Air Mata Anak Kandung

Air Mata Anak Kandung

BAB 1

"Hari ini sepulang sekolah Ayu singgah di kantor bapak ya?" tanyaku kepada bapak.

"Hmmmm,,, jika mau singgah pasti anak bapak ini ada maunya". Jawab bapak.

Bapakku adalah salah satu karyawan Bank di kota kelahiranku. Dan karyawan Bank setiap bulannya akan menerima gaji setiap tanggal 25. Dan hari ini adalah hari gajian bapak.

Pak Ahmad adalah bapak dari Ayu. Beliau sangat menyayangi anak perempuannya tersebut. Tapi tidak semua permintaan ayu, Pak Ahmad akan mengikutinya. Beliau memilah milah apa saja yang bisa dituruti dan apa yang tidak bisa dituruti. Seperti hari ini. Dihari gajian Pak Ahmad, Ayu meminta dibelikan buku "Binder". Buku "Binder" seperti halnya buku harian atau buku diary pada umumnya akan tetapi, lembaran lembaran kertas di buku binder lebih berwarna dan bergambar.

Tak berselang lama, dari dapur muncullah Bu Sita. Bu Sita adalah ibu dari Ayu. Tetapi Bu sita tidak pernah menunjukkan kasih sayangnya kepada ayu. Sambil merapikan peralatan dapur yang telah di cuci, Bu sita mengomel. "Ya, ikuti saja semua kemauan anakmu itu. Memang dasar anak tidak tau diri. Taunya hanya minta dan menghabiskan uang bapak". Mendengar Omelan ibunya dari arah dapur, Ayu hanya bisa diam. Matanya berkaca kaca. Dia hanya bisa berbicara dalam hati. "Mengapa tidak ada kasih sayang ibu untukku. Sejak kecil ibu selalu memarahiku, mengumpatku. Walaupun kesalahan yang kulakukan sangat kecil. Berbeda dengan adik-adikku. Ibu sangat menyayanginya. Aku juga ingin dipeluk, bercanda tawa dengan ibu tapi rasanya itu tidak mungkin".

"Kalau begitu bapak tidak usah membelikan buku binder itu. Jika bapak membelikan, Ayu takut jadi sasaran kemarahan ibu". Ujar Ayu kepada bapaknya.

Sebenarnya Pak Ahmad juga kasihan kepada Ayu yang selalu jadi sasaran kemarahan ibunya. Entah sudah berapa kali pak Ahmad memarahi istrinya karena terlalu seringnya beliau mendengar anaknya tersebut dimarahi dan dicaci maki dengan perkataan yang tidak pantas dilontarkan oleh seorang ibu.

Menjelang pukul 07.00, Ayu dan adiknya berangkat ke sekolah. Mereka ke sekolah menggunakan sepeda motor dan berboncengan tiga. Karena Ayu dan adiknya satu sekolah jadi berangkatnya mereka sama sama.

Sesampainya di kantor, Pak Ahmad tidak dapat berkonsentrasi untuk bekerja. Dia terus memikirkan sikap istrinya kepada Ayu. Dia tidak habis pikir mengapa sikap istrinya bisa sekejam itu terhadap Ayu padahal Ayu adalah anak kandungnya. Darah dagingnya sendiri.

Di tempat lain, Bu Sita terus mengomel. "Enak saja mau mengikuti kemauan Ayu. Untuk kebutuhan dapur saja tidak cukup, malah mau membelikan buku yang tidak berguna itu".

Walaupun terus mengomel, akan tetapi Bu Sita tetap melakukan pekerjaan rumah sehari hari. Mulai dari membersihkan dan memasak untuk makan siang nanti.

Di sekolah, ketika bel istirahat berbunyi teman teman Ayu segera beranjak menuju ke kantin. Mereka ingin membeli jajanan karena perut mereka keroncongan meminta diisi. Ayu masih tidak bergeming dari kelasnya. Ia hanya membaca buku yang berada di depannya. Beberapa kali teman Ayu mengajaknya ke kantin tapi Ayu menolaknya secara halus dengan berdalih bahwa ia sudah sarapan dari rumah dan masih kenyang.

Ayu sebenarnya ingin juga ke kantin. Ia ingin berbelanja seperti teman temannya yang lain. Akan tetapi keinginan itu ia tepis jauh jauh. Ibunya hanya memberi Ayu uang untuk transport pulang. Ayu harus bijak menggunakan uang tersebut. Apabila ia membelanjakan uang tersebut, maka ia akan berjalan kaki pulang. Sebenarnya bisa saja ketika jam pulang sekolah, Ayu singgah ke kantor bapaknya untuk meminta uang transport. Tapi hal itu tidak ia lakukan. Ia takut jika ibunya mengetahui jika Ayu singgah di kantor bapak dan meminta uang transport maka itu akan menimbulkan kemarahan ibunya. Ayu mau sebisa mungkin tidak menyebabkan ibunya marah.

"Ayu, kok kamu tidak ke kantin? Jangan bilang kalau kamu sudah sarapan di rumah". Tanya Ipha, sahabat Ayu.

"Iya, tadi aku sudah sarapan di rumah kok. Jadi tidak perlu lagi berbelanja ke kantin". Jawab Ayu.

Seakan-akan tidak mengindahkan jawaban sahabatnya tersebut, Ipha menarik tangan Ayu menuju ke kantin. "Yuk, ke kantin. Hari ini aku yang traktir kamu". Ucap Ipha kepada Ayu.

Sebenarnya Ayu sangat terharu dengan perlakuan sahabatnya. Ipha tidak pernah merendahkan dan selalu memberikan hadiah kecil untuk Ayu. Ipha sangat mengetahui masalah yang dihadapi Ayu dan ia juga mengetahui perlakuan ibunya kepada Ayu. Dia sangat prihatin kepada sahabatnya tersebut tapi ia tidak bisa berbuat lebih.

Sepulang dari sekolah, Ayu lalu mengganti pakaian sekolahnya dan beranjak ke dapur untuk makan siang. Hari ini Bu sita memasak sayur daun singkong dan tempe goreng. Menu sederhana yang menjadi favorit Ayu sekeluarga. Ayu tidak pernah mengeluh dengan makanan yang dimasak oleh ibunya. Ia selalu bersyukur dengan rejeki yang diberikan.

"Makanannya jangan dihabiskan. Simpankan juga untuk bapak dan adik-adikmu". Gumam Bu sita kepada Ayu

Mendapat pertanyaan seperti itu, selera makan Ayu seolah olah telah hilang. Dalam hati ia berucap bahwa makanan sebanyak ini tidak mungkin ia habiskan seorang diri. Mata Ayu jadi berkaca kaca. Untuk makan saja, seolah olah ibunya tidak ikhlas jika makanan yang telah tersaji dimakan oleh Ayu Padahal Ayu juga adalah anaknya. Ayu juga lapar setelah seharian berada di sekolah. Jika tidak ingat dosa, mungkin Ayu sudah beranjak dari meja makan tetapi itu tidak ia lakukan. Ia ikhlas menerima semua perlakuan ibunya. Ia menganggap jika itu menjadi pahalanya kelak.

Sambil berurai air mata, Ayu segera menghabiskan makanan yang berada di piringnya. Beruntung tadi Bu Sita keluar rumah jadi ia tidak melihat Ayu makan sambil berlinang air mata. Ayu berfikir mengapa ia harus hadir di dunia ini jika hanya menerima kebencian dari ibu kandungnya sendiri. Ia tidak meminta dirinya hadir jika kehadirannya menyebabkan beban untuk ibunya. Makanan yang terasa enak seolah olah menjadi hambar. Ia tidak berselera lagi memakannya tetapi jika makanan itu ia sisakan maka itu akan menyebabkan kemarahan Bu Sita lagi. Tidak butuh waktu lama, makanan yang berada di piring Ayu telah habis. Ia ingin cepat menghabiskan makanan tersebut agar ia bisa masuk ke dalam kamarnya. Ia mau menumpahkan semua kesedihannya di kamarnya tersebut. Baginya, kamar adalah tempat ternyaman untuk berkeluh kesah. Ia bisa menangis sepuasnya dan apabila ia telah lelah menangis, maka semua kesedihannya ia tumpahkan ke dalam buku hariannya. Entah berapa banyak tulisan yang telah ia goreskan di buku tersebut. Baginya, Buku harian tersebut adalah sahabat sejatinya selain Ipha. Di buku tersebut, ia menceritakan semua kesedihannya. Bagaimana sikap Bu Sita kepada dirinya. Di buku tersebut Ayu juga menuliskan beberapa keinginannya. Ia ingin disayang oleh ibunya, diajak bercengkrama dengan penuh kasih sayang dan beberapa keinginan lainnya yang memang tidak pernah ia dapatkan selama ini. Beruntung masih ada pak Ahmad, Bapak Ayu yang sangat menyayangi dirinya. Ayu tidak bisa membayangkan jika sikap Pak Ahmad seperti dengan ibunya.

Terpopuler

Comments

_-_

_-_

𝗆𝗂𝗋𝗂𝗉 𝗌𝖾𝗉𝗋𝗍𝗂 𝗄𝗂𝗌𝖺𝗁 𝗄𝖾𝗁𝗂𝖽𝗎𝗉𝖺𝗇 𝗄𝗎 𝗌𝖾𝗁𝖺𝗋𝗂² 𝗒𝖺😁

2023-11-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!