"Hei, aku hanya bercanda," ujar Abimanyu.
"Terserah." Kalandra malas menanggapi ia memilih pergi.
"Lan, tunggu."
Abimanyu menatap serius Kalandra. "Tapi aku bisa bersungguh-sungguh juga. Jangan lengah kalau kau tak mau aku mengambil istrimu."
Kalandra mengerutkan kening. "Kau mabuk ya."
Abimanyu terkekeh. "Tidak. Sepertinya aku jatuh cinta pada pandangan pertama dengannya."
Perkataan Abimanyu membuat Kalandra jadi heran. Apa Liliyana punya daya tarik yang begitu besar sampai Abimanyu mengaku jatuh cinta pada pandangan pertama.
Setelah sepupu Kalandra itu berpamitan pulang. Liliyana kembali ke kamar untuk membereskan baju. Saat itu Kalandra tengah membuka pakaian. Mata Liliyana sontak melebar tatkala tampilan otot perut Kalandra terekspose jelas di hadapannya.
"Matamu tidak bisa lebih lebar dari itu, hem?"
Liliyana langsung menunduk. "Maaf."
"Biasakanlah. Biar bagaimanapun kakek Anggara tak membiarkan kita tidur di kamar terpisah."
Liliyana bersusah payah mengendalikan degup jantungnya yang tak karuan. Hampir saja ia menjerit saking kagetnya melihat tampilan Kalandra bertelanjang dada. Memalukan kalau sampai teriakannya terdengar.
"Kenapa diam saja?" Kalandra baru saja selesai memakai pakaian.
"Angkat wajahmu."
Liliyana ragu-ragu menatap Kalandra. "Baik, Mas. Aku mengerti."
"Bagus. Tetaplah menjadi penurut begitu. Kau paham pernikahan ini seharusnya tidak terjadi."
Liliyana tidak bisa berkata-kata. Memang benar, tapi dia setuju menikah dengan Kalandra karena berharap Kalandra menyambutnya dengan baik dan hangat. Rupanya sikap Kalandra malah sedingin es di kutub utara.
"Jangan berharap banyak aku bisa memperlakukan dirimu selayaknya. Begini saja agar ada jarak yang jelas diantara kita."
"Jarak?" Liliyana bergumam tak paham. Jarak apa yang dimaksud Kalandra.
"Kau tahu kakek meminta kita berbulan madu. Aku menolaknya. Menurutmu bagaimana?"
Sambil meneguk ludah, Liliyana menggeleng takut salah menjawab. "Tidak tahu."
"Apa kau sebenarnya setuju kita berbulan madu?"
Liliyana terdiam lagi. Haruskah aku menggeleng dan berkata tidak, batinnya.
"Hei, jawab apa kau butuh?" tanya Kalandra.
Liliyana tersenyum lalu menatap Kalandra. "Lakukan saja apa yang menurut Mas Alan harus dilakukan. Jika tidak perlu, maka tak harus dilakukan. Begitu saja, Mas. Aku hanya menurut."
Kalandra berdecih sambil tersenyum meremehkan. Gadis polos, batinnya.
"OK. Kuharap kau tak berubah pikiran."
Liliyana membeku di posisinya berdiri. Kalandra keluar begitu saja sambil membawa ponselnya. Setelah memastikan Kalandra benar-benar keluar kamar, barulah Liliyana dapat bernapas dengan selayaknya. Jujur dia sering menahan napas saat bersama Kalandra.
"Ya Tuhan. Jantungku." Liliyana mengusap-usap dadanya dengan perasaan gugup. Meski dingin begitu, tapi Liliyana tak menampik dia mengagumi Kalandra diam-diam sejak dulu.
"Aku berharap suatu saat kamu bisa berubah Mas Alan. Aku tak menuntut banyak hal. Setidaknya tunjukkan sikap ramahmu saja. Mungkin kita bisa jadi teman yang hangat satu sama lain."
Kalandra sebal dengan situasinya sekarang. Dia tak bisa beralasan ke kantor karena tidak mungkin. Gerak-geriknya masih diawasi oleh kakek Anggara. Belum lagi sedikit saja dia bertingkah, kondisi kakek Anggara bisa menurun drastis. Bagaimanapun Kalandra sangat menyayangi kakeknya dan tak mau sesuatu yang buruk terjadi.
Ia duduk di balkon lantai dua rumahnya. Sambil memainkan ponsel sesekali memeriksa sosial media. Pekerjaaan membuatnya hampir tak pernah memainkan sosial media yang biasanya dimainkan oleh orang-orang kebanyakan. Memosting momen bahagia dan keseruan bersama keluarga dan kolega. Sama sekali Kalandra tak pernah begitu. Akun sosial media miliknya saja kosong tak pernah diisi apa-apa.
"Apa ini."
Kalandra baru saja melihat postingan akun sosial media milik Abimanyu. Sepupunya itu benar-benar tak tahu malu. Bisa-bisanya dia memosting foto Liliyana yang diambil diam-diam dengan caption—bidadari tercantik dimuka bumi. Ps : Sayangnya bukan milikku.
"Ya Tuhan. Apa dia sengaja? Dia pikir aku peduli?" Kalandra segera menaruh ponselnya. Heran, tapi kenapa dia tak senang. Bukankah seharusnya dia biasa-biasa saja.
"Mas Alan."
Kalandra menoleh. Liliyana berdiri di depannya setelah berganti pakaian.
"Ada apa."
"Hem, sebentar lagi makan malam. Apa aku perlu memasak? Aku bisa membuatkan sesuatu, mungkin?"
Kalandra mengambil ponselnya yang ia geletakkan di meja barusan. Lalu ia mengetikkan nomor telepon.
"Kita delivery saja. Aku tak terbiasa makan masakan orang asing."
Kemudian Kalandra meninggalkan Liliyana lagi.
Kenapa sikap Kalandra amat ketus begitu. Orang asing? Lalu apa makanan yang dibuat oleh restoran cepat saji bukan dibuat oleh orang asing?
"Apa aku se asing itu?"
Liliyana menghela napas panjang. Ia harus bersabar dengan sikap Kalandra. Apalagi dia yang memilih menerima lamaran daripada menolaknya sejak awal.
Tak lama kemudian ponsel Liliyana berdering. Rupanya kakek Anggara meneleponnya lagi. Kali ini kakek Anggara melakukan panggilan video.
"Astaga. Apa kakek mau bicara dengan Mas Alan? Tapi pasti langsung ke Mas Alan kalau gitu."
Akhirnya Liliyana menerima panggilan kakek Anggara. Tak lupa ia tersenyum agar kakek Anggara tidak kepikiran jika melihat raut masam diwajahnya.
"Halo, Kek?"
"Lily sayang, sedang apa, Nak?"
"Kakek, Lily baru saja berganti pakaian. Kami baru sampai rumah. Kakek gimana kabarnya?"
"Oh syukurlah Lily kalau sudah sampai. Kakek seperti yang kau lihat, sudah lebih baik berkatmu. Mana Alan?"
Liliyana tersenyum kikuk. "Mas Alan ...."
"Saya di sini, Kek." Kalandra tiba-tiba saja muncul.
"Oh kamu di sana, Lan. Begini, apa Abi sudah datang ke rumahmu?"
Kalandra mengangguk. "Sudah."
Sikap Kalandra langsung berubah saat berbicara dengan kakek Anggara. Liliyana sampai memperhatikan mimik wajah Kalandra yang berbeda seratus delapan puluh derajat ketika berbicara dengannya.
"Bagus. Jadi, besok kalian harus berangkat ya."
Liliyana hanya terdiam sambil memegang ponsel. Sementara Kalandra dekat sekali dengannya. Liliyana sampai bisa merasakan embusan napas Kalandra karena saking dekatnya.
"Begini, Kek, menurut saya tak perlu berbulan madu. Bukankah tak elok melihat kondisi kakek yang sedang sakit," ujar Kalandra.
Liliyana tersenyum. "Benar kata Mas Alan, Kek. Besok Lily akan ke rumah sakit saja menemani Kakek."
Kalandra melirik Liliyana. Rupanya gadis itu mencoba merayu kakeknya. Pintar juga, semoga dengan begitu dia tak perlu pergi berbulan madu segala.
"Tidak tidak. Lily, dengar kakek baik-baik ya. Kau juga Alan."
Kalandra dan Liliyana diam mendengarkan.
"Kalian harus tetap berbulan madu agar bisa mengakrabkan diri satu sama lain. Itu penting, kalian mengerti?"
Sialan! Batin Kalandra kesal.
Liliyana melihat raut wajah Kalandra yang tampak sebal. Ah, dia harus apa. Itu bukan keinginannya, karena tak ada yang bisa membantah titah kakek Anggara.
"Baik, Kek." Kalandra mau tak mau mengiyakan saja titah kakeknya. Kalau tidak, masalahnya akan runyam nanti.
"Lily, kau tidak keberatan, kan, Sayang?" tanya Kakek Anggara.
Liliyana melirik Kalandra yang keliatan pasrah.
"Baik, Kek. Lily ikut saja."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Eka Bundanedinar
apa alan main cewe ya kok bilang lily polos mau nya yg agresif gitu ya alan
2023-11-22
0
JianXu_Gege
aowakqoak 😭😭😭
2023-11-17
0
JianXu_Gege
ngakak sama Abimanyu aku mah da 🤣🤭
2023-11-17
0