Mbak Sayur Kesayangan Presdir
"Yuhuuu ... Sayurnya, Bu. Sayurnya, Pak. Sayurnya, semua. Sayur-sayur ...." Gadis itu berteriak, lalu mematikan mesin motor dan turun. Tangannya sesekali mengusir lalat yang hinggap menggunakan handuk andalan di leher.
Panggil saja, Adel. Gadis cantik itu rela berjualan demi menggantikan sang ibu yang sedang kurang enak badan di rumah tanpa rasa malu.
"Ayo, bapak-ibu, om-tante, bibi-paman semuanya dibeli yuk, dibeli. Tenang aja untuk harga dijamin mumer, murah meriah dengan diskon 2 persen. Ayo, siapa yang mau borong dengan senang hati saya akan memberikan diskon tambahan. Bagi yang mau beli jangan takut, penjualnya udah jinak, jadi gak akan gigit laki orang. Cuss ... Diborong!"
Gadis cantik bernama Adelia Kusuma dengan usia 21 tahun, begitu bersemangat ketika berjualan. Tidak peduli apa kata orang yang penting dia dan ibunya makan setiap hari sudah lebih dari cukup.
Paras cantik dengan kedua lesung pipi membuat Adel semakin manis ketika tersenyum. Meskipun, penampilan Adel biasa-biasa saja penuh kesederhanaan tetap saja di mata pandangan pria gadis itu sangatlah cantik.
Ekonomi yang sulit membuat Adel dan sang ibu harus berjuang bersama demi masa depan mereka. Hasil didikan mendiang ayahnya dari kecil menjadikan gadis semata wayang tumbuh dewasa. Sifat yang mandiri berhasil membuat Adel tidak pernah mengeluh apa pun nikmat yang Tuhan berikan.
Suara Adel yang begitu menggelegar langsung membuat para pembantu segera keluar untuk melihat sayuran, bumbu, serta lauk apa saja yang telah dibawa oleh gadis itu.
"E,ehh ... Adel? Ya ampun, Bibi kira ada penjual sayur baru di komplek ini tahunya kamu. Hem, dasar." Seorang pembantu yang sangat akrab dengan Adel merasa terkejut dan spontan memukul tubuhnya.
"Ishh, Bi Odah SKSD deh, memangnya kita kenal?" tanya Adel menggodanya.
Tidak perlu basa-basi, Bi Odah langsung menjewer kecil telinga Adel karena sudah menganggapnya sebagai keponakan sendiri.
Bi Odah merupakan asisten rumah tangga dengan usai 60 tahun. Rumah Bi Odah dulu bersebelahan dengan keluarga Adel sebelum mereka pindah kontrakan.
"Hem, rasain nih, cubitan ma*ut Bi Odah. Gimana?" tanyanya sedikit geram ketika melihat sikap tengil Adel.
"Hihi, maaf, Bi." Gadis itu tertawa membuat Bi Odah melepaskan tangannya, kemudian memilih-milih sayur apa yang akan dibeli.
"Ayo, borong semuanya, Bi. Adel kasih diskon besar-besaran awalnya 2 persen, sama Bi Odah jadi 5 persen, deh. Gimana? Baik 'kan, Adel hihi ...."
Bi Odah hanya membalas lirikan mata malas padanya. Beberapa pembantu yang juga sudah ada di situ hanya tersenyum menggelengkan kepala.
"Baik matamu! Orang kalau baik jangan nanggung-nanggung, gratis sekalian," sahut Bi Odah sambil melihat sayur kangkung tanpa menatap Adel.
"Dishh, ya ... Janganlah, enak aja. Kalo kaya gitu mah, Adel bisa tekor dong, mana gak bisa jajan bakso di kampus pula. Ayolah, Bi Odah yang cantik jelita kasihani Adel. Borong semuanya, ya, ya. Bibi 'kan, orang baik, jadi bolehlah pinjam satu miliar dulu. Deal?"
Bukan Bi Odah namanya kalau tidak mampu membungkam mulut anak remaja yang berisik itu. Dengan jahilnya, pembantu tersebut mengambil salah satu es batu kecil yang ada di tempat ikan dan memasukan ke dalam mulut Adel.
Semua langsung tertawa begitu juga Bi Odah ketika melihat Adel memuntahkan es batu. Siapa suruh dia macam-macam pada orang tua, akhirnya kena getah sendiri baru terdiam.
"Bi Odah!" pekik Adel, membuat pembantu tersebut hanya senyam-senyum tanpa menatap wajah lucu gadis di sampingnya.
"Bi Odah, ini tukang sayur baru? Bu Fatma ke mana? Apa udah gak jualan lagi?" tanya salah satu pembantu yang baru kerja di perumahan komplek beberapa bulan.
"Adel ini anaknya Bu Fatma, tukang sayur biasa langganan di perumahan ini. Cuma, kalo anaknya sampai menggantikan itu artinya Bu Fatma bisa aja lagi sakit atau ada urusan. Ya, 'kan, Del?"
Adel mengangguk penuh senyuman. Beberapa pembantu memang mengenal keakraban Bi Odah sama Adel, tetapi sebagian masih ada yang tidak tahu. Maklum saja, walaupun usia Bi Odah sudah memasuki 60 tahun tetap saja terlihat cantik dan awet muda karena sering bercanda.
Selepas selesai belanja, sebagian pembantu dan Bi Odah kembali masuk ke dalam rumah majikan untuk menyelesaikan pekerjaan yang lain. Namun, tidak dengan Adel. Dia meninggalkan motor di depan gerbang rumah majikan Bi Odah, sedangkan gadis itu berjalan 5 rumah mundur dari tempat motornya ditinggal untuk mengantarkan pesanan sesuai arahan sang ibu.
Akan tetapi, seseorang langsung menaiki mobilnya yang sudah dipanaskan oleh security rumah dalam keadaan tergesa-gesa. Namun, lebih menjengkelkan lagi. Motor Adel berada di depan gerbangnya hingga menghalangi jalan.
Beberapa kali klakson dibunyikan dengan wajah kesal. Dia langsung berteriak kepada penjaga rumah untuk menyingkirkan atau membuang motor butut tersebut sejauh-jauhnya. Bi Odah yang mendengar keributan langsung berlari kecil keluar rumah.
"Ada apa, Den?" Bi Odah bingung melihat wajah anak majikannya begitu emosi, lalu melihat ke arah penjaga rumah yang sedang berusaha menyingkirkan motor Adel.
Astaga, Adel! Sumpah, anak itu benar-benar ada saja ulahnya. Udah tahu majikanku ini galak-galak kok, malah cari masalah. Lagian itu bocah ke mana sih, main tinggalin motor seenak udelnya. Aduh, Fatma. Kalau dia bukan anakmu udah aku tendang ke Korea hari ini juga!
Begitulah isi hati Bi Odah. Dia langsung menenangi anak majikannya, lalu berlari ke luar untuk membantu meminggirkan motor Adel. Baru juga security itu menyentuh setang motor Adel, tiba-tiba saja dari kejauhan terdengar suara teriakan yang sangat nyaring.
"Huaaa ... Maling, cok, ada maling!" teriak Adel berlari sekencang mungkin untuk segera menyelamatkan motornya.
"Ehh, mulutmu! Mau Bibi timpuk pakai sendal, hahh!" pekik Bi Odah sangat kesal. Salah satu tangannya sudah mengambil ancang-ancang untuk melempar sendal kesayangan.
Adel hanya cengengesan ketika motornya ternyata cuma sekedar disingkirkan ke tempat yang lebih aman, bukan untuk dicuri. Klakson mobil terus dibunyikan membuat suasana semakin memanas. Setelah motor selesai dipinggirkan, mobil anak majikan Bi Odah perlahan keluar dari gerbang rumah dalam keadaan jendela terbuka.
"Motor rongsok gak guna, cihh!" sindir anak majikan Bi Odah dengan kacamata hitam menempel di wajahnya.
"Woo, kurang asem!" Adel tidak terima akan hinaan yang dilontarkan olehnya, sehingga dia langsung berdiri tegak di dekat pintu pengemudi sambil bertolak pinggang dan tatapan tajam.
Alamat panjang urusan kalo gini caranya. Udah satunya gak takut apa-apa, satu lagi mulutnya pedas. Tamat sudah, bakalan jadi perang dunia!
Bi Odah mencoba menenangkan Adel dengan menarik tangan untuk tidak meladeni anak majikannya, tetapi tetap saja. Adel bukan wanita lemah yang diam saja, apabila harga dirinya telah diinjak-injak.
"Apa kau bilang tadi, hahh? Motor rongsok? Jangan ngadi-ngadi ya, biarpun motor itu jelek, tapi dialah yang selama bertahun-tahun lamanya telah memberikan penghasilan untuk keluargaku. Mentang-mentang punya mobil bagus, rumah gedong, gaya udah selangit. Lihat, noh, muka pas-pasan kaya pan*tat panci aja belagu, cihh!"
Bi Odah meminta security untuk segera memisahkan mereka sebelum bencana datang. Namun, dia pun tidak berani setelah melihat anak majikan melepas kacamata hitam dan keluar dari mobil.
Kedua mata Adel dan pria itu saling menatap tajam satu sama lain, seakan-akan mereka sedang mengibarkan bendera peperangan.
"Cepat pisahin mereka, Malih!" tegas Bi Odah, membuat Malih selaku security merasa bingung dan takut.
Malih Prakoso adalah security di satu rumah majikan yang sama dengan Bi Odah. Pria dengan tampang pas-pasan selalu kesulitan mendapatkan jodoh diusia yang sudah menginjak 28 tahun.
"Su-suer, Bi. Sa-saya takut kalo berurusan sama si Aden dan Nyonya. E-emangnya Bibi berani? Bibi sendiri aja takut, 'kan?" ucap Malih, terbata-bata.
"Ya, i-iya, sih. Tapi 'kan, usiamu itu masih 28 tahun Malih, sedangkan diriku 60 tahun. Masa iya, aku yang misahin mereka. Di sini aku pembantu dan kamu security, aneh banget!" seru Bi Odah, kesal.
"Umur itu gak bisa menjadi patokan apakah orang itu berani atau tidak, Bi. Kalo saya berani ngapain saya diam, pasti udah saya ajak duel Den Ramos. Cuma, gimana baru liat mukanya aja jantung saya serasa ngederedek, apalagi misahin. Gaklah, Bi. Bibi aja, aku bantu doa dari sini semoga Bibi berhasil. Aku gak mau mati konyol!" jawab Malih dengan tubuh yang sedikit gemetar.
"Akhh, dasar laki-laki tulen! Badan doang bagus, nyali ciut. Kaya gitu mending kau berhenti aja jadi security, nanti aku sampaikan sama Nyonya dan Tuan!" pekik Bi Odah.
"Ya-ya, jangan dong, Bi. Akhhh ... Ya, ya, aku pisahin mereka nih, bantu doa!" ucap Malih, pasrah. Perlahan kakinya bergetar melangkah maju, sementara Bi Odah komat-kamit untuk mentransfer kekuatan bagaikan dukun yang sedang baca mantra.
Akan tetapi, Malih kembali berlari ke samping Bi Odah dengan rasa takut, hingga membuatnya semakin kesal, "Astaga, Malih! Kamu itu jadi cowok penakut banget, sih. Cepat pisahkan dia atau 1 minggu ke depan kamu tidak akan aku masakin. Mau?"
"Tapi, Bi. Aku---"
"E,ehh ... Ma-malih, ka-kamu ngompol?" Mata Bi Odah membelalak ketika melihat celana Malih sudah basah.
"Ma-maaf, Bi. Si Jono ke-kelepasan!" Malih langsung berlari kencang memasuki rumah untuk segera mengganti celana, sedangkan Bi Odah menggelengkan kepalanya menyaksikan betapa konyol dan penakutnya security tersebut.
"Kau--"
Baru ingin mengatakan apa yang ingin diucapkan kepada Adel, sang pria malah mendapat telepon dari seseorang hingga membuatnya segera memasuki mobil dan menutup keras. Setelah itu, dia pergi begitu saja meninggalkan mbak sayur dengan meninggalkan hadiah yang manis.
"Aaaaa ...."
...*...
...*...
...*...
...💜>Bersambung<💜...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Ani Maryani Naryani
thor mulai bc udah seru apalagi tukang sayur nya cantik keren tidak malu
2024-01-10
1
Neneng cinta
mampir nih ka,,Assalamu'alaikum....💪🤗
2023-11-14
1
Adelia Rahma
keren baru baca aja udah seru..pa lagi lanjutannya
2023-11-03
1