Single Parent
Tok... Tok... Tok...
"Bun... Bunda... Ada eyang Surya nih!" teriak Faris dari luar kamar. Diandra sama sekali tidak menggubris panggilan dari anak sulungnya. Eyang Surya adalah kakak dari almarhum ibunya Diandra.
Diandra masih mengurung diri di dalam kamar dengan kondisi sudah dua hari tidak keluar kamar, bahkan tidak terisi perutnya sama sekali.
"Bunda nggak mau buka pintu kamarnya eyang." kata Faris yang suaranya sangat terdengar dari dalam kamar. Diandra yakin kalau Faris masih ada di luar kamarnya.
"Ya sudah nggak papa nak, biar bunda istirahat ya."
Di luar kamar sudah tidak terdengar suara siapa-siapa lagi, semua kembali hening.
"Dian... Makan dulu sayang, bude buatin nasi goreng favorit kamu loh." kali ini terdengar suara uti Naya, istri eyang Surya.
Tok... Tok... Tok...
"Nduk... Nasinya bude taruh di meja ya, di makan ya nduk kasian bayi yang ada di kandungan kamu."
Diandra mengelus perutnya yang sudah terlihat membesar, kandungannya sudah memasuki bulan ketujuh. Diandra kembali menangis mengingat hari-hari bersama Risyam.
Flashback.
Sebelum Risyam meninggal. Diandra dan Risyam menikmati malam di kala anak-anak sudah pada tidur. Risyam merangkul Diandra dari samping, karena terlihat Diandra mulai kedinginan.
"Mas, aku mau deh sebelum nanti lahiran kita jalan-jalan dulu sama anak-anak." kata Diandra manja dipelukan Risyam.
"Iya sayang... Aku ingin menikmati sisa waktu bersama kalian."
Suasana malam yang semakin dingin membuat mereka menjadi intim. Risyam mendekatkan bibirnya ke bibir Diandra. Mereka melakukan ciuman yang sangat intim dan hangat.
"Masuk yuk, disini makin dingin kasian dedeknya." ujar Risyam sambil mengelus perut Diandra.
Back to.
Diandra masih menangis. Dia tidak menyangka kalau itu adalah hal terindah terakhir saat bersama Risyam.
"Mas... Aku rindu!" rintihnya semakin membuat dadanya makin terasa sesak.
*****
Faris dan Fanisha sedang mengerjakan pekerjaan rumah di depan tivi, di temani eyang Surya dan uti Naya.
"Faris, eyang dan uti tidak bisa lama disini karena eyang harus kembali kerja." kata pakde Surya.
Faris dan Fanisha saling pandang lalu mengangguk bersamaan. "Berarti besok eyang sama uti pulang dong?" tanya Faris.
Uti Naya mengelus rambut Faris dengan lembut. "Iya nak, untuk sementara tolong kamu jaga adikmu ya sampai bunda benar-benar sehat."
"Baik uti."
Selama tinggal di rumah Risyam, uti banyak membantu mengurus rumah. Tapi waktunya tidak lama, karena hari Minggu besok eyang dan uti harus kembali ke Solo. Mengingat kerjaan eyang ada disana.
"Besok hari Minggu kita beberes rumah ya... Jangan lupa cuci sepatu sekolah kalian," ujar bude mengingatkan Faris dan Fanisha.
"Siap uti!" teriak Faris dan Fanisha mengikuti gaya hormat kepada komandan.
Bude tersenyum melihat kedua kakak beradik yang selalu ceria menjalani hidup baru tanpa sosok ayah dan ibu yang masih berduka.
*****
Sesuai dengan kesepakatan semalam, sebelum eyang dan uti pulang. Mereka membersihkan rumah, sedangkan Faris dan Fanisha sibuk cuci sepatu di kamar mandi. Sambil nyuci sepatu mereka pun sambil main air dan busa dari sabun yang mereka buat.
Setelah sepatu bersih, mereka menjemur sepatu. Uti suruh cari tempat yang panas biar sepatu cepat kering dan bisa dipakai untuk besok sekolah. Faris mengambil kursi yang ada di teras dan menaruh sepatu miliknya dan adiknya di atas kursi.
Uti menjemur pakaian yang baru saja selesai di cuci. Sedangkan eyang sedang menyapu halaman yang tidak besar hanya saja banyak daun berguguran dari pohon mangga. Lalu eyang lanjut menyiram tanaman.
Di dalam kamar, Diandra mendengar kegaduhan yang ada di luar rumahnya. Suara Faris dan Fanisha yang seperti mendorong sesuatu lalu suara Faris yang menyuruh untuk menggeser sesuatu.
Terdengar suara uti menyuruh kedua kakak beradik itu jangan terlalu berisik karena bunda sedang tidur. Lalu suasana diluar terasa hening.
Diandra tetap tidak bergerak dari posisinya, dia malah hanya memandang langit seperti memikirkan sesuatu lalu menangis lagi.
Tok... Tok... Tok...
Diandra menghapus air mata dan diam, ingin tau dia siapa yang mengetuk pintu kamarnya.
"Nduk... Bude sama pakde pamit pulang ya." kata uti Naya. "Jangan terlalu larut nduk dalam kesedihan, kasian anak-anak, kasian kandungan kamu. Jaga kesehatan kamu ya nduk. Assalamualaikum..."
Eyang dan uti tidak terlalu memaksa Diandra untuk keluar dari kamar. Hanya saja dia ingin Diandra mengikhlaskan semuanya dan memulai hidup baru bersama anak-anaknya.
Faris dan Fanisha mencium takzim punggung tangan eyang dan uti, sebelum mereka masuk ke dalam mobil. Faris dan Fanisha melihat kepergian mobil eyang dari halaman rumahnya. Faris menutup gerbang lalu menggemboknya.
Eyang dan uti selalu memesan untuknya menutup pagar kalau perlu di gembok kalau sudah dari luar. Pintu rumah dan jendela di cek setiap malam kalau ingin tidur. Jangan lupa cuci piring kalau habis makan. Jangan lupa sholat, ngaji dan berdoa.
Setelah menggembok pagar, Faris mengecek sepatu yang tadi di jemur karena cuaca mulai sedikit mendung.
"Dek, sepatunya tolong taruh sana ya. Mas mau pindahin kursi sebentar lagi mau hujan."
"Iya mas."
Benar dugaan mereka, hujan lebat langsung turun menyirami rumah mereka dan sekitarnya.
"Bunda... Makan yuk!" ajak Fanisha di depan kamar Diandra. "Mas, bunda nggak laper ya?" tanya Fanisha saat melihat Faris sedang menyiapkan makan untuk bundanya. Lalu menaruh piring yang sudah berisi nasi, lauk dan sayur di meja buffet samping pintu kamar Diandra.
"Bunda, makanannya mas taruh di meja ya. Bunda jangan lupa makan. Tadi mas sama adek sudah makan kok bunda." ujar Faris.
*****
Hari berganti hari, hingga sekarang sudah memasuki hari kesepuluh Diandra demo untuk tidak ingin hidup, demo dengan Tuhan kenapa begitu cepat mengambil suami tercintanya.
"Ayo dek cepat makannya sekarang sudah setengah tujuh."
Fanisha yang diburu-buru malah cemburut seperti ingin nangis karena kesalahannya yang susah di bangunin sehingga sekarang mereka kesiangan. Mereka hanya makan roti tawar tanpa selai atau meses yang kemarin sempat Faris beli dari sisa uang yang di kasih eyang, serta segelas teh manis hangat.
"Sudah dek nggak usah pake nangis," protes Faris yang seperti anak dewasa sebelum usianya.
Selesai menghabiskan sarapan, Faris menaruh gelas dan piring kotor di tempat cuci piring. Dia akan mencucinya nanti sepulang sekolah. Dengan cepat mereka memakai sepatu, lalu pamit ke Diandra dari balik pintu. "Bunda... Kita berangkat sekolah dulu ya. Assalamualaikum."
Setelah merasa aman rumah tertutup dan terkunci, Faris menggamit tangan adiknya. Lalu berjalan dengan cepat kesekolah yang jaraknya harus mereka tempuh 20 menit. Fanisha menurut dan mengikuti langkah kaki Faris cepat. Dia tidak berani mengeluh atau marah.
Selepas kepergian anak-anaknya sekolah. Diandra membuka pintu kamarnya, melihat sekeliling rumah yang sepi. Rumahnya tidak berantakan karena anak-anaknya rajin merapihkan rumah. Hanya bagian dapur yang berantakan. Diandra mencuci semua gelas dan piring kotor yang tadi di pakai anaknya sarapan. Lalu membersihkan rumah, mencuci baju yang ternyata sudah menumpuk.
Setelah rumah bersih dan menjemur pakaian, Diandra mandi. Terasa segar dan menenangkan hatinya.
Diandra kembali ke kamar, menunggu anak-anaknya pulang sekolah.
Tepat setelah itu terdengar gerbang di buka. "Assalamualaikum...!" teriak Faris dan Fanisha mengucap salam menyadarkan Diandra dari melamunnya.
"Mas, rumah bersih... Piring tadi pagi juga nggak ada." teriak Fanisha yang heboh kesana kemari melihat kondisi rumah yang mendadak bersih dan rapih.
Faris pun kaget. Tiba-tiba pintu kamar Diandra dibuka. Faris dan Fanisha melihat ke arah bundanya yang sudah terlihat kurusan. Fanisha lari dan memeluk Diandra sambil menangis, "Bunda... Adek kangen bunda!"
Diandra menyambut pelukan Fanisha. Lalu memanggil Faris untuk mendekatinya dan memeluknya. Faris berlari dan memeluk Diandra. "Maafin bunda ya nak!"
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Al^Grizzly🐨
sampai segitunya berduka...10 hari mengurung di kamar...tanpa memperhatikan anak anaknya apa sudah makan atau kenapa''...aneh ya...kalau memang sudah di tinggal mati..ikhlaskan semuanya...kalau seperti itu kelakuannya berarti tidak ikhlas namanya...nggak segitunya juga ya bu...sampai 10 hari berduka.
2024-05-06
1