Istriku Tersayang

Istriku Tersayang

Bab 1. Fitnah

Brak..!

"Di sini nih pasti tempat perbuatan zina sering di lakukan!" Seorang wanita tiba tiba menggebrak sebuah warung kopi sederhana yang terletak di pinggir jalan.

"Eh Bu Retno, mau ngopi?" Seorang wanita keluar dengan wajah yang nampak tersenyum, namun senyumnya itu nampak agak berbeda dari biasanya.

"Ngopi.. ngopi.. Mulut mu! Kamu pasti menyediakan kopi ples ples kan?" Bu Retno nampak naik fitam, dia menunjuk nunjuk wajah seorang wanita muda di hadapannya dengan tatapan menghina.

"Aduh Bu Retno, kalo fitnah yang masuk akal dong. Mana ada kopi ples ples, yang ada itu pijit ples ples loh.." Wanita muda itu tersenyum meledek.

"Alah, lidahmu itu pandai sekali bersilat! Jangan memutar balikkan fakta!" Bu Retno menunjuk nunjuk wajah wanita itu dengan kasar dan makian yang sangat menyakitkan telinga.

"Aduh Bu, lidahku ini bisa karate juga loh bukan hanya silat. Mau denger?" Dengan santai wanita itu menanggapi ocehan Bu Retno.

"Mama.." Seorang bocah dengan baju seragam kotor dan nampak tangannya sedikit berdarah memanggil wanita muda itu.

"Amza, kamu kenapa nak?" Seketika nampak wajah khawatir dalam ekspresi wanita itu.

"Aira! Hahahah lihatlah! Kau memiliki anak sebelum kau menikah, apa lagi bukti yang kamu mau hah? Anak haram!" Bu Retno nampak sudah menang, tangan Aira terkepal sempurna dan menghunuskan tatapan sinisnya pada Bu Retno.

"Kurang ajar! Kau bisa menghinaku semau mu! Tapi kau tidak berhak mengatai putraku dengan ucapan kotormu!" Aira menatap tangan putranya yang berdarah dan mengusapnya lembut, Aira berjongkok dan mengecup kening putranya. "Tunggu ibu nak." Aira kembali berdiri.

Bugh!

Aira memukul bagian pipi Bu Retno dengan kekuatan penuh, Bu Retno nampak oleng dan mundur beberapa langkah hingga terjatuh.

"Pergi kamu! Sebelum aku membuatmu babak belur!" Teriak Aira, sudut matanya nampak sudah mengeluarkan cairan. Tapi dia harus kuat, dia harus siap menjalani harinya, dia harus tabah demi putranya.

"Dasar Pel*acu*r!" Teriak Bu Retno dengan mata melotot, dia tak terima di teriaki dia juga tidak terima di pukul oleh Aira.

"Hei tolong! Dia membuka warung remang remang!" Bu Retno berteriak teriak hingga beberapa warga nampak hadir.

"Apa? Dia pantas mati!" Ya memang seperti itu, hukum masyarakat yang ada hingga hari ini. Memberikan hukuman dengan cara mereka sendiri, tanpa melihat kebenaran sesungguhnya dan hanya mendengar dari satu sudut pandang saja.

"Saya bukan wanita seperti Itu!" Teriak Aira tidak terima, namun tiba tiba sebuah batu sebesar kepalan anak kecil melayang dan hampir mengenai tubuh Amza.

BUGH!

Aira dengan cepat melindungi putranya, hingga batu yang melayang itu mengenai punggungnya. Terdengar suara Amza yang menangis dan suara lirih Aira yang berusaha menenangkan putranya.

"Bakar warungnya!" Teriak lagi Bu Retno, beberapa warga nampak mengambil bensin dan melemparkannya pada warung Aira. Api yang berasal dari sebuah korek kayu di tangan Bu Retno langsung menyebar.

"Tidak!!" Teriak Aira, namun beberapa warga masih melemparinya dengan batu.

"Mama.. hiks.. Mama.." Amza menangis, dia merasakan tubuh Mamanya yang mulai bergetar.

"Sabar sayang.." Lirih Aira. Ya, hanya sabar yang bisa orang kecil lakukan seperti Aira dan Amza. Tidak ada yang mau menolong ataupun merasa kasihan, semua orang seolah memandang remeh mereka.

"Mama, rumah kita Ma.. hiks.." Tangis Amza pecah saat merasakan rumahnya terbakar, Aira yang menghadap langsung pada warung kecil sekaligus tempat tinggalnya itu terisak dan menyembunyikan rasa perih lahir batinnya, dia memeluk Amza semakin dalam, menyembunyikan wajah putranya agar tidak melihat apa yang sedang terjadi.

Di samping warung Aira berdiri sebuah proyek pembangunan yang hampir selesai, para pekerja di sana nampak berkumpul di bagian dalam. Ada seorang pekerja yang melihat itu dan buru buru memberi tahukan hal tersebut pada rekannya yang lain.

"Hei, kalian lihat tidak warung Aira di bakar oleh warga?" Ucap pria itu, beberapa temannya nampak terkejut.

"Apa! Bagaimana bisa?" Tanya temannya yang lain, Bos besar mereka nampak lewat.

"Bicara apa kalian? Cepat kerja!" Ucap pria itu sangar, kedua anak buahnya menelan saliva.

"Maaf Bos, ta..tapi.. a..nu.." Pria yang bekerja sebagai pegawai kontruksi itu nampak terbata bata.

"Katakan dengan jelas!" Bentak pria itu merasa kesal sendiri.

"I..itu, te..teman kami yang berjualan kopi sedang dalam kesulitan." Ucap salah satu di antara mereka, pria muda dengan kemeja putih dan pelindung kepala itu nampak bingung.

"Penjual kopi?" Pria itu nampak kebingungan hingga tak berapa lama asap menyebar, dan membuat pria itu tertarik dan melihat apa yang terjadi dari kejauhan.

Mata tajamnya dia sipitkan menatap ke arah tempat di mana nampak asap mengepul dan menghitam, membumbung tinggi hingga membuat mata pria itu menangkap sosok seorang wanita yang nampak berlumuran darah.

"Itu mirip Aira, tapi bagaimana mungkin?" Pria itu agak bingung, tapi dia semakin tertarik hingga langkahnya tanpa sadar mendekati tempat tersebut.

"Panggil polisi, sekarang!" Bentak pria itu pada anak buahnya, entah mengapa hatinya tiba tiba terasa risau, dia kian melangkahkan kakinya kian besar dan kian cepat pula langkahnya.

"Ada apa ini?" Tanya pria itu sangar, beberapa warga nampak saling bersitatap dan langsung menatap Bu Retno yang menjadi pemicu kejadian tersebut.

"Dia membuka warung remang remang Tuan." Ungkap Bu Retno, pria itu mengangkat alisnya. Dia melihat punggung yang berlumuran darah, baju yang sobek di bagian punggung dan nampak memeluk sesuatu.

"Aira.." Lirih pria itu, hatinya tiba tiba terasa terbakar ada sebuah rasa yang membuat jiwanya meronta dengan marah yang bergelora.

"Dia adalah istri dan putraku, siapa yang berani melakukan ini hah?" Bentak pria itu mengepalkan tangannya, perlahan dia melihat sosok dalam pelukan Aira yang nampak mengintip.

Mata yang sama persis dengan matanya, wajah yang manis persis seperti dirinya saat kecil. Pria itu mengepalkan tangannya hingga beberapa polisi datang.

"Tangkap mereka semua!" Ucap pria itu langsung menunjuk ke arah para warga, beberapa orang nampak berusaha kabur. Namun sayang,semuanya berhasil diringkus dan di bawa ke mapolsek terdekat.

Pendengaran Aira sudah terasa berdengung, hingga tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi. Matanya sudah lelah dan ingin menutup karena pandangannya kian kabur, tapi tidak. Dia tidak bisa lemah, dia harus kuat demi Amza.

'Ya ampun ini bahkan terlalu mirip bila di katakan mirip saja.' Batin pria yang menatap Amza dengan kagum.

"Pa...paman.. to..tolong.." Lirih Amza, dia merasakan tubuh Mamanya yang kian berat.

Pria itu tersadar dan buru buru mendekati Amza dan Aira, Aira menghirup udara sebanyak mungkin, dia mengumpulkan tenaganya dan mencoba untuk berdiri.

Terpopuler

Comments

AnysMentari

AnysMentari

isteri yang tersayang......

2024-05-11

0

Kania Rahman

Kania Rahman

mampir Thor 💪💪👍👍

2024-01-02

1

Bhęå Thęå..

Bhęå Thęå..

baru baca sudah terasa menyesakan dada..semoga ceritanya semakin menarik.

2023-12-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!