99 HARI MALAIKATKU
"Tak peduli jika aku harus melakukan hal yang berbahaya sekali pun, asal aku bisa hidup abadi di Surga setelahnya, El. Aku mohon ... Mengapa sulit sekali saat aku yang meminta? Fiona saja sekarang sudah bahagia di sana." Shienna—malaikat berparas cantik itu berlutut. Meminta pada Elena—Malaikat yang memiliki pangkat lebih tinggi darinya.
"Itu karena Fiona berhasil menyelesaikan misinya, Shienna. Lalu apakah kau yakin bahwa kau akan bisa seperti Fiona?" tanya Elena, melipat kedua tangannya di depan dada. Ia berdecih dan memutar bola matanya. "Kau, tugas yang ringan saja selalu ceroboh."
Shienna seketika terdiam. Benar, ia mengakui bahwa dirinya sendiri itu ceroboh, bahkan sangat ceroboh. Berkali-kali ia melakukan kesalahan dalam tugasnya tetapi Elena tidak pernah memberikan hukuman yang berat padanya. Ia benar-benar beruntung mendapatkan Elena.
"El ... aku mohon." Shienna menyatukan kedua telapak tangannya.
Menghembuskan napas, Elena lalu meminta Shienna untuk berdiri. "Maka, hiduplah sebagai manusia dan jalani kehidupan sebagaimana manusia melakukannya setiap hari di bumi. Jika kau berhasil maka kau akan mendapat apa yang kau mau," jelas Elena.
Shienna membulatkan matanya. Ia tak berkedip sama sekali. Antara ingin merasa bahagia atau bingung memikirkan bagaimana ia harus melakukan sesuatu di bumi, tapi yang jelas Shienna pasti akan menjalankan tugas dari Elena itu.
"Bagaimana aku melakukannya? Apakah aku akan mendapat pekerjaan? Atau aku menjadi murid sekolahan? Lalu, apa yang tidak boleh aku lakukan?" pertanyaan-pertanyaan Shienna itu membuat Elena ingin berteriak dengan kesal. Apakah ia tidak bisa menanyakannya satu per satu?
"Jangan jatuh cinta pada siapapun." Ucapan Elena itu membuat Shienna bungkam seketika.
"Lalu ... Bagaimana jika aku malah jatuh cinta?" tanya Shienna ragu-ragu.
"Maka sayap mu perlahan akan rusak di setiap kau merasa jatuh cinta. Apakah kau tahu bagaimana resikonya jika sayap mu rusak sepenuhnya?"
Shienna menggeleng kepala. Matanya begitu memancarkan rasa takut dan khawatir. Andai saja ia bisa memilih tugas sendiri, maka ia akan menghindar dari tugas ini. Ia sangat tidak yakin pada dirinya sendiri.
"Maka kau tidak bisa terbang ke Surga."
—oOo—
Setelah berpikir panjang, akhirnya Shienna memutuskan untuk menerima tugas dari Elena. Dengan penuh kepercayaan diri ia mendatangi dan ia setuju dengan apa yang Elena perintahkan.
"Baiklah El, apa saja yang akan aku lakukan nantinya?" tanya Shienna, menghampiri Elena yang sedang berdiam diri.
"Mana aku tahu. Lagipula, memangnya kau setuju?" Elena malah bertanya balik.
"Aku setuju, El." Shienna mengangguk dengan mantap. Hingga sebuah pertanyaan terlintas dipikirannya. "Tapi tunggu, berapa hari aku harus hidup menjadi manusia?"
"Sembilan puluh sembilan hari," jawab Elena singkat.
Memejamkan mata, Shienna lantas menganggukkan kepala. Ia tersenyum, menatap wajah Elena dengan tatapan yang meyakinkan.
"Baiklah, El. Aku akan berusaha semaksimal mungkin," ucap Shienna pada akhirnya.
"Ya, kau harus."
"Tapi, apakah ada perbedaan dariku saat aku menjadi manusia?"
"Mungkin kemampuanmu akan sedikit berkurang."
Shienna mengangguk. "Kapan aku akan memulai?" tanya Shienna sekali lagi.
"Sekarang."
......................
Shienna menggerutu sedari tadi. Ia belum menyiapkan apapun, tetapi ia sudah dikirim ke bumi saat itu juga. Ia bingung sekali harus pergi kemana. Lagipula, sepertinya ini masih malam hari karena langit masih terlihat gelap dan tidak ada seorang pun di sana selain dirinya yang sedang berjalan tanpa tujuan juga tanpa membawa apapun selain pakaian yang ia pakai.
"El, kau jahat sekali. Ini sangat dingin, mengapa kau tidak membiarkan aku memakai pakaian yang lebih tebal untuk menghangatkan badanku?" Shienna tak mendapat balasan apapun dari Elena. Tentu saja, Elena sedang berada jauh darinya sekarang.
"Aish ... Aku harus pergi kemana? Apakah aku harus menginap di hotel? Tapi aku tidak mempunyai uang atau apapun. Bagaimana jika aku tidur di depan toko sana? Ah, itu tidak mungkin. Bagaimana jika saat esok pagi aku bangun dan orang-orang mengira kalau aku adalah orang gila. Ah, itu terlalu mengerikan."
"Bahkan kau sudah menjadi seorang tunawisma sejak berada di sana, Shienna." Suara Elena tiba-tiba muncul. Shienna langsung mencari ke segala arah, namun ia tidak mendapati keberadaan Elena di dekatnya.
Shienna merasa frustasi. Ia mengacak rambutnya dan menghentak-hentakkan kakinya. Ia terus berjalan meski dengan emosi yang meletup-letup.
"Langit! Berikan aku uang, setidaknya untuk menyewa sebuah kamar di hotel," ucap Shienna sambil mengangkat kedua tangannya. Berharap permintaannya itu akan dikabulkan. Namun, ternyata tidak ada jawaban apapun atau bahkan uang yang turun kepadanya.
"Aish, aku benar-benar bisa gila jika terus seperti ini." Shienna meracau.
Akhirnya perempuan itu memutuskan untuk menyebrangi jalanan. Tanpa melihat ke kanan dan ke kiri, ia berjalan lurus saja. Sampai-sampai ia tidak menyadari kendaraan beroda empat melaju dengan cepat ke arahnya.
Dan ... Ia pun tertabrak.
"Apa yang aku bilang. Kau ceroboh sekali, Shienna. Aku tidak yakin kau akan terus bertahan. Mengapa kau sangat bodoh, Shienna!?"
......................
"Apakah kau yakin? Ini sudah pukul tiga dini hari, Jeff. Lebih baik menunggu sampai matahari terbit saja, baru kau pulang ke rumah." Suara Jake menginterupsi Jeffrey yang tengah bersiap-siap untuk pulang. Memang keras kepala sekali Jeffrey ini, Jake sampai menggeleng kepala.
"Jika kau mau menunggu dahulu, tunggu saja sendirian. Aku ingin pulang dan tidur dengan nyaman. Jangan meneleponku dahulu sebelum aku bangun." Menggendong tasnya, Jeffrey kemudian pergi meninggalkan Jake yang mendengkus kesal. Baiklah, ia akan membiarkan tuannya itu pergi lebih dahulu darinya.
Memasuki area parkiran, Jeffrey langsung saja memasuki mobilnya ketika sudah sampai. Ingin tidur, itu yang ada di pikiran Jeffrey sekarang ini. Lelah sekali saat ia harus mengurus pekerjaan sampai ia harus melewatkan waktu tidurnya. Ditambah Jake yang banyak berbicara membuat kepalanya lebih pusing.
Meninggalkan kawasan gedung kantornya, Jeffrey mengemudi dengan kecepatan tinggi. Mumpung keadaan di jalanan sangat sepi, sampai tidak ada yang berkendara selain dirinya. Ia juga ingin cepat sampai di rumah. Jeffrey semakin menaikkan kecepatan kendaraan beroda empatnya itu.
Alih-alih sampai di rumah dengan cepat, Jeffrey malah terkena masalah. Seorang perempuan yang menurutnya tiba-tiba saja melewat membuatnya terkejut dan menabrak perempuan itu karena ia tidak sempat menginjak rem. Sial! Harusnya ia menuruti perkataan Jake tadi.
Jeffrey terdiam seketika. Tak tahu harus berbuat apa. Juga tak ada tanda-tanda perempuan itu bangun atau selamat. Jeffrey mulai panik, ia bingung harus meminta bantuan kemana karena tak ada satu orang pun di sana selain dirinya dan perempuan yang ia tabrak barusan.
Jeffrey segera melepas sabuk pengamannya dan keluar dari mobilnya. Alangkah paniknya ia saat perempuan itu tergelatak miris di depan mobilnya. Jeffrey menghampiri perempuan itu dan menekuk lututnya. Ia cek pergelangan tangan perempuan itu untuk memastikan bahwa nadinya masih berdenyut. Untunglah, perempuan itu tidak kehilangan nyawanya.
Jeffrey lalu merogoh sakunya untuk mengambil ponsel. Cepat-cepat ia mencari nomor kontak Jake untuk menelepon pria itu. Sambil menggigiti kuku jarinya, Jeffrey setia menunggu panggilannya dijawab oleh Jake.
Seketika sambungan telepon terhubung, Jeffrey menarik napasnya terlebih dahulu sebelum berbicara.
"Jake! Aku menabrak seorang perempuan di sini. Mungkin letaknya sekitar satu kilometer dari kantor. Cepat kesini, Jake. Sebelum ada orang-orang yang akan mengetahui insiden ini. Cepat, Jake! Aku panik. Ah, jangan lupa untuk membawa air yang banyak."
"Aish kau ini! Aku baru saja memejamkan mata, tahu."
Tidak peduli Jake mengomel di sana. Jeffrey langsung saja menutup panggilan dan ia mematikan ponselnya.
Karena takut terkena skandal, Jeffrey lantas membopong perempuan itu untuk masuk ke dalam mobilnya. Masa bodoh dengan darah yang entah keluar dari bagian tubuh yang mana, Jeffrey tidak mau memikirkan itu sekarang ini.
Ia hanya perlu menunggu Jake datang dengan air yang ia pinta dan ia bisa membersihkan darah yang mengalir di atas aspal. Ia berdoa agar Jake bisa datang dengan cepat, sebelum ada polisi atau apapun yang akan menghampirinya lebih dahulu. Juga ia berharap tidak akan ada yang tahu akan hal ini selain dirinya sendiri.
......................
To be continued..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments