Bab 3. Hasil Tes DNA

Karel membawa Aira pada apartemennya yang dulu, dia membiarkan Amza terus memandangi tempat itu dengan kagum. Sedangkan wajah Aira sudah memerah, dia teringat dengan semua kenangannya dengan Karel di sini.

"Sandi apartemen ini tidak pernah di ganti, kenapa tidak ke sini?" Tanya Karel, Aira tidak menjawab. Dia duduk di sofa dan meremas roknya. Karel mengerti dengan diamnya Aira, dia memasak nasi goreng namun pandangannya justru tertuju pada Amza yang kini malah tertidur di atas karpet bulu.

"Dia sepertiku, saat lelah langsung tidur di manapun tampa lihat tempat dulu." Singgung Karel, mata Aira membulat saat mendengar ucapan Karel, Karel juga langsung membawa Amza masuk ke sebuah kamar dan membaringkannya.

Karel kembali keluar dan memberikan sepiring Nasi goreng buatannya pada Aira, dia juga dengan gesit langsung mengambil kotak P3K dan menggunting baju bagian belakang milik Aira.

Aira memakan nasi goreng yang di buat Karel dengan menahan perih di punggungnya, namun dia juga bisa merasakan kelembutan pria itu. Aira ingin membantah perlakuan Karel, namun dia sangat mengenal watak asli dari Karel yang pasti akan memaksa.

"Malam ini tidurlah di sini, ganti bajumu." Karel susah payah menyembunyikan suaranya yang serak, dia menekankan nada bicaranya dan malah terkesan berbisik.

"Siapa anak itu?" Tanya Karel lagi, nalurinya mengatakan bila bocah itu pasti putranya. Tapi dia ingin mendengar sendiri hal itu dari Aira.

"Dia putra suamiku dulu, suamiku mengalami kecelakaan." Ucap Aira, sebisa mungkin dia menyembunyikan rasa gugupnya dari Karel.

"Hem... tidurlah." Aira mengangguk, dia berjalan menuju kamar di mana Amza berada.

Aira mengganti bajunya dengan kemeja milik Karel yang berada di lemari, sejak tadi Aira sama sekali tidak ingin menatap mata elang itu. Dia takut, dan sangat takut.

Karel mengambil ponselnya, dia mengetik pesan pada seseorang dan mengirimkannya. Akibat kelelahan yang teramat, Aira akhirnya tertidur memeluk Amza.

Dua jam kemudian seseorang datang ke apartemen Karel, nampak wajah pria itu yang kesal. Dia baru saja pulang dari RS dan sudah dapat panggilan lagi dari Karel.

"Kenapa?" Saat pintu terbuka, pria itu langsung to the poin dan menatap wajah Karel yang terlihat sendu.

"Dengan apa biasanya melakukan tes DNA?" Tanya Karel, pria yang tidak lain sahabat Karel itu mengangkat alisnya bingung.

"Rel, kamu kenapa?" Tanya pria itu bingung, namun melihat sahabatnya yang sendu dia langsung menjelaskan tanpa menunggu jawaban Karel. "Pakai darah, rambut, dan segala hal yang terdapat di tubuh seseorang bisa menyatakan DNA nya termasuk tulang." Jawab Dokter tersebut.

"Aksen, tolong lakukan tes hari ini juga. Aku ingin hasilnya pagi besok sebelum mereka pergi. Ayo! Ikut aku." Karel membawa Aksen menuju sebuah kamar dan nampak sosok ibu dan anak yang tengah tertidur pulas.

Aksen mengangkat alisnya, dia menatap bocah itu dan Karel bergantian. Sangat mirip, itulah yang terlintas di benak Aksen.

Karel mengambil sehelai rambut Amza dan tentu saja dengan akar rambutnya yang terbawa. Aksen mengangguk dan kembali keluar dari kamar itu.

"Aku pikir kamu perjaka tua." Singgung Aksen, Karel tidak menjawab dia hanya diam dengan keraguannya.

"Bila aku lihat lagi, sepertinya kalian memang ayah dan anak." Komentar lagi Aksen, Karel mengangguk setuju.

"Benar, tapi Aira mengatakan bila dia bukan putraku. Aku tau pasti ada sesuatu yang disembunyikan Aira hingga tidak ingin mengutarakan kebenarannya." Karel mengungkapkan kegundahan hatinya.

"Oke, besok pagi aku yakin hasilnya keluar." Ucap Aksen menepuk bahu Karel, sebagai seorang pria Aksen juga mengerti bertapa sulitnya berada di posisi Karel. "Mana rambut kamu?" Aksen menarik satu helai rambut Karel dan membawanya bersama dengannya.

"Terima kasih, maaf merepotkan." Aksen mengangkat bahunya, dia pergi dari apartemen itu dan memberikan rambut itu pada anak buahnya untuk di teliti, sedangkan dirinya langsung menuju sebuah rumah sederhana tempat di mana dia menghabiskan waktu untuk beristirahat.

Karel menatap Aira dan Amza yang nampak sangat kelelahan, pasti lelah menghadapi dunia kejam ini hanya berdua saja, pasti lelah karena sudah berjuang hidup selama ini.

"Ugh.. paman?" Amza terbangun dan melihat Karel berada di ambang pintu, dia melihat seisi kamar megah itu dengan tatapan memuji.

"Sini, kita ngobrolnya di luar." Karel membawa Amza yang baru bangun tidur ke bagian ruang tamu.

"Siapa namanya?" Tanya Karel, dia melihat Amza yang sangat menggemaskan namun nampak sangat tertekan.

"Aku Amza paman." Karel tersenyum simpul dan mendudukan Amza, dia melihat luka di tangan bocah itu.

"Sini, biar Papa obati." Mata Amza seketika membulat mendengar panggilan pria tersebut.

"Papa?" Tanya lagi Amza, Karel mengangguk. Dia mengobati luka Amza dengan lembut dan menatap dua bola mata Amza yang nampak bingung dan sedih.

"Kenapa sedih? Bukannya bahagia saat ketemu Papa hem?" Karel berusaha lembut pada Amza agar bocah itu tidak takut terhadapnya.

"Papa, kenapa Papa tinggalin kita?" Kini air mata Amza jatuh. Karel menelan salivanya mendengar pertanyaan itu dari Amza, dalam isaknya Amza kembali bersuara.

"Pa, Mama selama ini selalu kangen Papa, dia suka nangis kalo di tanya tentang Papa, dia selama ini hidup untuk Amza dan mencari uang dengan kesulitan. Apa Papa tidak kasihan pada kami? Kenapa Papa membuang kami?" Seketika pertanyaan dan ungkapan hati Amza menjadi petir yang menyambar hati Karel.

"Maaf sayang, Papa gak akan ninggalin kalian lagi. Papa janji!" Karel tanpa sadar menjatuhkan air matanya dan memeluk Amza dengan hangat.

"Besok pagi, tolong bantu Papa bujuk Mama ya?" Amza juga terisak dalam pelukan Karel dan mengangguk. Kedua orang laki-laki itu meluapkan emosi mereka masing-masing.

Malam itu Karel membuatkan makan malam untuk Amza, mereka akhirnya makan bersama dan membawa Amza tidur di dekat Aira. Karel juga masuk pada selimut yang sama dan memeluk Amza dan Aira.

Saat pagi hari sebelum Amza dan Aira bangun seseorang sudah mengirimkan hasil DNA yang di minta Karel. Dan hasilnya berada dalam harapan Karel, Amza memang putranya.

"Kamu tidak akan bisa lari lagi Aira." Ucap Karel, dia memasak pagi itu untuk Amza dan Aira. Amza agaknya bangun lebih pagi dan menemani Karel memasak.

Aira akhirnya bangun dan melihat kedekatan Karel dan Amza yang tidak biasa. Rasanya hangat, namun dia kembali tersadar.

"Kak Karel, saya dan Amza akan pergi. Terima kasih tumpangannya." Ucap Aira, Karel nampak tidak perduli.

"Hari ini kita menikah, jangan membantah!" Mata Aira seketika membulat, mana mungkin dia menikah dengan Karel. Apa yang akan terjadi nantinya? Apa yang akan orang bilang tentang Karel nantinya?

"Tidak, saya dan putra saya akan pergi. Untuk apa mengatakan hal tidak masuk akal seperti itu?" Aira berkata dengan ucapan kesal dan sangat menekan.

"Jelaskan semua ini, dan kamu bisa memutuskan setelahnya." Karel menyerahkan kertas hasil tes DNA. Aira membulatkan matanya melihat kertas tersebut.

"Katakan yang sebenarnya, kenapa kamu menyembunyikan Amza dari saya?" Tanya Karel dengan suara yang serak.

"A...aku tidak menyembunyikannya, seharusnya kakak tanyakan pada diri kakak sendiri, apa kakak sudah berusaha mencari kita hah? Apa kakak pernah memikirkan nasib kita bagaimana?" Ucap Aira, sebisa mungkin dia menyembunyikan ketakutannya dan berusaha mempertahankan hatinya yang lemah.

"Saya selama ini mencari kamu Aira! Setiap hari saya berat dan terus di hantui kamu Aira!" Kini nada bicara Karel mulai meninggi, Amza yang melihat pertengkaran Mama dan Papanya terduduk lemas.

Amza sama sekali tidak ingin hal itu, dia tidak ingin Mama dan Papanya kembali berpisah. Dia ingin keluarganya seperti keluarga teman temannya, yang ada ayah dan ibu.

"Apa kakak selama ini mencintai aku hem?" Tanya lagi Aira, Karel tersenyum penuh Arti dan menatap Amza yang sudah berkaca kaca.

"Cinta? Untuk apa lagi cinta? Menurutmu apa alasan yang tepat untukku memiliki hubungan lebih denganmu hem? Karena aku lebih dari mencintai kamu Aira." Kini cara bicara Karel lebih melembut, dia melihat Amza yang nampak ketakutan membuatnya merendahkan nada bicaranya.

Aira membulatkan matanya, Amza menggenggam tangan Aira dan menggoyangkannya. Aira menunduk menatap putranya.

"Ma, kita tinggal sama Papa ya? Amza juga pengen kaya temen temen Amza yang lain yang punya Papa, Amza juga pengen Mama punya Papa kaya Mama temen Amza yang lain, Amza mohon Ma..." Air mata Amza hampir menetes membuat Aira seketika terkesiap dan tanpa sadar menganggukkan kepalanya.

Terpopuler

Comments

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

Amza pengen mereka nikah tp Aira kayak gak mau

2023-12-21

4

Hap£!π

Hap£!π

tanpabasa basi
tanpa bertele-tele

2023-12-20

1

Uthie

Uthie

lanjut 💪

2023-12-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!