SEA OF HONEY

SEA OF HONEY

1. PROLOG : SINNER

Emperor Of The Sea--adalah nama kapal pesiar yang kini bertengger di pelabuhan kota Boston. Kapal pesiar yang terkenal megah dan begitu mewah. Kapal dengan fasilitas dan hiburan yang berlimpah.

Umumnya, hanya kaum-kaum elite dan berdompet tebal yang mampu berlayar di kapal tersebut, dan meskipun Lucia Winter bukan bagian dari orang-orang berdompet tebal dan sudah pasti bukan bagian dari kaum elite, ia memperoleh keajaiban. Sebuah kesempatan untuk bisa menapakkan kakinya di atas kapal tersebut.

Lucia Winter, seorang gadis muda yang baru menapak usia 22 tahun tersebut, mendapat kesempatan untuk bekerja di sana sebagai pelayan bar. Awalnya Lucia ingin menolak ajakan sahabatnya untuk bekerja di kapal mewah itu. Habisnya, Lucia lebih nyaman bekerja di daratan. Ia merasa lebih aman.

Namun, terima kasih atas persistensi seorang Giana Hills--sahabatnya yang juga seorang pelayan--Lucia pun mendaftarkan dirinya pada pelayaran yang akan berlangsung kurang lebih 3 bulan itu.

Selama ia mendapatkan bayaran, Lucia tidak keberatan.

Lagian, rumornya upah pekerja di kapal mewah ini cukup menggiurkan. Bahkan untuk tukang bersih-bersih kotoran burung di belakang kapal.

"Belum apa-apa aku sudah pusing," Giana--sobat Lucia yang memiliki kantung mata kentara di wajahnya--mengeluh. Lucia mendengar keluhan Giana dengan prasangka kalau daripada mabuk laut, temannya itu sakit kepala karena kurang tidur.

"Kau sebaiknya beristirahat," kata Lucia. Ia mengemas pakaiannya dari tas ke dalam lemari.

Ngomong-ngomong, Lucia berbagi kamar dengan Giana. Kabin di lantai 3 tersebut memiliki dua tempat tidur satu lemari dan satu kamar mandi. Mungkin karena mereka hanya pekerja di sana, kamar yang mereka tempati cukup bertolak belakang dari imej 'mahal dan mewah' yang kapal itu emban.

"Kita mulai bekerja jam 2, kan? Kau masih punya cukup waktu buat tidur satu jam-an lagi."

"Bagaimana denganmu?"

"Aku mau melihat-lihat keluar..." Lucia lalu melingkupi tubuhnya dengan jaket hitam. Ia beranjak menuju pintu sebelum melambaikan tangan perpisahan pada Giana. "See you later."

Setelah meninggalkan kamar, Lucia melenggang menuju geladak utama. Ia menuju pagar dan memperhatikan kalau geladak dasar mulai diisi oleh para tamu-tamu VIP. Mereka disambut dengan penuh penghormatan dan kesopanan, seolah-olah mereka adalah keluarga raja. Melihat pemandangan itu, Lucia sedikit bernostalgia.

Jika bukan karena keserakahan ayahnya, Lucia mungkin masih bisa menjalani kehidupan glamor yang orang-orang di bawah sana tunjukkan. Tidak perlu glamor, jika ayahnya dapat menahan diri, Lucia mungkin tidak perlu merasakan kesengsaraan dari hidup sebagai orang miskin.

Namun, ayahnya adalah bajingan yang serakah.

Lucia merenung sambil menatap ke bawah, menatap kepada kerumunan tamu yang datang bersama barang-barang dan pelayan pribadi mereka. Lucia tidak begitu fokus pada tatapannya, tidak ketika isi kepalanya memutar kenangan lama masa kecilnya. Lucia hanya memandang hampa kepada orang-orang yang baru tiba di geladak dasar.

Hingga kemudian, sepasang iris emerald membalas balik tatapannya. Membuyarkan lamunannya.

Dari jarak yang cukup jauh tersebut, Lucia menemukan seorang pria dalam balutan kemeja biru muda berdiri di antara tiga kawannya. Mereka asik bercengkerama, tertawa besar pada satu sama lain. Sampai kemudian pria itu mendongakkan kepala, mendongak ke arah Lucia.

Detak jantung Lucia seperti terjeda.

Ia menarik dirinya mundur dari pagar balkon itu dan segera berlalu.

"Apa yang kau perhatikan seserius itu, Percy?"

Si pria beriris emerald tersebut menoleh kembali ke arah sahabatnya, surai hitamnya yang tebal bergoyang lembut mengikuti tiupan angin. "Hanya..., langitnya cukup cerah."

Seseorang yang tadi berdiri di geladak utama menarik perhatiannya. Percy tidak tau siapa, tapi perasaan familiar merayap di dadanya.

Surai merah tembaga itu sangat tidak asing.

...----------------...

SINNER adalah nama bar yang menjadi tempat Lucia dan Giana bekerja. Ketika pukul dua siang, Lucia dan Giana mulai berkumpul bersama pegawai lain untuk mempersiapkan bar tersebut sebelum beroperasi pada pukul lima sore nanti.

Sebagai pekerja di SINNER, mereka diwajibkan memakai seragam berupa kemeja hitam yang dipadu dengan celana panjang berwarna senada dengan atasannya.

Lucia tidak keberatan pada penampilannya, sampai Giana berujar dan membuatnya tertawa.

"Kita seperti burung gagak," kata Giana, ia memantau penampilannya di kaca.

"Kau seperti burung gagak," sahut Lucia, setengah mengejek. Tidak seperti Lucia yang memiliki surai merah seperti tembaga, Giana memiliki surai hitam pekat yang sangat serasi dengan sepasang manik obsidiannya yang sayu.

"Bagaimana bisa aku mendapatkan sugar daddy kalau penampilanku seklise ini?"

"Apa kau berniat mencari sugar daddy?" Lucia agak terpana.

"Bukan berarti aku berniat, sih. Tapi, tempat ini adalah lahan basah untuk itu. Kau bisa menemukan cowok bajingan kaya di tempat ini yang bisa memberikan kita jajan tambahan."

"Aku tidak menyangka kau punya pikiran sampai ke sana."

"Aku tidak naif," keluh Giana. "Lagian, apa kau gak tertarik? Dengan tampangmu, kau bisa menggaet cowok dengan gampang, tau."

Lucia mengikat surai merahnya membentuk cepol. "Aku datang kemari untuk bekerja."

"Kau juga bekerja pas di darat, tapi kau tidak pernah pacaran."

"Aku terlalu sibuk bekerja," kata Lucia lagi. "Aku tidak punya kesempatan buat leha-leha."

"Kau bakal menjomblo sampai tua."

"Rencananya begitu."

"HAAAAH?"

Lucia tertawa. "Apa kau pikir ada cowok gila di planet ini yang mau hidup bersamaku?"

"Kenapa tidak?"

"Kenapa?"

Karena...

"Lucia?" sebuah panggilan menyapa dan menyela konversasi Giana dan Lucia begitu mereka menapak keluar dari ruang loker dan bergabung bersama para pekerja lain dan pengunjung yang mulai berdatangan.

Panggilan itu datang dari Mr. Hayes, atasan mereka. Pria muda dengan tiga tindikan di telinga tersebut adalah orang yang bertanggung jawab atas SINNER.

"Ada apa, Bos?" Lucia mendekati Mr. Hayes.

"Aku punya tugas istimewa untukmu."

"Hmm?"

"Teman-temanku, maksudku, pemilik bar ini akan berkunjung jam 7 nanti. Mereka akan mengisi ruangan spesial di bilik VIP nomor 1." Mendengar kalau pemilik SINNER akan berkunjung, Lucia sedikit gugup. Ia merasa seperti akan dihadapkan pada situasi yang lebih serius.

"Lucia, aku mau kau mendampingi mereka."

"Aku? Aku..., aku tidak yakin aku orang yang tepat..., Mr. Hayes...?" Meski Lucia sudah puas bekerja sebagai pelayan di sana-sini, sudah puas bekerja di dapur, bekerja membersihkan meja dan muntahan tamu di lantai dansa, ini pertama kalinya Lucia melayani tamu VIP. Lucia tidak percaya diri ia akan melakukan pekerjaannya dengan baik.

"Ini hanya pekerjaan yang mudah. Tenang saja. Kau hanya perlu berada di sana, mendengarkan request mereka dan tidak mengutarakan sepatah kata pun."

'Kalau pekerjaan itu mudah, mengapa harus aku?' tanya menyeruak di kepala Lucia, kentara di ekspresinya.

"Well, tidak semudah itu." Mr. Hayes tersenyum kikuk. "Teman-teman bosku adalah pria yang kekanakan. Mereka suka membuat lelucon, tidak ada karyawan yang kuat mental untuk menghadapi mereka."

"Aku tidak kuat mental." sahut Lucia lagi, dan kemudian tersenyum. "Bercanda. Mr. Hayes, aku siap membantu. Hanya saja, aku tidak mengerti mengapa kau secanggung itu?"

"Oh, Lucia. Sebenarnya, aku tidak tau kalau mereka akan berlayar bersama kita." Mr. Hayes menghela napas panjang. Ia tidak mendapat notifikasi apa pun. Tidak sampai tadi sore ia mendapat pesan kalau bosnya tersebut akan berkunjung.

"Kalau saja aku tau mereka akan berlayar bersama kita, aku akan membawa Niko bersamaku."

'Siapa Niko?'

"Apa mereka sangat buruk?"

"Terkadang, mereka bisa sangat buruk. Terkadang tidak. Situasinya tergantung suasana hati mereka. Tapi tenang saja, mereka tidak menggunakan kekerasan..., kok..., ehehe." Jeda di penghujung ucapan Mr. Hayes meragukan Lucia.

"..."

"Lucia, aku memilihmu karena dari semua pekerja di sini, kau yang terlihat paling apatis dan kuat. Aku tau kau perempuan, tapi kalau aku membiarkan pegawai laki-laki, mereka bisa baku hantam di dalam sana."

"Baiklah, aku mengerti."

Sekarang sudah jam setengah enam. Kapal sudah meninggalkan pelabuhan dan bar sudah mulai beroperasi. Lucia tidak punya waktu untuk pilah-pilih pekerjaan. Lagipula, Mr. Hayes adalah atasannya dan ia sudah menandatangani kontrak untuk bekerja di sana. Perintah pria itu mutlak untuknya, ia hanya perlu menganggukkan kepala.

"Terima kasih atas pengertianmu, Lucia."

'Tidak, terima kasih atas kebaikanmu, Mr. Hayes.'--Lucia tersenyum.

Padahal Mr. Hayes tidak perlu menjelaskan apa pun padanya, tapi pria itu tetap memaparkan penjelasan panjang agar Lucia menuruti kemauannya. Dia benar-benar atasan yang langka. Di tempat kerja Lucia yang lama, mereka hanya perlu bertitah seperti raja dan Lucia tidak punya peluang untuk bertanya apa pun. Hanya boleh ada satu tanggapan, yaitu anggukan.

"Aku harap pekerjaanku malam ini bisa berjalan dengan mulus." Lucia bergumam pada dirinya sendiri, tidak mau mengecewakan kepercayaan yang sudah diberikan Mr. Hayes padanya hari ini.

...----------------...

Terpopuler

Comments

𝒮🍄⃞⃟Mѕυzу​​​᭄

𝒮🍄⃞⃟Mѕυzу​​​᭄

.

2023-11-25

0

Mukmini Salasiyanti

Mukmini Salasiyanti

Dark Romance?????
Hmmmm boleh laa
nyimak ya thor....

2023-11-16

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!