Dua hari sebelum Diandra keluar kamar.
Dari dalam kamar Diandra mendengar suara gaduh setiap pagi. Belum lagi suara Faris yang selalu tegas ke Fanisha. Terutama kalau Fanisha susah untuk bangun pagi.
Diandra juga mendengar anak sulungnya menjadi imam sholat untuk adiknya. Atau mengajari adiknya mengaji, kalau Fanisha salah mengucapkan huruf Hijaiyah pasti akan kena omelan Faris.
Saat kedua anaknya berangkat sekolah, rumah terasa hening. Tidak terdengar suara sang kakak yang tegas dan suara sang adik yang manja.
Diandra duduk di balik pintu menunggu anak-anaknya pulang sekolah. Dia masih belum siap untuk membuka pintu. Dia malu dengan anak-anaknya.
Saat Diandra sedang duduk menunggu anaknya pulang, terlihat bayangan yang dia yakini itu seperti bayangan Risyam suaminya. "Mas Risyam!"
Risyam tidak bisa menyentuh Diandra, mereka hanya saling berhadapan. Rasa rindu yang begitu besar tidak bisa tertahan hingga air mata Diandra mengalir. "Mas, aku rindu!"
"Mas juga rindu denganmu dek... Rindu dengan canda tawamu. Rindu dengan masakanmu. Rindu dengan cerita-cerita mu. Mas rindu semuanya." Risyam menghentikan kata-katanya hingga dia bisa melihat Diandra nangis semakin kencang.
"Tapi... Anak-anak pasti lebih rindu dengan bundanya. Kasih sayang bundanya, pelukan bundanya, masakan bundanya, cerita-cerita lucu bundanya... Mau sampai kapan kamu seperti ini dek?"
"Mas."
"Ayo dek bangkit! Lihatlah Faris sekarang sudah bisa jadi mas yang baik. Lihatlah Fanisha yang selalu berdoa untuk bundanya. Anak-anak kita sudah pada besar dek."
"Mas."
"Dek, cukup sudah sedihmu itu tidak akan membuat mas berada lagi di antara kalian. Biarkan mas tenang dan menunggu kalian."
Diandra tersadar dan menghapus air matanya, walau masih menyisakan sesak di dada.
"Kamu hebat dek, kamu kuat... Mas yakin kamu bisa jadi ibu yang hebat. Mas hanya ingin melihat kamu bahagia bersama anak-anak kita."
Support yang diberikan Risyam membangkitkan semangat baru di dalam diri Diandra. Seperti mendapatkan suntikan vitamin, Diandra bangun dari keterpurukan. Dia membuka jendela kamar yang sudah beberapa hari enggan untuk di bukanya. Diandra melihat cahaya matahari yang masuk ke kamarnya begitu hangat, sehangat kasih sayang Risyam ke dirinya dan anak-anak.
Diandra masuk kamar mandi yang ada di kamarnya, dia mulai membersihkan diri lalu berwudhu. Sudah beberapa hari ini Diandra meninggalkan sholat karena berduka. Sekarang dia melakukan sholat dhuha dan sholat taubat. Diandra memohon ampun pada Allah dan minta di ringankan siksaan Risyam di kubur dan di akhirat. Aamiin.
Diandra tau kalau makanan di rumah sudah pada habis jadi dia akan beri kejutan untuk anak-anaknya.
"Assalamualaikum..." ucap salam dari Faris dan Fanisha saat memasuki rumah.
"Permisi... Paket!" teriak kurir paket dari balik gerbang rumah.
"Mas, ada paket."
"Kamu di dalam aja ya biar mas yang ambil."
Fanisha mengangguk dan menunggu Faris dari balik jendela. Dia melihat Faris berinteraksi dengan kurir paket. Hingga akhirnya Faris membawa paket berisi makanan ke dapur.
"Alhamdulillah ada rezeki dek dari Allah." ujar Faris membuka boks ayam goreng dari makanan cepat saji.
"Alhamdulillah mas, hari ini kita makan ayam nggak makan telor lagi deh. Horee... Horee..." Fanisha melompat bahagia bisa makan ayam lagi.
Tadi pagi sebelum berangkat sekolah Faris sudah masak nasi, karena tinggal di cetek pakai rice cooker. Jadi sekarang mereka bisa menikmati makan siang tanpa harus menunggu nasi matang.
Selesai makan siang, Faris menyiapkan makan juga untuk Diandra. Walau nanti tidak di makan yang penting sudah disiapkan.
Tok... Tok... Tok...
"Bunda... Makanannya mas taruh meja ya, bunda jangan lupa makan."
"Iya bunda, hari ini kita makannya pakai ayam goreng." kata Fanisha dengan senang.
Diandra yang mendengar dari balik pintu hanya senyum-senyum karena lucu dengan kepolosan anak-anak.
"Ayo dek sholat zuhur!" ajak Faris.
"Libur dulu boleh nggak mas, adek ngantuk."
"Nggak boleh. Makanya kalau makan jangan banyak-banyak. Ayo nggak usah pakai alasan." Faris mendorong tubuh Fanisha ke kamar mandi yang ada di depan kamar mereka.
*****
"Mas, rumah bersih... Piring tadi pagi juga nggak ada." teriak Fanisha yang heboh kesana kemari melihat kondisi rumah yang mendadak bersih dan rapih.
Faris pun kaget. Tiba-tiba pintu kamar Diandra dibuka. Faris dan Fanisha melihat ke arah bundanya yang sudah terlihat kurusan. Fanisha lari dan memeluk Diandra sambil menangis, "Bunda... Adek kangen bunda!"
Diandra menyambut pelukan Fanisha. Lalu memanggil Faris untuk mendekatinya dan memeluknya. Faris berlari dan memeluk Diandra. "Maafin bunda ya nak!"
Diandra melepaskan pelukan kedua anaknya, lalu mengelus kedua kepala anaknya dengan lembut. "Mas Faris dan kak Nisha... Bunda minta maaf ya. Bunda sudah melupakan kalian. Mau kan kalian bantu bunda untuk berjuang bersama?"
Fanisha terlihat bingung dengan kata-kata Diandra, dia melihat ke Diandra dan Faris secara bergantian.
"Iya bunda, mas siap bantu bunda!" kata Faris dengan tegas dan semangat.
"Adek juga mau bantu bunda!" Fanisha ikut semangat dengan senyum manisnya.
"Sekarang harus panggil kakak dong, kan adeknya di perut bunda."
"Ehh iya bunda... Kakak Nisha. Yeaahh!!" Fanisha teriak bahagia lalu memeluk Diandra lagi.
"Hari ini bunda mau ajak kalian ke supermarket, kita beli kebutuhan yang sudah habis."
"Iya bunda." kata Faris yang langsung lari ke kamar untuk ganti baju.
"Kakak boleh minta coklat sama susu kan bunda?" tanya Fanisha saat menarik Diandra ke kamarnya.
"Boleh dong."
Setelah setengah jam Diandra dan kedua anaknya siap-siap. Mereka sudah duduk di dalam mobil, Diandra menyuruh Faris untuk memimpin doa bepergian. Lalu mobil melaju keluar dari halaman rumah.
Diandra ingat dulu pertama kali belajar mobil itu diajarkan Risyam, karena saat itu Risyam sering dapat tugas keluar kota jadi sayang kalau mobil tidak ada yang pakai.
Mobil melaju di jalanan yang tidak terlalu padat. Mereka menuju supermarket yang jaraknya 1 km dari rumah. Dengan sisa tabungan yang ada Diandra ingin membahagiakan anak-anaknya yang sempat terlupakan.
Sampai di supermarket, mereka mengambil kebutuhan rumah yang sudah pada habis. Tidak terlewatkan cemilan untuk anak-anak. Faris dan Fanisha sibuk lari kesana kesini mengambil makanan dan minuman yang mereka suka. Setelah dapat izin dari Diandra langsung dimasukkan ke dalam trolly.
Setelah membayar semuanya, Diandra membawa anak-anak makan siang di rumah makan Padang yang tidak jauh dari supermarket itu.
Setelah mengisi perut mereka kembali pulang. Ke rumah yang penuh dengan kenangan dan bahagia bersama.
Saat Diandra ingin menutup gerbang rumah, datang para tetangga sebelah yang ada di sekitar rumah Diandra
"Alhamdulillah akhirnya mbak Dian sudah keluar rumah lagi." ujar si tetangga yang bernama Bu Tya.
Diandra membalas dengan senyuman. "Alhamdulillah ibu-ibu."
Diandra mendengar ibu-ibu yang terus saja bicara mengenai kehamilan Diandra. Harus makan banyak biar tidak kurus. Harus ikut arisan RT yang baru saja aktif lagi. Diandra hanya membalas dengan senyuman dan anggukan.
Hingga akhirnya satu persatu para tetangga itupun bubar mungkin merasakan langit yang semakin panas. Karena sudah pada pulang ke rumah masing-masing, Diandra kembali menutup gerbang lalu masuk ke rumah.
Di dalam terlihat anak-anaknya yang sedang sibuk memasukkan makanan dan minuman ke dalam kulkas. Diandra bangga dengan anak-anaknya yang tumbuh menjadi anak-anak hebat.
*****
Selesai makan malam, Faris mencuci piring yang tadi mereka makan. Karena harus menggantikan Diandra yang sedang menerim telpon dari bude Naya.
Terdengar Diandra selalu mengucapkan kata syukur disetiap kalimatnya.
Selesai cuci piring, Faris mendekati Diandra dan memeluknya. Lalu diikuti Fanisha, yang sekarang mereka sudah ada di kanan kiri Diandra.
"Iya bude, insyaa Allah Dian kuat karena ada anak-anak. Sekarang aja mereka sibuk pelukin Dian." kata Diandra sambil sesekali mengecup kepala Faris dan Fanisha bergantian.
"... Baik bude. Salam untuk pakde ya. Waalaikumsalam." Diandra menaruh hp di atas meja lalu kembali memeluk Faris dan Fanisha. "Kalian sudah ngerjain tugas rumah?"
"Mas nggak ada tugas."
"Kakak sedikit lagi selesai." Fanisha kembali ngerjain tugas rumah nya tentang pelajaran berhitung.
Waktu terus berlalu. Setelah Diandra mengecup kening Faris dan Fanisha sebelum tidur. Diandra kembali ke teras melihat langit malam yang sudah mulai gelap.
Risyam pernah bilang, kalau sedang gunda gulana maka lihatlah keluar rumah di malam hari.
"Aku harus cari kerja. Tabungan mas Risyam sudah semakin menipis."
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Hj. Raihanah
belum mendalami cerita nya tapi tetap semangat thor buat karya nya lagi
2024-03-11
0