“Mungkin isi pala lo ada yang geser,” celetuk Elena.
Lelaki itu malah tersenyum. “Jadi ceritanya bales dendam, nih? Mau ngatain gue gila gitu?”
Elena diam saja. Masih kesal dengan ucapan lelaki itu tadi. Kemudian ia memeriksa isi kantong depan dan belakang celana lelaki itu. Yang diperiksa menurut. Pandangannya mengikuti arah gerakan tangan Elena yang merogoh seluruh isi kantong celananya.
Elena tidak mendapatkan apapun.
“Nyariin apa?” tanya lelaki itu.
“Nyari dompet lo.”
“Gua mana punya duit.”
“Heh, orang aneh, duit lo tu gak penting.”
“Nah, trus nyari apaan?”
“KTP. Gue mau tau siapa lo, dimana alamat lo, biar gampang gue ngebalikin lo ke tempat asal lo.”
Lelaki itu mengangguk. “Tapi jangan panggil gue orang aneh, dong.” Lelaki itu menunduk, menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Lantas gue mesti panggil lo apa? Lo aja nggak inget siapa nama lo.” Elena tersenyum kesal.
Lelaki itu berpikir. Mencari nama yang keren.
Sebelum lelaki itu sempat menjawab, Elena keburu berkata, “Boy, jangan ngikutin gue terus. Pergilah sana!”
“Tapi gue nggak punya tujuan, bisa nyasar kalo jalan nggak pake tujuan.”
Elena memandang paras wajah lelaki yang dahinya berkerut itu. Tatapan tajam Elena memudar, berubah dengan iba. Ingatan lelaki itu telah sempurna hilang. Tak wajar jika Elena tidak mau memberi bantuan. Ia masih punya sebongkah perikemanusiaan.
Lelaki itu tetap tersenyum meski Elena terus bersikap jutek, meski dibalik senyumnya terdapat kegundahan karena tidak tahu akan tinggal dimana.
Elena percaya lelaki itu berasal dari seputaran Jakarta. Dia hanyut di sungai yang mengaliri ibu kota, tentu dia berasal dari wilayah yang tidak jauh dari sana.
“Oke Boy, lo akan gue anterin ke kantor polisi. Biar polisi yang urus elo.”
Kening lelaki yang disebut dengan nama Boy semakin mengerut. Tampak tidak suka dengan apa yang dikatakan Elena.
“Apa lo nggak bisa numpangin gue di rumah lo untuk sementara waktu? Sejak tadi lo ngusir gue mulu?” lirih Boy penuh permohonan. Elena adalah orang pertama yang dilihatnya saat ia membuka mata, Elena juga orang yang menolongnya. Ia percaya perempuan itu adalah orang baik. Dan ia hanya ingin berada di dekat orang yang dikenal. Elena.
Elena berpikir. Itulah yang jadi masalah. Ukuran rumahnya saja hanya dua kali tiga meter, tanpa pembatas ruangan, persis kotak kado. Dapur, ruang makan, ruang belajar, sampai ruang tidur pun dilakukan di satu ruangan itu. Dan mandi, untuk kegiatan yang satu itu, ia akan pergi ke sungai. Berjalan kaki sepanjang beberapa puluh meter. Barulah bisa mandi.
Elena berpaling. Lelaki itu mengikuti dan berhenti di depan Elena. “Lo keberatan kalo gue ikut lo? Kalo bukan lo, gue mesti minta bantuan siapa? Cuma lo sekarang yang gue kenal,” lirih lelaki itu kecewa. “Kalo kedua orang tua lo nanyain soal gue, lo jawab aja apa adanya. Katakan sama mereka bahwa gue butuh pertolongan.”
“Nggak perlu lo pikirin apa pendapat kedua orang tua gue nanti, mereka udah nggak ada.” Semburat kesedihan tergambar di permukaan wajah Elena.
“Sorry, gue nggak tau,” ungkap lelaki itu menyesali telah menanyakan kedua orang tua Elena yang telah tiada. Ia terus mengikuti kemana arah langkah kaki Elena. Kemudian merebut karung di punggung Elena dan memindahkannya di kedua bahunya. Memaksa. Ia berusaha memberikan jasa untuk menarik simpati Elena. Tak hanya itu, ia juga turut memungut barang rongsokan. Meski gerakannya sulit dan terlihat kaku.
Tbc
love,
Emma Shu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
❀𝕴𝖒𝖆 𝕶𝖎𝖓𝖆𝖓𝖌𝖌𝖎❀
maria mercedez nh thor?🙄😅😅😅
2022-02-26
0
Oliva Loda
lanjut thor,meski ceritanya msh suam2
2022-02-12
0
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
ganteng ganteng jadi pemulung ta' iye🤣🤣
2022-01-17
0