Boy masuk tanpa dipersilakan. Seolah sedang memasuki rumahnya sendiri. Elena ikut masuk. Boy sudah duduk di atas papan yang biasa dijadikan alas tidur Salva. Lelaki itu meraih buku di dalam kardus, buku pelajaran Sekolah Dasar, milik Salva. Membuka dan melihat-lihat sekilas.
“Punya adik gue. Dia masih kelas dua Sekolah Dasar.” Elena menjelaskan sembari mengamati senyuman Boy yang tak pernah lepas dari wajah. Ternyata apa yang ditakutkannya tidak terjadi. Boy justru menikmati suasana di rumah reot itu tanpa merasa ilfil.
“Salva pulang!”
Sejurus pandangan mengarah pada suara bocah yang berdiri di ambang pintu, mengenakan seragam merah putih. Anak kecil yang rambutnya diikat dua menggunakan karet gelang di ubun-ubun itu tampak heran melihat lelaki asing yang duduk santai di tempat tidurnya.
“Panggil aja Kak Boy,” tukas Elena mencoba menjawab kebingungan Salva. Elena kemudian menjelaskan apa yang baru saja terjadi hingga Boy bisa sampai ke gubuk derita itu.
Salva mengangguk, kemudian berjalan masuk dan duduk di sisi Boy. Ia tersenyum lebar dan dibalas senyuman manis oleh Boy.
Salva tertegun menatap wajah Boy, sampai akhirnya Boy melambaikan tangan di depan muka Salva dan berseru, “Hellooow...!”
Salva tersadar dan tertawa renyah.
“Ada yang salah sama muka gue?” Boy menyentuh-nyentuh mukanya. “Kenapa ngeliatin sampe segitunya?”
Salva menggeleng. “Kakak ganteng. Bisa jadi bintang film, Kak.”
Boy tergelak, Salva lucu sekali.
“Jadi… mulai hari ini rumah kita akan ketambahan warga baru?” tanya Salva dengan wajah ceria. Senang sekali mendapat teman baru, meski usianya jauh di atasnya.
Elena mengangguk.
“Horeee…!!! Salva punya temen baru.” Salva menjingkrak kegirangan.
Boy tersenyum cerah merasa senang dengan sambutan itu.
“O iya Kak, Salva tadi ulangan Matematika dapet nilai sepuluh, loh.” Salva cepat-cepat mengeluarkan selembar kertas dari tas. Menunjukkan angka mengagumkan itu.
Sekilas Elena menoleh. Kemudian mengusap kepala yang dihias kuciran kuda itu. Yang diusap nyengir. Bangga. Elena tahu adiknya itu cerdas dan pintar. Selama ini Salva selalu mendapat juara umum. Begitu mudah Salva menangkap pelajaran yang disampaikan. Lalu, apa jadinya jika anak pintar itu putus sekolah karena terkendala biaya? Sungguh malang nasib anak cerdas yang tidak sanggup bersekolah karena terkendala biaya. Dialah bibit kemajuan bangsa. Elena merasa harus menyekolahkan Salva hingga ke bangku pendidikan yang tinggi, hingga menjadi manusia yang berguna untuk banyak orang. Begitu besar harapannya kepada adiknya yang cerdas itu. Elena tidak ingin Salva menjadi seperti dirinya, yang berhenti sekolah hanya sampai lulus SMA saja.
Begitu banyak guru yang menangis dan berpesan agar Elena melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. Dia adalah siswi cerdas yang berturut-turut meraih juara satu umum. Dia menjadi siswi penerima bea siswa berperstasi sejak SMP hingga SMA. Tapi siapa yang tahu nasib manusia?
Elena tidak ingin Salva memiliki nasib yang sama sepertinya. Anak cerdas seperti Salva harus bisa meraih cita-cita. Ia yakin Salva akan mendapat bea siswa berprestasi sepertinya.
“Kak, kok bengong?” Salva mengguncang tangan Elena.
Yang diguncang terkejut.
“Good, kan?” Salva mengacungkan jempolnya yang kecil.
“Iya,” singkat Elena.
Salva kemudian menunjukkan nilainya kepada Boy, yang disambut suka cita oleh lelaki tampan itu. Salva mengajak Boy cas (telapak tangan Boy bertepuk dengan tangan Salva). Boy menuruti. Keduanya tertawa riang. Lalu mereka berdebat ketika Boy salah melayani permintaan Salva. Baru bertemu, mereka sudah terlihat akrab sekali.
Elena membuka tudung saji. Menurunkan baskom kecil berisi nasi, sepiring kecil tumis daun ubi, dan semangkuk tumis kentang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Sukma Sae
ikut
2021-11-24
1
Ashika ruhab
sedih baca ceritanya... 🥺kehidupan elena & adiknya miris...😭😭
2021-08-27
0
Juan Sastra
thorr kan bisa cari kerja di cape atau apa gitu,, art,, atau apalah,, kan punya ijazah.. SMA
2021-04-25
0