"Apa? Viki? si cupu jal-" ucapan terkejut salah satu anggota geng cewek famuos dijeda oleh bungkaman teman se-mejanya sambil menaruh telunjuk di bibir agar temannya itu tak berkomentar pedas.
Viki menghela nafas dalam dan menghembuskannya, lalu dengan santai dan elegan melangkah kearah panggung untuk menyapa para teman alumninya.
Semua orang terperangah dengan sosok baru Viki yang jauh berbeda dengan penampilannya dahulu. Bagaikan langit dan bumi, tak ada yang menyangka Viki akan menjelma menjadi semenawan ini.
"Dia.. Viki?" tanya para alumni bergumam hampir bersamaan. Pandangan mereka menatap lekat sosok menawan itu hingga ke panggung.
"Liat apa kamu?" sentak Dilla mendesis pada Aslan sang suami. Tak lupa jari ber kuku panjang setengah terawatnya mencubit paha Aslan dengan gemas.
Beberapa tahun yang lalu...
"Viki, kamu kenapa lagi nak?" tanya sang ibu kala Viki selesai dengan sekolahnya. Jika murid lain harus menempuh perjalanan pulang dengan menggunakan kendaraan, meski banyak juga yang berjalan kaki karena rumah mereka dekat dengan sekolah, namun Viki hanya melangkah kebelakang gedung sekolah dimana dia tinggal di lingkungan sekolah. Lebih tepatnya di sebelah kantin sekolah.
Sang ibu lagi lagi harus melihat darah di sudut bibir anak semata wayangnya itu.
"Panas dalem aja bu" jawabnya tak mau membuat sang ibu khawatir. Dia lantas langsung ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Ya ampun, susah amat buat cerita" keluh sang ibu bergumam menatap punggung sang anak menuju kamar mandi. Dia lantas bergegas menyiapkan makan malam sederhana untuk mereka berdua.
"Kamu gak ada pe er?" tanya ibunda saat mereka selesai makan dan Viki berinisiatif mencuci peralatan makan mereka.
"Gak ada bu" jawab singkat Viki.
"Perasaan ibu gak pernah liat kamu ngerjain pe er deh" lanjut sang ibu seraya menggosok pakaian yang baru kering dijemur.
"Kalo bisa dikerjain di sekolah, ngapain harus dikerjain di rumah, bu. Perpustakaan sekolah kan punya banyak bahan referensi" timpal Viki yang selesai dengan piring kotornya.
Sang ibu terkekeh. Dia lupa jika berada di lingkungan sekolah, tak perlu khawatir sang anak terlambat pulang karena perjalanan jauh.
"Apa teman temanmu baik padamu?" tanya sang ibu yang khawatir Viki tak mendapat teman. Secara di SMA berbeda dengan SMP dulu. Sang ibu khawatir anaknya tak diterima karena melihat penampilan dan pergaulan siswa siswi yang masuk ke sekolah ini.
"Ya, mereka baik" jawab singkat Viki, menyembunyikan ekspresi murungnya.
Hari hari berikutnya, dia masih belum bisa diterima teman teman sekelasnya.
Rajin dan pintar tak menjamin mempunyai teman. Pernah sekali waktu dia sengaja tak mengerjakan pe er karena tak mau di cap sok rajin, namun guru yang bersangkutan memberikannya hukuman untuk mengerjakan soal yang akan mereka pelajari hari itu dan Viki dengan mudahnya mengerjakan soal itu sebelum guru menjelaskan langkah langkahnya.
Tetap saja, saat istirahat dan pulang sekolah dia dirundung oleh murid yang di tegur oleh guru karena tak bisa mengerjakan 1 soalpun.
Viki selalu pulang terlambat untuk menenangkan diri di toilet wanita seraya membenahi pakaian dan rambut yang berantakan karena ulah tangan tangan laknat itu.
"Kamu kenapa selalu pulang terlambat, nak?" tanya ibu yang khawatir.
"Ah, iya lagi ada tugas kelompok. Kita.. kita ngerjainnya bareng bareng di rumah temen. Tapi deket sekolah kok, bu" tukas Viki beralasan. Ada perasaan bersalah karena berbohong pada ibu.
"Kamu kalau lagi ada masalah, bilang sama ibu ya" ucap ibu yang cemas dengan kondisi sang anak yang tak pernah tampak baik baik saja setiap pulang sekolah.
"Gak ada apa apa bu, dibilangin Viki ada kerja kelompok, Viki capek ditanya tanya terus kek gitu sama ibu" sentak Viki tiba tiba. Dia lantas melipat mulutnya karena baru pertama kali membentak sang ibu dan membuatnya terkejut.
Tanpa berkata kata lagi dia lantas pergi ke ranjangnya untuk merebahkan diri, mengabaikan rasa sakit disebagian tubuhnya akibat pukulan teman temannya.
"Maafkan Viki, bu" ucapnya dalam hati.
Sang ibu yang terdiam karena sikap aneh Viki pun menghela nafas kasar. Tangannya bergetar kala melihat beberapa helai rambut milik Viki menempel di seragam putihnya. Dan itu bukanlah jumlah yang sedikit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
mar
😢😢😢😢
2023-11-06
1