Kalandra mondar-mandir di ruang televisi sambil memegang ponsel yang ia tempelkan di dagu. Sesekali ia menggembungkan pipi, lalu mengembuskan napas kasar. Kakinya berhenti bergerak, ia lalu melihat layar ponsel yang bertuliskan nama kakeknya.
Kemudian Kalandra duduk di sofa. Berpikir apakah tak masalah jika dia membujuk kakek Anggara agar membatalkan jadwal flight esok hari, pagi-pagi buta menuju ke tempat dia dan Liliyana akan berbulan madu.
"Sialan udah gak mungkin!" desisnya sambil menggaruk sebelah alis yang tak gatal.
Kalandra menoleh melihat Liliyana sedang berjalan ke arahnya.
"Mas Alan mau kopi?"
"Kopi?" ulang Kalandra.
Liliyana mengangguk pelan. "Iya, barangkali mau. Biar aku buatkan sekarang."
"Saat seperti ini kau masih memikirkan minum kopi?"
Liliyana bingung. Memangnya kenapa? Apa salahnya dengan minum kopi. Atau mungkin, Kalandra tak terbiasa meminum kopi manis malam-malam?
"Maaf, apa Mas lagi diet kopi?"
Kalandra berdiri. Ia lalu mendekati Liliyana.
"Apa kau senang besok kita akan pergi berbulan madu?"
"A-Apa?"
"Di saat seperti ini pikiranku hanya ingin membatalkan rencana kakek besok. Tapi kenapa kau kelihatan sangat santai?"
Liliyana langsung menunduk. Apa salahnya, dan memangnya kenapa harus sampai banyak berpikir. Bukannya pergi ya tinggal pergi saja. Semua juga sudah diatur oleh kakek Anggara. Mulai dari tiket pesawat, kamar hotel, dan lain-lain.
"Memangnya seharusnya aku gimana, Mas?" tanya Liliyana tak paham.
"Setidaknya kau bisa membujuk kakek agar rencana ini batal."
Liliyana menggeleng. "Kakek bisa kepikiran kalau aku melakukan protes semacamnya. Lebih baik berkorban walau tak suka, demi kebaikan kakek."
"Oh. Jadi kau juga tak suka kita pergi bulan madu?"
"Em, tidak terlalu. Maksudku, ya tidak menolak ataupun suka secara spesifik. Biasa saja."
Kalandra langsung terdiam. "Apa kau sebelumnya pernah pacaran?"
Sikap yang ditunjukkan Liliyana menggambarkan gadis polos yang tidak pernah berpacaran sebelumnya. Itu menurut Kalandra.
"Tidak."
"Pantas." Kalandra menghela napas.
"Kenapa memangnya? Kalau Mas Alan udah sering pacaran?"
"Untuk apa kau bertanya," ketus Kalandra.
"Mas duluan yang tanya. Apa salahnya kalau aku juga tanya hal yang sama?"
Rupanya Liliyana tidak begitu polos juga. Sekarang gadis itu sudah pandai memutar balik pertanyaan darinya.
"Sudahlah. Seandainya kau punya seseorang yang disukai, mungkin kau bisa protes tentang pernikahan ini."
Liliyana tersenyum tipis. "Itu hanya akan membuat kakekku, dan juga kakek Anggara sedih. Lebih baik jalani saja dengan baik, toh sudah terjadi."
Kalandra mengerutkan kening. "Jangan harap aku bisa menerimamu sebagai istri, Liliyana."
Liliyana tertunduk lagi. Kenapa sih Kalandra selalu sengaja ingin mengajak dirinya bertengkar. Padahal sebisa mungkin Liliyana tak ingin ada masalah dalam pernikahannya itu.
"Tapi kau sudah berjanji di depan kedua orang tuamu, dan kakekku, akan menjagaku, Mas Alan."
***
Nyatanya semua pikiran Kalandra untuk menggagalkan rencana kakek Anggara tak jadi ia realisasikan. Akan tetapi ketimbang kakeknya, justru sekarang Liliyana menurutnya sedikit mengerikan. Ekspresi senyum gadis itu yang tampak tenang membuatnya frustrasi. Sikap Liliyana yang penurut dan selalu sopan terhadapnya membuat ia tertekan.
Tidak bisakah Liliyana bertindak membangkang agar dengan mudah bisa ia jadikan alasan untuk berpisah?
"Mas udah selesai sarapannya?" tanya Liliyana sambil membereskan sarapan pagi yang disiapkannya sendirian sejak subuh-subuh tadi.
"Hem." Kalandra lalu meninggalkan meja makan begitu saja.
Liliyana menghela napas panjang. Sabar, Liliyana, dia memang kulkas berjalan.
Sekalinya Kalandra banyak bicara, yang dibicarakan hanya seputar topik mengajaknya bertengkar. Padahal mereka baru menikah. Agaknya keinginan Liliyana melihat sikap ramah Kalandra terlalu muluk-muluk.
Mereka berdua harus pergi berdua dan saling bergandengan tangan. Aturan macam apa itu. Tapi itu memang benar adanya. Aturan semacam itu dibuat oleh kakek Anggara, agar mereka bisa lebih akrab satu sama lain.
Sesampainya di bandara, Kalandra berjalan begitu saja mendahului Liliyana. Ini sama sekali diluar rencana kakek Anggara. Boro-boro bergandengan tangan. Liliyana saja dibiarkan kerepotan membawa barang bawaannya seorang diri.
"Ya Tuhan, apa dia sebenarnya membenciku?" gumam Liliyana sambil membuang napas jengkel.
Begitupun saat di pesawat. Kalandra tak mengajak Liliyana mengobrol sama sekali. Dia hanya fokus dengan diri sendiri, seolah-olah keberadaan Liliyana tak berwujud sama sekali.
"Mas Alan."
Liliyana yang mengekor dibelakang Kalandra kewalahan mengikuti langkah kaki panjang suaminya itu. Kalandra berjalan terlalu cepat.
"Tunggu Mas."
Kalandra lalu berhenti. Liliyana yang terkejut tak sengaja menabrak punggung lebar Kalandra.
"Aduh, sakit."
"Kenapa kau tak bisa berjalan lebih cepat?" Kalandra menatap Liliyana sengit.
Tubuh Liliyana lebih pendek dibandingkan Kalandra. Gadis itu juga kerepotan dengan barang bawaannya.
"Mas jalannya terlalu cepat. Dan ini, apa bisa tolong bantu bawakan?" ujar Liliyana sambil menyerahkan tas jinjing miliknya.
"Kau seharusnya tak perlu banyak bawaan. Itu hanya merepotkan dirimu sendiri." Tak mengambil tas pemberian Liliyana, Kalandra berlalu begitu saja meninggalkan Liliyana.
"Ya ampun Mas. Harus sampai kapan aku sabar dengan sikap kamu." Liliyana mengelus dada.
Kalandra mengentikan langkah kakinya. Dia lalu berbalik ke belakang.
"Kemana gadis itu?" ucapnya.
Kalandra mendadak jadi merasa bersalah. Apa dia keterlaluan?
"Ah sudahlah, paling dia sudah ke hotel lebih dulu."
"Please excuse me, can you help me carry my luggage?" Liliyana akhirnya memutuskan meminta bantuan jasa petugas bandara. Dia sengaja menggunakan bahasa inggris karena orang yang dimintai tolong olehnya merupakan orang asing/bule.
"Of course, Miss. I will help you with my pleassure."
Liliyana bersyukur karena dia tak perlu kerepotan lagi sekarang.
Orang asing itu membawakan tas Liliyana sampai di depan kamar hotel. Meski kesal karena sikap tak peduli Kalandra padanya. Tapi Liliyana tetap berusaha tenang dan sabar.
"Thank you for helping. This for you." Liliyana memberikan sejumlah uang.
"Thank you miss, please look for me if you need any more help.
"Yes, of course."
Kalandra dengan napas terengah-engah muncul dihadapan Liliyana yang tengah berdiri dengan tas ditangannya.
"Mas Alan, kamu kenapa ngos-ngosan gitu? Baru sampai juga?" tanya Liliyana.
Kalandra mengembuskan napas kasar. "Kau sejak kapan sampai?"
"Barusan," jawab Liliyana.
"Shittt." Kalandra segera masuk ke kamar hotel meninggalkan Liliyana lagi.
"Dia kenapa lagi sih? Apa aku salah lagi?"
Sebenarnya Kalandra kelelahan karena mencari-cari Liliyana. Dia pikir Liliyana hilang karena tak ada dalam pengawasan matanya. Ternyata Liliyana malah sampai duluan di hotel. Kalandra menyesal telah menghabiskan tenaganya mencari Liliyana.
...***...
Selesai membersihkan badan. Liliyana bermaksud untuk pergi makan. Tapi sejak tadi Kalandra seperti mengajaknya bermusuhan. Wajah masam Kalandra dia artikan begitu. Mungkin kesal padanya, meski dia tak tahu apa alasannya.
"Mas, aku mau cari makan. Mas mau ikut?"
"Tidak," jawab Kalandra dingin seperti biasanya.
"Apa Mas gak lapar?"
Kalandra menghela berat. Ia lalu memegang perutnya. Jujur ia memang kelaparan sejak tadi.
"Ayo kita cari makan."
Liliyana tersenyum. "OK."
Berjalan beriringan tapi berjauhan. Begitulah Kalandra dan Liliyana. Tapi saat mereka tengah berjalan menuju restoran, Kalandra lebih dulu peka seperti ada orang yang mengawasi mereka sejak mereka tiba di tempat itu.
Karena menyadari sesuatu, Kalandra pun sambil mencari-cari keberadaan orang yang mencurigakan di sekitarnya. Lalu ia melihat seseorang yang tampak cocok dengan kecurigaannya. Pakaian serba hitam dengan kamera di lehernya.
"Ini pasti kakek Anggara yang menyuruh."
"Ada apa, Mas?"
"Liliyana, kemari mendekat."
"A-aku?" Liliyana menunjuk hidungnya.
"Ya. Cepatlah."
Liliyana bingung, dia malah diam saja tak bergerak.
Kalandra mendengkus lalu menarik tangan Liliyana, menggandeng tangannya erat.
"Tetap begini, senyum seolah kita sedang bersenda gurau."
"Hah, apa?"
Kalandra lalu tersenyum manis menatap Liliyana. Demi apa pun itu pertama kalinya Liliyana melihat senyum Kalandra. Jantungnya berdentum kuat tak karuan. Sepertinya senyum Kalandra memiliki efek memabukkan. Terbukti Liliyana sampai tersihir oleh lengkung di bibir Kalandra yang tak memudar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Eka Bundanedinar
elah alan nyesel nnti g da yg prhstian lg
2023-11-22
0
JianXu_Gege
terlaluu kauuu alann 🤧
2023-11-17
0
IG Cherry.apink
Udah aku update dari pagi dan udah berhasil tapi bab 6 nya belum muncul juga guys 🙃
2023-11-17
8