Mendadak Istri Tuan Kalandra
“Saya terima nikah dan kawinnya Liliyana Prameswari binti Adrian Wiguna Putra dengan maskawin seperangkat alat shalat dibayar tunai.”
Hening menyelimuti rumah dengan arsitektur era victorian yang punya nuansa megah. Presdir perusahaan Eternal World yang bernama Kalandra Al Khalify itu duduk sambil menyilang kaki dengan santai di hadapan kedua orang tuanya. Meriana Elvira, wanita setengah baya yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke lima puluh tiga. Bersama sang suami Antonio Al Khalify duduk di hadapan putra kebanggaannya.
Mereka saling beradu tatap dengan serius untuk membicarakan hal penting setelah ijab qobul antara Kalandra dan gadis pilihan kakek Anggara.
“Kalandra, apa rencanamu setelah ini, Nak?” tanya Meriana.
Kalandra menghela napas panjang. Pernikahan dadakan yang diadakan di bangsal rumah sakit tempat kakek Anggara di rawat baru saja selesai dilaksanakan. Kalandra buru-buru pulang ke rumah sesuai anjuran kakek Anggara. Saat ini istri sah Kalandra yang baru saja dipersunting olehnya sedang ada di toilet. Sudah beberapa menit gadis itu belum kembali.
Pernikahan mereka seharusnya berlangsung satu bulan lagi. Tapi karena kondisi kakek Anggara terus menurun, beliau meminta pernikahan cucunya itu dipercepat.
“Saya tidak ada persiapan, Ma, Pa.” Kalandra memang tak berniat menikah dalam waktu dekat meski usianya sudah menginjak kepala tiga.
Pernikahan ini ibarat perjodohan yang tak dia kehendaki. Kalandra mengikuti titah kakeknya karena tak mau sesuatu yang buruk terjadi. Dia sama sekali tidak mencintai gadis yang baru saja dinikahinya.
“Sebaiknya kau dan Lily tinggal di rumah ini saja, Lan,” kata Antonio.
“Benar kata papamu. Lagipula mama dan papa ingin beradaptasi lebih dengan istrimu, Alan.”
“Saya rasa tidak bisa,” jawab Kalandra.
“Kenapa?” tanya Meriana.
“Saya lebih leluasa di rumah sendiri. Kalau begitu saya memutuskan untuk membawa Lily bersama saya ke rumah pribadi saya.”
Tak lama Liliyana muncul. Gadis itu lama sekali di toilet untuk menetralkan segala perasan gugup yang menyergapnya. Pernikahan dadakan yang membuatnya mendadak menjadi istri tuan muda Kalandra tentu amat mengejutkan.
“Lily, kenapa lama sekali?” tanya Meriana pada menantu barunya itu.
“Maaf Nyonya, Tuan, saya tadi—”
“Lho. Panggil aku mama dan dia papamu, Nak.” Meriana mengingatkan Liliyana.
Liliyana tersenyum canggung. “Baik, Ma, Pa.”
“Duduklah,” titah Antonio. Liliyana pun duduk.
Gadis itu bernampilan sangat biasa dan sederhana. Ia duduk di samping Kalandra sambil meremas jari-jarinya dan menunduk lesu. Ia baru berusia 22 tahun, masih muda, tak banyak pengalaman karena sehari-hari hanya di rumah mengurus kakeknya sendirian.
Gadis bertubuh mungil itu bernama Liliyana Prameswari, putri pasangan Adrian Wiguna Putra dan Hawaria Adeline yang sudah meninggal dunia. Ia hidup dengan kakeknya yang bersahabat dengan kakek Kalandra.
“Begini, Lily, apa kau bersedia ikut bersama Kalandra ke rumah barunya?” tanya Meriana pada menantunya.
Liliyana melirik sekilas Kalandra yang memasang raut datar, menegangkan, seperti orang tak berperasaan. Dia harus tetap mematuhi suaminya itu, kan. Akhirnya Liliyana menganggukkan kepala.
“Iya, Ma.”
“Lily kau jangan merasa canggung ya. Alan sekarang suamimu, jadi kau harus terbiasa dengannya,” ujar Antonio.
Kalandra tampak menghela napas panjang. Liliyana tahu bahwa Kalandra sama sekali tidak menyukainya. Padahal pertama kali bertemu Kalandra saat pertemuan keluarga, Liliyana merasa kagum pada pria itu.
Kalandra tak mau bicara ketika Liliyana duduk di antara mereka. Itu yang Liliyana sadari sejak tadi. Karena itu ia ingin menjauh saja dari tempat itu ketimbang merusak suasana antara keluarga tersebut. Namun kakeknya berpesan sebelum meninggalkan Liliyana bersama keluarga barunya, agar Liliyana selalu mendampingi Kalandra dan setia dimanapun berada. Mungkin gadis itu sangat polos, di era emansipasi wanita, seharusnya ia tidak hanya diam ketika dijodohkan dengan orang yang tidak mencintainya. Tapi dia memilih mengikuti keinginan kakeknya demi kebaikan semua.
“Lan, kau jangan begitu dong. Kasian Lily, dia pasti ngerasa kau itu amat galak!” ujar Meriana melihat Liliyana yang sejak tadi hanya menunduk tak banyak bicara.
Kalandra berdiri mendadak membuat Liliyana mendongak ketika pria itu juga menatapnya.
“Kita berangkat sekarang.” Kalandra lalu meninggalkan orang tuanya pergi ke luar.
Sedangkan Liliyana hanya bisa mengikuti Kalandra ragu-ragu.
“Alan, kau tidak mau pamit dulu dengan mama dan papamu?"
Antonio sudah terbiasa dengan sikap dingin sang putra. Tapi dihadapan Liliyana, besar harapan Antonio agar putranya itu bisa berubah setidaknya lebih hangat sedikit.
“Saya pergi, Ma, Pa.” Kalandra lalu benar-benar keluar dari rumah itu.
“Ma, Pa, Lily pergi ya. Maaf karena Lily tak bisa berlama-lama di sini.” Liliyana tersenyum ramah. Ia lalu menghampiri Meriana dan Antonio untuk menyalimi keduanya.
“Sayang, kau harus sabar menghadapi Alan, ya.” Meriana memeluk Liliyana dengan erat.
“Papa yakin Alan akan berubah setelah menjalani pernikahan dengan kamu, Lily.” Antonio mengusap puncak kepala Lily. “Benar kata Kakek Anggara, kamu sangat baik hati.”
Liliyana hanya tersenyum ringan. “Lily permisi ya, Ma, Pa.”
“Hati-hati, ya, Sayang.”
Liliyana berjalan dengan menunduk sambil membawa koper miliknya seorang diri. Sementara Kalandra berjalan lebih dulu di hadapan Liliyana lalu masuk ke mobil. Liliyana terdiam di samping pintu mobil dengan perasaan tidak tenang sama sekali. Apalagi raut masam Kalandra belum juga berubah. Ia rasanya ingin kembali ke rumah kakeknya daripada harus ikut Kalandra pulang ke rumah pribadinya. Sayangnya, itu sudah terlambat. Liliyana tak mungkin berbalik arah sekarang.
Jendela mobil Kalandra tak lama terbuka. Pria itu tanpa menatap Liliyana hanya menatap ke depan dengan wajah dingin. “Masuk.”
Liliyana menghela napas berat. “Baik.”
Dalam hati Kalandra kesal dengan sikap Liliyana yang hanya bisa menurut. Padahal di awal dia berharap Liliyana lah yang menolak adanya perjodohan itu. Namun sia-sia saja, Liliyana benar-benar gadis polos yang hanya bisa menuruti perintah kakeknya tanpa membantah sama sekali.
Liliyana masuk ke dalam mobil Kalandra, setelah ia memasukkan kopernya ke bagasi. Perasaanya makin gusar tatkala ia melihat sebuah foto yang ada di dashboard mobil. Tapi sebelum Liliyana melihat lebih jelas foto yang ada di sana. Kalandra lebih dulu mengambilnya. Kalandra membuang foto itu ke luar jendela tanpa berpikir panjang.
“Kenapa dibuang, Mas?” tanya Liliyana heran.
“Kau tidak perlu banyak tanya,” jawab Kalandra ketus.
Liliyana mengurut dada. Galak sekali, batinnya.
“Hem, baiklah.” Akhirnya Liliyana lebih memilih menatap ke luar jendela.
Kalandra menyalakan mesin mobilnya lalu mulai melaju dengan kecepatan sedang.
Sepanjang perjalanan Kalandra dan Liliyana tidak saling bicara. Sebenarnya Liliyana tak suka dengan suasana sunyi, dingin, dan mencekam begitu. Banyak pertanyaan yang ingin dia ajukan pada Kalandra. Atau untuk sekedar mengobrol obrolan ringan. Tapi Kalandra menutup diri untuk hal itu membuat Liliyana jadi segan.
Tak lama ponsel Liliyana berdering. Itu panggilan dari kakek Anggara.
“Kakek Anggara,” gumam Liliyana.
Kalandra langsung mengerem mendadak begitu mendengar Liliyana menyebut nama kakeknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Eka Bundanedinar
mmpir kk
2023-11-21
2
syabianca
up yg banyak kak
2023-11-19
0
JianXu_Gege
bagus kak lanjut 💖
2023-11-17
0