratus ribu karena kossan itu pernah digunakan seseorang untuk bunuh diri. Disana berhantu.

Mendengar soal  harga, perhatian ku langsung teralihkan. Tidak masalah lagi soal hantu daripada tidur di jalanan terus di jahatin manusia. Terlebih lagi uangku hanya tersisa tiga ratus ribu dan setelah keluar dari warung ini sudah pasti akan berkurang sepuluh ribu.

Mataku berkeliling untuk melihat sekitar, kemudian berhenti di tempat steam mobil. Disana ada seseorang yang ku kenal. Ya, dia Sri bersama sang supervisor. Mereka seperti pasangan pada umumnya, pantas saja waktu itu aku langsung di pecat. Ternyata oh ternyata. Sepertinya Sri mengatakan hal hal buruk tentang ku pada pacarnya. Awas saja, akan kubilang ke orang orang dikampung kalau dia sebenarnya tidak kerja di kantor tapi bekerja di pabrik 'menyebalkan'

Tak lama kemudian Sri melihat kearah ku, dia pun terlihat bersemangat saat menghampiriku" Mau pulang kampung ya. Hati hati dijalan ya. Kehidupan kota emang mengerikan, tak jarang para pelancong yang memaksa tinggal disini malah hidup menggembel. Ups" dia menutup mulutnya seolah dia tidak sengaja mengucapkan kata kata itu. " Iya, saking mengerikan nya sampe harus pura pura menjadi wanita karir. "

aku membalasnya dengan sindiran.

" kalau kau menceritakan nya, akan ku ceritakan juga bagaimana kamu menggembel disini sambil menyeret koper. Bayangkan bagaimana ekspresi bibi nanti. " Kemudian Sri kembali menghampiri pacarnya, mengalungkan tangan di leher supervisor memamerkan kemesraan diatas penderitaan ku.

" Ya sudahlah dey baday pasti berlalu. Terima saja dulu kenyataan ini"  Aku bergumam sendiri sambil mengelus dada.

tempat baru

Sesuai petunjuk ibu warung, aku kembali berjalan sambil menyeret koper menuju kos kosan yang di ceritakan tadi. Sepanjang perjalanan aku masih sering bertanya pada orang sekitar, tentang alamat Keu keu. Orang yang ku ketahui sebagai pemilik kosan yang menurunkan harga sampai seratus ribu.

Setelah lama berjalan, akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Kini di depan ku berdiri sebuah bangunan besar dan bertingkat. Setelah di perhatikan sesaat, bangunan ini memang masih baru, namun kata mereka tidak ada yang mau tinggal disini.

Di lantai dua, seseorang tengah mengintip di balik gorden. namun dia bukan penyewa . Sepasang mata kami bertemu, sepertinya dialah penyebab kossan ini tidak laku. Aku segera menurunkan pandangan. Tiba tiba angin dingin menerpa sebagian rambutku. Aku hendak menoleh mencari asalnya namun seseorang menepuk bahuku dari sisi lain. Membuat ku terlonjak kaget begitu menoleh.

" Sedang mencari siapa de?" Tanya perempuan paruh baya. Tubuhnya kurus dan tidak terawat. Ada lipatan lipatan keriput di sekitar wajahnya yang kering dan banyak flak hitam. Dia tampak mewaspadai ku.

" Maaf bu, aku sedang mencari kossan ibu Keu keu." Jawabku tergagap. Rasanya aku ingin merosot karena lutut ku yang lemas setelah terkejut barusan.

Perempuan itu mengerutkan kening dan berkata. "Saya Keu keu" tangannya terulur di depan ku. Aku kembali  terkejut melihat tangannya yang bersisik abu seperti ikan, aku mencoba mengedarkan pandangan ku kesekeliling untuk memastikan apakah yang kulihat itu benar benar sisik atau hanya halusinasi, sebelum menerima uluran tangannya.

" Addey. Namaku Addey" aku menjawabnya dengan gugup tapi tersenyum. Sebisa mungkin aku harus menghindari sikap yang bisa membuat Keukeu tersinggung. Aku masih membutuhkan nya.

"Sebenarnya saya datang kesini untuk mencari kontrakan." Aku segera berterus terang.

Ekspresi wajah Keukeu tampak berubah. Kemudian dia mengangguk dengan bijak, seolah sudah mengerti semua permasalahan ku" Bagaimana ade bisa sampai kesini? Kosan ini sudah lama kosong. Bahkan ada rumor tidak enak tentang kosan ini. Apa kau tidak takut? ah sebaiknya ade nyari kossan di tempat lain biar lebih tenang! " Keukeu memelankan suaranya kemudian menunggu jawabanku. 

Aku segera menggeleng. " Tidak apa apa bu, biar aku coba dulu. "

Jawaban ku membuat ekspresi Keukeu tampak berubah. Keukeu tidak lagi banyak bertanya, Bahkan dia tidak peduli tentang asal usul ku. Mungkin dia tidak ingin aku berubah pikiran begitu saja. Sudah lama sekali bangunan miliknya tidak berpenghuni. Pasti dia tidak ingin kehilangan penyewa baru nya sekaligus menghapus rumor tidak enak tentang kosan ini.

"Sebenarnya aku cuma bawa uang dua ratus ribu dan aku belum bekerja." Aku mencoba berterus terang setelah mengalahkan rasa malu ku.

Keu keu menghela nafas " Dulu aku memasang tarif kossan ini dengan harga lima ratus ribu. Sudah ada perabotan di dalam sana. Jadi, penyewa tidak perlu khawatir lagi. Tapi Karena Addey penghuni pertama lagi dan aku juga sedang promo , selama tiga bulan kedepan aku akan memberi harga seratus ribu, bagaimana, setuju? . "

Aku sendiri tidak mau banyak berpikir dan banyak kata, setidaknya aku bisa hidup layak paling tidak selama satu bulan. Selanjutnya aku akan berpikir lebih keras lagi, bagaimana bertahan dikota ini sampai menemukan kakak ku

"Iya bu, aku aku setuju. Terimakasih"

Keukeu mengeluarkan sebuah kunci gerbang dan membawaku kelantai dua. Tepatnya menuju ke kamar tengah, tempat dimana aku melihat sosok tadi.

Ini pasti kamar yang di ceritakan ibu warung. Di dalam kamar ini, seseorang pernah bunuh diri. Jantungku terasa berdegup kencang. Tapi aku hanya bisa memaksakan tersenyum, aku tidak mungkin meminta kamar lain dengan harga seratus ribu. Ini saja sudah lebih dari untung. Setelah Keukeu menyerahkan kunci, dia segera pamit dan meninggalkan ku dengan ekspresi yang sulit di gambarkan.

Begitu aku membuka pintu, hawa dingin langsung menyergap. Kulitku nyaris seperti landak karena berduri. Entah siapa yang menghuni kamar ini, tapi rasanya dia mempunyai tempramen buruk. Aku mengucapkan salam dan berbasa basi pada angin berharap dia tidak mengganggu ku. Namun sewaktu-waktu dia datang menunjukkan dirinya dalam bentuk bayangan yang menyatu dengan dinding berwarna pink.

Aku segera menyingkap tirai sehingga banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan dan bayangan itu hilang bersama suara jeritan yang menyakitkan.

Ruangan ini sangat luas dengan perabotan yang komplit, bahkan harga lima ratus ribu saja rasanya terlalu murah. Hari ini adalah keberuntunganku. Akan ku tandai tanggal ini. Disisi lain, aku tidak akan di ganggu lagi dengan orang yang menyebalkan seperti Gena. Aku benar benar puas sekarang.

Perlahan lahan aku berjalan ke depan cermin yang berada di meja rias kemudian melihat bayanganku disana. Aku menangkup pipiku yang tirus ini. Umurku sudah dua lima, namun wajahku seperti masih belasan. Walaupun aku tidak putih aku terlihat manis. kenapa belum  juga ada ada seorang pemuda yang memperhatikan sisi ini. Apa semua laki laki di dunia ini buta. Sebenarnya aku sering bertanya tanya. Apakah cinta sejati itu benar benar ada? Ya.. Aku bisa melihat hantu dimana orang lain hanya tau nama dan ceritanya tapi tidak dengan keberadaan nya, bahkan mereka tidak tahu rupanya. Mungkin aku pun begitu terhadap cinta. Hanya cukup tahu dari cerita orang lain saja.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!