Waktu berlalu. Mereka berubah ceria. 1 orang menjadi 3 orang. Yang murung menjadi ceria. Yang lemah menjadi kuat.
Ya. Tak ada yang berani menyakitinya lagi. Semua benar benar berubah.
Hanya aku disini yang masih tetap sama.
Tetap berada tak jauh darinya. Namun tak berani mendekatinya.
Tetap memendam rasa untuknya. Dan tak berani mengungkapkannya.
"Aku belum tau nama kamu" ucapnya tiba tiba berada didepanku dengan senyum manisnya.
Masha Allah.
Jantungku....
"Kamu mau gabung?" tawarnya dengan ekspresi.. ah.. aku tak sanggup menatapnya lebih lama.
Sepertinya aku harus check up jantung.
Aku menggeleng cepat dengan kepala menunduk dalam.
Jantungku benar benar bermasalah. Aku segera bangkit dan pergi sambil menekan dadaku kuat kuat. Keringat sebesar biji jagung menetes pada lenganku.
Sebesar itu efek kehadirannya padaku. Namun aku tak bisa jauh darinya. Aku memilih memantaunya dari balik tembok.
......................
Waktu ujian akhir semester tiba. Ajaib karena aku sekelas dengannya karena urutan nama kami. Namun aku melihat ekspresi murung itu kembali. Aku tak rela melihatnya tak bahagia.
Bisakah aku menjadi orang yang membuatnya bahagia?
Aku memutuskan untuk memberanikan diri mendekatinya. Kulirik ke kanan dan kiriku sangatlah sepi karena kami selesai lebih cepat dari yang lain dan dipersilahkan keluar ruangan untuk menghindari memberikan contekkan pada yang lain.
Dia duduk di bangku depan kelas dengan kepala menunduk menatap pergelangan kakinya yang ia tautkan satu sama lain sambil digoyang goyang.
"Bo.. boleh aku duduk?" tanyaku meminta izin.
Ya Allah, ampuni aku.
Kuatkan jantungku ya rabb.
Dia mendongak lantas mengangguk. Namun sinarnya redup.
"Kok sendirian?" tanyaku lagi mencoba sesantai mungkin.
"Mereka di kelas lain" jawabnya tanpa melirikku.
"Oh" hanya itu yang keluar dari mulutku.
Beg0. Ngomong yang lain bisa gak?
Aku merutuki diriku sendiri.
"Kamu belum jawab pertanyaanku" ucapnya memecah kekakuanku.
"Hah? yang mana?" balasku bertanya balik.
"Nama kamu.. Rico Bagaskara?" lanjutnya dan kujawab dengan anggukan.
"Apa dari keluarga Bagaskara yang itu?" imbuhnya dengan sedikit menambahkan ekspresi antusias.
Aku kembali mengangguk. Apakah dia mau berbicara padaku karena status sosial keluarga angkatku?
Senyumnya semakin melebar. Dan aku sedikit kecewa.
"Kamu beruntung terlahir dari keluarga seperti itu" ucapnya membuatku semakin kecewa.
Kenapa dia ikut menilai keberuntungan berasal dari materi?
"Aku hanya anak yang diadopsi oleh mereka" timpalku dengan nada sendu.
"Ah.. maaf.. tapi kamu benar benar beruntung. Perusahaan mereka dan anak anak perusahaan mereka bisa stabil mengendalikan kondisi ekonomi perusahaan di masa krisis ekonomi seperti sekarang" lanjutnya panjang lebar menilai perusahaan keluarga angkatku, membuatku tertegun.
Aku bahkan belum mengetahui mengenai perusahaan perusahaan keluarga angkatku.
"Kamu lebih beruntung" timpalku yang tak tahu harus membahas apa mengenai keluarga baruku.
"Beruntung sering dibully?" ucapnya menimpali ucapanku dengan sendu.
"Beruntung karena kamu masih memiliki ibumu" balasku. Mungkin pengalihan percakapanku kurang tepat mengingat kondisinya yang sering dibully di sekolah ini.
Dia mendongak menatapku, membuatku kembali gugup lantas menundukkan kepalaku.
"Ibumu adalah harta tak ternilai. Jika bisa memutar waktu, aku ingin ibuku masih memelukku" lanjutku.
"Keluarga baruku mungkin kaya. Tapi semua itu bukanlah milikku. Sedangkan kamu.. ibumu adalah milikmu" imbuhku dengan perasaan lega. Lega karena aku tak perlu bersembunyi dibalik nama agung keluarga baruku. Menjadi diri sendiri itu lebih baik.
"Kamu orang baik" ucapnya tiba tiba menyadarkanku dari lamunan.
Sontak aku menoleh padanya.
"Astaghfirullah.." gumamku terkejut.
Senyum itu kembali menghipnotisku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
mar
senyumnya nyeremin ya ko😂
2023-11-09
0