Bab 04

Menengadahkan kepala, menatap cakrawala yang sudah menjingga, juga angin yang berhembus turut menemani meski hanya selintas melewati. Jeffrey menyesap teh hangatnya. Bersantai di balkon adalah suatu hal yang wajib baginya. Selain untuk menenangkan pikiran, ia juga suka dengan suasana sore hari.

Meletakkan cangkir di atas meja kecil di sampingnya, Jeffrey lalu meraih ponsel. Notifikasi yang berbunyi, membuat seluruh atensinya tertuju pada benda pipih bercahaya itu. Membaca pesan dari kekasihnya, Jeffrey kemudian masuk ke dalam rumah untuk menghampiri Yuri yang baru saja datang ke sana.

"Mengapa kau tidak langsung ke balkon saja?" Jeffrey langsung bertanya. Ekspresinya itu tidak pernah berubah. Tak pernah sekali pun ia terlihat ceria ketika sedang bersama Yuri. Meski pun gadis itu adalah kekasihnya, tetap saja ia tidak suka. Memangnya siapa yang mau menjalin hubungan secara terpaksa seperti ini?

"Karena aku tidak tahu," jawab Yuri sambil mengangkat kedua bahunya. "Lagi pula aku mengirim pesan padamu sejak lima belas menit yang lalu, tapi mengapa kau baru membacanya barusan?" tanya Yuri sembari menyilang kedua tangan.

"Bunyi notifikasinya baru saja muncul," jawab Jeffrey sejujur-jujurnya.

"Tunggu sebentar, Jeff! Aku ingin ke toilet."

Yuri melempar tasnya ke atas sofa dan ia berlari menuju toilet yang berada di samping kamar Shienna. Jeffrey menggelengkan kepala, ia lalu duduk di atas sofa untuk menunggu Yuri kembali dari toilet.

Tidak sampai lima menit, Yuri selesai dan ia keluar dari dalam toilet. Berjalan beberapa langkah, ia pun berhenti tepat di depan pintu kamar. Ia merasa curiga karena tidak biasanya pintu kamar itu terbuka. Meski hanya sedikit saja, bisa Yuri lihat ada seseorang yang berbaring di dalam sana.

Alisnya bertaut, ia hendak masuk ke dalam, tetapi Jeffrey lebih dahulu menutup pintu kamar itu dan menguncinya. Tatapan tajam dari matanya jelas membuat Yuri ketakutan sekaligus curiga. Memangnya ada apa di dalam, sampai-sampai Jeffrey menutupinya seperti ini darinya?

"Siapa yang di dalam, Jeff?" tanya Yuri sambil berusaha mengambil kunci dari genggaman Jeffrey.

"Kau tidak perlu tahu karena itu bukan urusanmu." Jeffrey menjawab dengan ketus. Padahal sebenarnya ia juga takut Yuri akan mengetahui segala tentang perempuan yang ada di dalam.

"Aku perlu tahu, Jeffrey!" bentak Yuri pada kekasihnya itu. "Oh, apa jangan-jangan kau menyembunyikan seorang perempuan di dalam sana?" Yuri melotot. Sial! Bagaimana dia bisa tahu?

"Lalu bagaimana jika iya? Apa kau akan melarang ku? Memangnya kau punya hak apa untuk mengatur hidupku?"

"Jeffrey! Apa maksudmu?"

Mata Yuri berkaca-kaca. Ia tidak menyangka pada kekasihnya ini. Sebenarnya Jeffrey menganggapnya sebagai kekasih atau bukan? Mengapa lelaki itu berbuat seperti ini padanya? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di kepalanya sekarang ini.

"Sudahlah. Aku tahu jalan pikiranmu itu. Ini semua tidak seperti apa yang kau kira."

Jeffrey langsung saja membawa Yuri ke dalam pelukannya saat ia sadar bahwa kekasihnya itu akan menangis. Ia usap punggung Yuri dengan lembut sembari berpikir kapan ia akan berhenti berpura-pura seperti ini. Perasaan tidak pernah berbohong. Sedari awal pun ia tidak pernah membuka hatinya untuk Yuri.

"Di dalam tidak ada siapa-siapa. Penglihatanmu mungkin saja salah. Sudah, ya. Ayo! Aku akan mengantarmu pulang dan menemanimu di sana," ucap Jeffrey. Melepas peluk, ia tangkup wajah gembul Yuri dengan kedua tangannya.

Yuri mengangguk. Ia pun ambil tasnya lalu ia melangkah lebih dahulu keluar rumah.

Ah, hampir saja! Jeffrey membatin. Lantas ia ambil kunci mobil dan menyusul Yuri keluar.

......................

"Elena, Elena, Elena! Harus sampai kapan aku berpura-pura koma seperti ini?" tanya Shienna setelah memastikan tidak ada siapa pun di rumah Jeffrey. Penglihatannya berputar, mencari keberadaan Elena dari setiap sudut ruangan.

Perlahan muncul di hadapan Shienna, Elena menekuk wajahnya. Ia menatap sinis pada Shienna yang malah tersenyum lebar kepadanya.

"Kapan aku akan bangun, El?" tanya Shienna.

"Kau sudah bangun, bodoh." Elena menjawab sambil mendelikkan mata.

"Bukan begitu maksudku, El. Juga, mengapa kau selalu memanggilku dengan sebutan bodoh? Aku tidak sebodoh yang kau ucapkan tahu," ujar Shienna lalu mencebikkan bibirnya.

"Karena tampang mu terlihat seperti orang bodoh," jawab Elena sekenanya. "Kau mau tahu kapan kau berhenti berpura-pura koma? Ya, jawabannya adalah besok. Kau harus bangun saat kedua lelaki itu ada di sini. Ingat! Kau juga harus berpura-pura lagi seperti orang yang selayaknya baru bangun dari koma."

"Lalu setelah itu ... Apa lagi?"

"Bersikaplah seakan-akan kau kehilangan ingatanmu. Jika mereka bertanya, jawab saja kau hanya ingat  saat di mana kau mengalami kecelakaan. Selain dari itu, bilang saja bahwa kau tidak ingat apa-apa."

"Mengapa?" lagi-lagi Shienna bertanya.

"Itu ... Nanti juga kau akan tahu kedepannya bagaimana."

Mendengar derap langkah dari luar kamar, Shienna panik. Cepat-cepat ia mengubah posisinya menjadi seperti semua. Terbaring tanpa sadar agar tidak ada yang curiga. Setelah memastikan Shienna benar-benar berbaring lagi, Elena lalu pergi begitu saja.

Pintu kamar sedikit terbuka, menampilkan Jake yang menyembulkan kepalanya ke dalam untuk mengecek keadaan Shienna karena barusan ia mendengar suara ribut dari dalam sana. Ia mengernyitkan dahi dan kembali menutup pintu.

"Ah, mungkin aku salah dengar," gumamnya sembari menggelengkan kepala.

Melanjutkan langkah, sembari menerima telepon dari Jeffrey, Jake kemudian masuk ke dalam kamarnya.

"Aku akan pulang telat, Jake. Tolong jaga perempuan itu dan telepon saja jika terjadi apa-apa." Itu suara Jeffrey dari seberang sana.

"Iya." Jake membalas singkat dan menutup telepon secara sepihak. Ia tidak peduli berbuat seperti itu pada Jeffrey. Toh lelaki itu juga tidak mempermasalahkannya. Jeffrey juga selalu bilang pada Jake bahwa anggap saja dia sebagai teman meski usia mereka agak jauh. Jeffrey juga tidak terlalu membatasi karena ia sudah hidup bersama Jake bertahun-tahun lamanya.

Merebahkan tubuh, Jake lantas memejamkan matanya.

Sedangkan di ruangan lain, Shienna tersenyum tanpa membuka mata. Ia hanya perlu menunggu beberapa jam lagi agar bisa bangun dan melakukan apa yang Elena perintahkan. Membuka mata, Shienna lalu menghembuskan napas. Menurutnya, tidak terlalu buruk juga hidup menjadi manusia seperti ini. Apalagi setelah insiden hari itu, ia jadi memikirkan banyak keuntungan.

Bisa saja ia tinggal di sana lebih lama, apalagi saat ia ingat jika Jeffrey tidak mau dipenjara. Ia bisa jadikan hal itu sebagai ancaman agar ia bisa tinggal lebih lama sampai waktunya berakhir. Lagipula, besok adalah hari kedua. Mana mungin ia akan melewati sembilan puluh tujuh hari ke depan sebagai gelandangan.

......................

To be continued..

Terpopuler

Comments

Edith

Edith

Sudah gila menanti update-an baru!

2023-11-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!