NovelToon NovelToon

Mbak Sayur Kesayangan Presdir

Mbak Sayur Mencari Masalah

"Yuhuuu ... Sayurnya, Bu. Sayurnya, Pak. Sayurnya, semua. Sayur-sayur ...." Gadis itu berteriak, lalu mematikan mesin motor dan turun. Tangannya sesekali mengusir lalat yang hinggap menggunakan handuk andalan di leher.

Panggil saja, Adel. Gadis cantik itu rela berjualan demi menggantikan sang ibu yang sedang kurang enak badan di rumah tanpa rasa malu.

"Ayo, bapak-ibu, om-tante, bibi-paman semuanya dibeli yuk, dibeli. Tenang aja untuk harga dijamin mumer, murah meriah dengan diskon 2 persen. Ayo, siapa yang mau borong dengan senang hati saya akan memberikan diskon tambahan. Bagi yang mau beli jangan takut, penjualnya udah jinak, jadi gak akan gigit laki orang. Cuss ... Diborong!"

Gadis cantik bernama Adelia Kusuma dengan usia 21 tahun, begitu bersemangat ketika berjualan. Tidak peduli apa kata orang yang penting dia dan ibunya makan setiap hari sudah lebih dari cukup.

Paras cantik dengan kedua lesung pipi membuat Adel semakin manis ketika tersenyum. Meskipun, penampilan Adel biasa-biasa saja penuh kesederhanaan tetap saja di mata pandangan pria gadis itu sangatlah cantik.

Ekonomi yang sulit membuat Adel dan sang ibu harus berjuang bersama demi masa depan mereka. Hasil didikan mendiang ayahnya dari kecil menjadikan gadis semata wayang tumbuh dewasa. Sifat yang mandiri berhasil membuat Adel tidak pernah mengeluh apa pun nikmat yang Tuhan berikan.

Suara Adel yang begitu menggelegar langsung membuat para pembantu segera keluar untuk melihat sayuran, bumbu, serta lauk apa saja yang telah dibawa oleh gadis itu.

"E,ehh ... Adel? Ya ampun, Bibi kira ada penjual sayur baru di komplek ini tahunya kamu. Hem, dasar." Seorang pembantu yang sangat akrab dengan Adel merasa terkejut dan spontan memukul tubuhnya.

"Ishh, Bi Odah SKSD deh, memangnya kita kenal?" tanya Adel menggodanya.

Tidak perlu basa-basi, Bi Odah langsung menjewer kecil telinga Adel karena sudah menganggapnya sebagai keponakan sendiri.

Bi Odah merupakan asisten rumah tangga dengan usai 60 tahun. Rumah Bi Odah dulu bersebelahan dengan keluarga Adel sebelum mereka pindah kontrakan.

"Hem, rasain nih, cubitan ma*ut Bi Odah. Gimana?" tanyanya sedikit geram ketika melihat sikap tengil Adel.

"Hihi, maaf, Bi." Gadis itu tertawa membuat Bi Odah melepaskan tangannya, kemudian memilih-milih sayur apa yang akan dibeli.

"Ayo, borong semuanya, Bi. Adel kasih diskon besar-besaran awalnya 2 persen, sama Bi Odah jadi 5 persen, deh. Gimana? Baik 'kan, Adel hihi ...."

Bi Odah hanya membalas lirikan mata malas padanya. Beberapa pembantu yang juga sudah ada di situ hanya tersenyum menggelengkan kepala.

"Baik matamu! Orang kalau baik jangan nanggung-nanggung, gratis sekalian," sahut Bi Odah sambil melihat sayur kangkung tanpa menatap Adel.

"Dishh, ya ... Janganlah, enak aja. Kalo kaya gitu mah, Adel bisa tekor dong, mana gak bisa jajan bakso di kampus pula. Ayolah, Bi Odah yang cantik jelita kasihani Adel. Borong semuanya, ya, ya. Bibi 'kan, orang baik, jadi bolehlah pinjam satu miliar dulu. Deal?"

Bukan Bi Odah namanya kalau tidak mampu membungkam mulut anak remaja yang berisik itu. Dengan jahilnya, pembantu tersebut mengambil salah satu es batu kecil yang ada di tempat ikan dan memasukan ke dalam mulut Adel.

Semua langsung tertawa begitu juga Bi Odah ketika melihat Adel memuntahkan es batu. Siapa suruh dia macam-macam pada orang tua, akhirnya kena getah sendiri baru terdiam.

"Bi Odah!" pekik Adel, membuat pembantu tersebut hanya senyam-senyum tanpa menatap wajah lucu gadis di sampingnya.

"Bi Odah, ini tukang sayur baru? Bu Fatma ke mana? Apa udah gak jualan lagi?" tanya salah satu pembantu yang baru kerja di perumahan komplek beberapa bulan.

"Adel ini anaknya Bu Fatma, tukang sayur biasa langganan di perumahan ini. Cuma, kalo anaknya sampai menggantikan itu artinya Bu Fatma bisa aja lagi sakit atau ada urusan. Ya, 'kan, Del?"

Adel mengangguk penuh senyuman. Beberapa pembantu memang mengenal keakraban Bi Odah sama Adel, tetapi sebagian masih ada yang tidak tahu. Maklum saja, walaupun usia Bi Odah sudah memasuki 60 tahun tetap saja terlihat cantik dan awet muda karena sering bercanda.

Selepas selesai belanja, sebagian pembantu dan Bi Odah kembali masuk ke dalam rumah majikan untuk menyelesaikan pekerjaan yang lain. Namun, tidak dengan Adel. Dia meninggalkan motor di depan gerbang rumah majikan Bi Odah, sedangkan gadis itu berjalan 5 rumah mundur dari tempat motornya ditinggal untuk mengantarkan pesanan sesuai arahan sang ibu.

Akan tetapi, seseorang langsung menaiki mobilnya yang sudah dipanaskan oleh security rumah dalam keadaan tergesa-gesa. Namun, lebih menjengkelkan lagi. Motor Adel berada di depan gerbangnya hingga menghalangi jalan.

Beberapa kali klakson dibunyikan dengan wajah kesal. Dia langsung berteriak kepada penjaga rumah untuk menyingkirkan atau membuang motor butut tersebut sejauh-jauhnya. Bi Odah yang mendengar keributan langsung berlari kecil keluar rumah.

"Ada apa, Den?" Bi Odah bingung melihat wajah anak majikannya begitu emosi, lalu melihat ke arah penjaga rumah yang sedang berusaha menyingkirkan motor Adel.

Astaga, Adel! Sumpah, anak itu benar-benar ada saja ulahnya. Udah tahu majikanku ini galak-galak kok, malah cari masalah. Lagian itu bocah ke mana sih, main tinggalin motor seenak udelnya. Aduh, Fatma. Kalau dia bukan anakmu udah aku tendang ke Korea hari ini juga!

Begitulah isi hati Bi Odah. Dia langsung menenangi anak majikannya, lalu berlari ke luar untuk membantu meminggirkan motor Adel. Baru juga security itu menyentuh setang motor Adel, tiba-tiba saja dari kejauhan terdengar suara teriakan yang sangat nyaring.

"Huaaa ... Maling, cok, ada maling!" teriak Adel berlari sekencang mungkin untuk segera menyelamatkan motornya.

"Ehh, mulutmu! Mau Bibi timpuk pakai sendal, hahh!" pekik Bi Odah sangat kesal. Salah satu tangannya sudah mengambil ancang-ancang untuk melempar sendal kesayangan.

Adel hanya cengengesan ketika motornya ternyata cuma sekedar disingkirkan ke tempat yang lebih aman, bukan untuk dicuri. Klakson mobil terus dibunyikan membuat suasana semakin memanas. Setelah motor selesai dipinggirkan, mobil anak majikan Bi Odah perlahan keluar dari gerbang rumah dalam keadaan jendela terbuka.

"Motor rongsok gak guna, cihh!" sindir anak majikan Bi Odah dengan kacamata hitam menempel di wajahnya.

"Woo, kurang asem!" Adel tidak terima akan hinaan yang dilontarkan olehnya, sehingga dia langsung berdiri tegak di dekat pintu pengemudi sambil bertolak pinggang dan tatapan tajam.

Alamat panjang urusan kalo gini caranya. Udah satunya gak takut apa-apa, satu lagi mulutnya pedas. Tamat sudah, bakalan jadi perang dunia!

Bi Odah mencoba menenangkan Adel dengan menarik tangan untuk tidak meladeni anak majikannya, tetapi tetap saja. Adel bukan wanita lemah yang diam saja, apabila harga dirinya telah diinjak-injak.

"Apa kau bilang tadi, hahh? Motor rongsok? Jangan ngadi-ngadi ya, biarpun motor itu jelek, tapi dialah yang selama bertahun-tahun lamanya telah memberikan penghasilan untuk keluargaku. Mentang-mentang punya mobil bagus, rumah gedong, gaya udah selangit. Lihat, noh, muka pas-pasan kaya pan*tat panci aja belagu, cihh!"

Bi Odah meminta security untuk segera memisahkan mereka sebelum bencana datang. Namun, dia pun tidak berani setelah melihat anak majikan melepas kacamata hitam dan keluar dari mobil.

Kedua mata Adel dan pria itu saling menatap tajam satu sama lain, seakan-akan mereka sedang mengibarkan bendera peperangan.

"Cepat pisahin mereka, Malih!" tegas Bi Odah, membuat Malih selaku security merasa bingung dan takut.

Malih Prakoso adalah security di satu rumah majikan yang sama dengan Bi Odah. Pria dengan tampang pas-pasan selalu kesulitan mendapatkan jodoh diusia yang sudah menginjak 28 tahun.

"Su-suer, Bi. Sa-saya takut kalo berurusan sama si Aden dan Nyonya. E-emangnya Bibi berani? Bibi sendiri aja takut, 'kan?" ucap Malih, terbata-bata.

"Ya, i-iya, sih. Tapi 'kan, usiamu itu masih 28 tahun Malih, sedangkan diriku 60 tahun. Masa iya, aku yang misahin mereka. Di sini aku pembantu dan kamu security, aneh banget!" seru Bi Odah, kesal.

"Umur itu gak bisa menjadi patokan apakah orang itu berani atau tidak, Bi. Kalo saya berani ngapain saya diam, pasti udah saya ajak duel Den Ramos. Cuma, gimana baru liat mukanya aja jantung saya serasa ngederedek, apalagi misahin. Gaklah, Bi. Bibi aja, aku bantu doa dari sini semoga Bibi berhasil. Aku gak mau mati konyol!" jawab Malih dengan tubuh yang sedikit gemetar.

"Akhh, dasar laki-laki tulen! Badan doang bagus, nyali ciut. Kaya gitu mending kau berhenti aja jadi security, nanti aku sampaikan sama Nyonya dan Tuan!" pekik Bi Odah.

"Ya-ya, jangan dong, Bi. Akhhh ... Ya, ya, aku pisahin mereka nih, bantu doa!" ucap Malih, pasrah. Perlahan kakinya bergetar melangkah maju, sementara Bi Odah komat-kamit untuk mentransfer kekuatan bagaikan dukun yang sedang baca mantra.

Akan tetapi, Malih kembali berlari ke samping Bi Odah dengan rasa takut, hingga membuatnya semakin kesal, "Astaga, Malih! Kamu itu jadi cowok penakut banget, sih. Cepat pisahkan dia atau 1 minggu ke depan kamu tidak akan aku masakin. Mau?"

"Tapi, Bi. Aku---"

"E,ehh ... Ma-malih, ka-kamu ngompol?" Mata Bi Odah membelalak ketika melihat celana Malih sudah basah.

"Ma-maaf, Bi. Si Jono ke-kelepasan!" Malih langsung berlari kencang memasuki rumah untuk segera mengganti celana, sedangkan Bi Odah menggelengkan kepalanya menyaksikan betapa konyol dan penakutnya security tersebut.

"Kau--"

Baru ingin mengatakan apa yang ingin diucapkan kepada Adel, sang pria malah mendapat telepon dari seseorang hingga membuatnya segera memasuki mobil dan menutup keras. Setelah itu, dia pergi begitu saja meninggalkan mbak sayur dengan meninggalkan hadiah yang manis.

"Aaaaa ...."

...*...

...*...

...*...

...💜>Bersambung<💜...

Presdir Killer

"Ini kaki bukan karet ban, cok!"

Suara teriakan mbak sayur yang diselimuti oleh rasa sakit membuatnya kesal. Mobil anak majikan Bi Odah dengan sengaja melindas kaki kiri Adel, meskipun baik-baik saja tetap rasanya begitu ngilu.

Gadis itu langsung duduk di aspal dan mengangkat kaki kiri yang terlindas dan mengelusnya secara perlahan sambil sesekali meniup-niup persis seperti tukang balon.

"Fiuhh ... Uhh, uhh ... Sumpah, ini rasanya sakit banget. Andaikan gue punya mobil, langsung gue lindas tuh, batang lehernya biar kapok!"

Bi Odah langsung melihat kondisi kaki Adel yang terlihat sedikit memerah. Bukannya merasa kasihan, pembantu itu malah memarahinya membuat mbak sayur semakin kesal.

"Makanya, kalo mau naruh motor itu yang bener baru ditinggal. Udah tahu majikan Bibi oangnya kaya gitu, malah cari masalah. Masih untung kakimu gak putus, coba kalo putus mau ganti pake kaki apa? Sapi?"

"Bibi!" rengek Adel layaknya anak kecil yang sudah tidak sanggup menahan rasa kesal. Bi Odah terkekeh kecil, kemudian menolong mbak sayur berdiri. Selepas itu, gadis tersebut perlahan pergi meninggalkan komplek menuju komplek sebelah.

Sementara pengemudi mobil yang sudah berada jauh 100 meter dari rumah, terlihat sangat panik dan tergesa-gesa sampai tidak mengetahui jika ban mobil telah melindas kaki Adel. Untung saja semua aman, seandainya remuk atau patah tulang sudah pasti gadis penjual sayur tidak akan mengampuninya.

...💜💜💜...

Sore hari di sebuah perusahaan besar tepatnya di pusat perkotaan sedang merasakan kesi*alan. Satu kerja sama dengan perusahaan besar sudah dibatalkan sepihak. Semua itu karena Presdir tampan terlambat datang saat meeting besar dilakukan.

"Si*al, meleset semuanya, meleset. Akhhh!" teriak Presdir tampan yang tidak lain bernama Ramos. Meskipun dia tampan, tetap saja sifat dingin dan mulut pedasnya itu mampu melukai orang tanpa memikirkan perasaannya.

"Ini semua karena cewek sia*lan penjual sayur. Lihat aja nanti, seandainya ketemu lagi, pasti akan kubalas apa yang udah dia lakukan!"

Kekesalan Ramos yang begitu mendalam terhadap seseorang, berhasil mengacak-ngacak seisi ruang kerja. Tidak ada satu pun orang yang berani mendekat, meskipun sekretaris atau asisten pribadinya mendengar suara kegaduhan di dalam ruangan sang atasan.

Ramos Andreas adalah seorang Presdir tampan berusia 29 tahun. Dia bekerja di perusahaan keluarga untuk menggantikan sang ayah. Tidak ada satu wanita pun yang berani mendekat lantaran dia yang sering mendapatkan julukan Presdir Killer.

Tatapan tajam penuh arti, senyuman tipis yang nyaris tidak terlihat membuat Ramos selalu dipandang buruk oleh orang-orang disekitarnya. Tidak ada satu orang pun yang pernah melihat pria ini tersenyum lebar seperti orang pada umumnya.

Jangankan orang lain, bahkan keluarga sendiri saja sudah lama sekali tidak menyaksikan Presdir tersebut kembali mengukir senyuman manis. Terakhir kali mereka melihat Ramos tersenyum saat usianya menginjak 18 tahun. Lebih dari itu, semua menghilang dan tergantikan oleh sifat yang cenderung menyendiri, dingin, dan bermulut pedas.

Sumpah serapah yang dikatakan Adel ternyata sangat manjur. Kondisi kaki Adel sudah jauh lebih baik ketika sang ibu membalutkan kaki anaknya menggunakan beras kencur untuk meredakan bengkak.

Tepat pukul 5. Ramos bersiap-siap ingin pulang ke rumah, tetapi sang adik malah meneleponnya dan minta dijemput akibat motor kesayangan mogok entah kenapa. Sungguh, malang sekali nasib Ramos. Hanya karena sumpah serapah yang dikatakan Adel berhasil membuat hidupnya tertekan seharian ini.

Sesampainya di sebuah tempat, Ramos langsung menghubungi adiknya. Tak lama dia datang dengan wajah senangnya, lalu berpamitan dengan teman-teman dan memasuki mobil.

"Hai, Kak. Thanks udah jemput gue," ucapnya menoleh ke arah Ramos.

"Nyusahin!" jawab Ramos, dingin.

"Mana ada, dari kantor ke rumah itu satu arah lewatin kampus gue, ya. Kalo gak juga, tadi gue udah ikut sama si kunyuk!" sahut sang adik, tidak ingin kalah.

"Jual tuh, motor butut. Mobil di rumah banyak gak usah kaya orang miskin!" titah Ramos tanpa menatap adiknya.

"Mendingan lu aja yang jual mobil butut lu ini, gak guna juga, 'kan? Toh, harganya masih jauh bawah harga motor gue," celetuk sang adik tak terima.

"Bimantara Adreas!"

"Ramos Andreas!"

"Kau!" ucap Ramos penuh penekanan menatap tajam adiknya.

"Apa?" tanya Bima seolah-olah menantang sang kakak.

"Ckk!"

Ramos hanya mendengus kesal lantaran percuma meladeni Bima, semua tidak akan ada ujungnya. Bima hanya tersenyum membuka kaca jendela mobil penuh kemenangan. Hanya sang adiklah yang mampu membuat Ramos tak berkutik selain mengelus dada.

Bimantara Andreas merupakan adik dari Ramos yang berusia 25 tahun. Ketampanan tak kalah dengan sang kakak membuat Bima menjadi idola para mahasiswi di kampus. Tidak hanya itu, Bima juga salah satu senior Adel yang sangat baik dan ramah.

Senyuman dengan sedikit lesung pipi membuat Bima semakin manis di mata wanita. Ditambah tatapan penuh cinta kasih diselimuti senyuman manis membuat beberapa wanita selalu salah mengartikannya.

Tidak perlu berlama-lama, Ramos segera mengemudikan mobilnya. Namun, baru satu meter dia melajukan mobil, seketika matanya melihat seseorang yang sangat dikenal. Pria itu segera menghentikan mobil, lalu menoleh bersamaan dengan kaca mobil yang terbuka setengah. Melihat ada keanehan Bima langsung mengikuti arah pandangan sang kakak.

Dia bukannya tukang sayur tadi pagi, 'kan? Ko-kok bisa ada di kampus mahal ini, duit dari mana? Apa jangan-jangan dia jual diri? Ckk, ckk ... Dasar wanita murahan!

Begitulah isi hati Ramos saat ini. Akan tetapi, Bima mampu membaca semua itu dan mengatakan sesuatu yang membuat sang kakak langsung menoleh ke arahnya.

"Kakak kenal sama Adel?" tanya Bima.

"A-adel?" tanya balik Ramos, bingung.

"Ya, itu loh, gadis yang kakak liat namanya Adel. Dia juniorku, sebentar lagi dia akan lulus S1. Dia juga mahasiswi yang sangat pintar, walaupun dari orang tidak berada Adel mampu masuk ke kampus ini dengan prestasinya dan mendapatkan beasiswa S1. Kalo saja gadis itu mampu memecahkan rekor IQ tertinggi kemungkinan dia bisa lanjut sampai S2 atau S3. Semua tergantung kepintaran dia. Cuma, aku yakin sih, dia bisa. Wanita mandiri, cerdas, penolong, ramah, baik, dan cantik seperti Adel sangatlah langka."

Bima menceritakan semua tentang Adel yang diketahuinya penuh senyuman. Ramos yang awalnya tidak tahu nama mbak sayur itu, seketika tahu semua hanya dari mulut sang adik. Namun, pantang untuk Ramos menunjukkan sisi keingintahuan sehingga jawabanya membuat sang adik kesal.

"Terus, gue peduli? Gak usah sotoy. Gue lagi liat itu cowok kaya temen gua, nyatanya bukan!" sahut Ramos.

"Oh!" jawab Bima kesal.

Ramos kembali melajukan mobilnya pergi meninggalkan kampus. Tanpa disangka-sangka, dibalik kesia*lan seharian ini, dia malah mengetahui siapa mbak sayur sebenarnya. Pria itu tersenyum miring seperti sedang merencanakan sesuatu di dalam pikirannya.

...💜💜💜...

3 hari berlalu, Adel merasa begitu senang karena hari ini dia mendapatkan jatah libur, sehingga bisa berjualan dari pagi sampai sore sesuka hatinya. Sementara sang ibu yang baru mulai sehat tidak diperbolehkan bekerja sampai benar-benar pulih.

Pagi hari menjelang siang, dagangan Adel sudah mulai berkurang sedikit demi sedikit. Wajah mbak sayur itu terlihat senang karena pendapatannya sudah lumayan lebih dari modal yang dikeluarkan.

Akan tetapi, dibalik kesenangan terdapat kesedihan yang cukup mengejutkan. Di mana ketika Adel melewati salah satu jalan perkampungan yang menanjak, tiba-tiba saja dia salah mengoper gigi motor dengan baik hingga membuat motor mendadak mati dan hilang kendali.

Adel refleks mendadak lompat dari motor yang berjalan mundur. Motor tersebut meluncur ke bawah dan menabrak sebuah mobil yang ada di belakangnya.

Duaaak!

Semua dagangan Adel hancur berantakan, begitu juga dengan motor tua yang sudah bertahun-tahun bersamanya. Adel berlari kencang dalam keadaan sedikit pincang serta luka ringan di lengan dan kakinya yang lecet.

"Huaa ... Motor Entogku!"

Adel meneriaki motor yang bernama Entog. Nama itu diberikan oleh Adel masih kecil lantaran jalannya sama persis seperti hewan Entog. Hewan ini hampir sama dengan itik, bebek yang sering ada di sawah atau banyak orang memanggilnya Entog.

Semua udah hancur ludes tak tersisa, Adel menangisi motor kesayangannya dan memeluk bagaikan benda hidup. Namun, pemilik mobil yang melihat mobil sudah pasti lecet dan hancur langsung keluar dalam keadaan marah.

"Kau bisa naik motor gak sih, hahh!" teriaknya ketika melihat depan mobil kesayangan rusak begitu saja.

"Ma-maafkan saya, Tuan. Saya tidak ... E,ehh. Ka-kau?" Adel terkejut melihat pria yang di hadapan ini ternyata adalah anak majikan Bi Odah yaitu, Ramos.

"Kau lagi? Akhh ... Kenapa sih, gue sial banget ketemu sama lu mulu. Sumpah, lu gak ada kerjaan apa selain bikin hari gue si*al terus, hahh?" pekik Ramos.

Adel langsung berdiri tepat di depannya sambil bertolak pinggang dengan sedikit mendongak untuk menatap kedua manik mata Ramos.

"Ehh, ngaca dulu kalo ngomong. Di sini tuh, yang si*al mulu gue ye, bukan lu! Sebelum gua ketemu lu kehidupan gue aman, tapi pas muka lu yang kek pan*tat panci nongol di mata gue baru hidup gue udah kaya di neraka!" pekik Adel.

"Neraka kok, ngomong neraka! Udahlah, gue gak mau tahu, lu ganti semuanya atau gue bawa semua kasus ini ke jalan hukum?"

Hanya dengan satu gertakan Ramos mampu membuat Adel tak berkutik. Semua itu bukan karena dia takut, tetapi mbak sayur menyadari kesalahannya yang salah mengoper gigi motor sehingga semua kecelakaan ini terjadi.

"Hahh, dasar pengaduan! Berapa yang harus gua ganti?" tanya Adel dengan percaya diri.

"200 juta!" jawabnya spontan menbuat Adel tercengang mendengar nominal ganti yang sangat mengejutkan.

"Cu-cuma penyok begitu aja sampai du-dua ratus juta?" tanya Adel, tak percaya.

"Kenapa? Gak punya duit? Makanya jangan sok!" ucap Ramos, kesal.

"Kuranginlah, jangan banyak-banyak. 500 ribu deh, gue kasih uangnya besok janji. Tapi, jangan bawa semua ini ke polisi. Gue gak masalah dipenjara, tapi Ibu di rumah kasihan gak ada yang bantuin. Gue mohonlah, ayo, 500 ribu pertama, nih!"

"Lu kira mobil gua apaan, hahh! Kalo gak mampu bayar, kita berurusan di kantor polisi!" sahut Ramos, pergi begitu saja dengan tampang yang sangat datar.

"Oke, oke. Gue akan bayar 200 juta sesuai permintaan lu, tapi kasih tahu gue gimana caranya dapetin uang itu?"

Ramos yang baru saja ingin masuk ke dalam mobil, langsung tidak jadi dan kembali berbalik menatap Adel dengan penuh arti.

"Caranya gampang!"

"Apa?"

Adel begitu tegang melihat wajah Ramos. Jika benar pria itu berbesar hati ingin memberikan solusi. Lantas dengan cara apa Adel dapat membayarnya? Jawaban itu hanya Ramos yang tahu, sementara mbak sayur hanya menunggu saran dari Presdir Killer.

...*...

...*...

...*...

...💜>Bersambung<💜...

Menjebak Mbak Sayur

"Sebutkan nomer telpon dan alamat lengkap rumah lu!" titah Ramos.

Sungguh, semua ini di luar dari prediksi Adel. Gadis itu mengira jika Ramos akan langsung to the point mengatakan apa yang harus dilakukan sebagai pengganti kerusakan mobilnya. Namun, ternyata tidak. Ramos malah memberikan teka-teki hingga membuat Adel merasa terkejut.

"Ha-hahh? Bu-buat apa nomor telpon dan alamat rumah? Ja-jangan bilang ka-kau Debt Collector?" tanya Adel, spontan.

Ramos yang tidak terima atas perkataan Adel membuat tangan refleks menyentil dahinya tanpa perasaan, sehingga terdengar suara seperti kelereng yang beradu.

"Awshh ... Sakit, bo*doh!" pekik Adel menatap tajam.

"Gak peduli! Cepat berikan atau urusan berakhir di kantor polisi?"

Ramos menatap lekat wajah gadis tersebut sambil tangannya merogoh saku celana untuk mengeluarkan ponsel. Kemudian, dia membuka kontak untuk mencatat setiap ucapan yang akan dikatakan oleh Adel.

Kalo aja si Entog gak ngambek, udah gua bejek-bejek si muka pan*tat panci, sumpah! Kenapa sih, Tuhan menciptakan makluk seperti dia. Apa gak sebaiknya tuh, orang dimusnahi aja dari muka bumi ini? Dengan begitu gue yakin semua orang yang tidak suka sama si tremos akan merasa merdeka!

Begitulah isi hati Adel saat kesal. Tidak ada cara lain, dia harus tetap menuruti semua itu demi terbebas dari tuntutan yang kelak akan membuatnya berpisah dengan sang ibu.

Setelah mendapatkan semua itu, Ramos segera pergi menuju bengkel khusus untuk memperbaiki kerusakan yang ada pada mobil kesayangannya. Tidak sedikit pun dia merasa kasihan melihat keadaan motor tua yang sudah hancur. Dengan seenaknya pria tersebut meninggalkan Adel yang sedang meratapi nasib si Entog.

"Aduh, Tog, Tog. Kenapa sih, lu pake acara ngambek segala. Jadi begini 'kan, hasilnya. Udah tuh, laki gak punya hati, lu juga samanya. Bisanya ngambek mulu, tahu gini kemarin gua tuker tambah sama gerobak lulahh!"

Bukannya menangisi si Entog, Adel malah memarahinya habis-habisan. Anehnya si Entog seakan-akan mengerti dengan apa yang dikatakan oleh majikannya dan langsung membunyikan klakson.

Trett ... Trett ...

Adel spontan sedikit memundurkan tubuhnya akibat terkejut, "Sumpah, motor almarhum Bapak keramat banget, cok. Masa iya, si Entog bisa jawab gue? Nj*irr, hebat juga lu, Tog. Salut sih, gue. Ya, walaupun lu tua, udah turun mesin, suara klakson mendem kaya ken*tut di air, tapi percayalah, Tog. Lu itu tetap cinta pertama gua, suer, deh. Gak bohong!"

Hueekk ... Adel muntah di dalam hati ketika mengetahui sikapnya yang sedikit berlebihan pada motor tuanya.

Entog tidak menjawab, tetapi malah meneteskan air mata melalui bensin, "Nj*ir, lu orang apa kendaraan sih, Tog. Sumpah baper banget lu, baru dibilang begitu udah cengeng. Dasar tua-tua keladi, makin tua makin jadi!"

Adel terkejut bukan main, sungguh ini pertama kali dia bisa menyaksikan betapa rapuhnya si Entog. Bukannya meratapi nasib motor yang rusak, tetapi dia malah sibuk sendiri mencari sesuatu.

Dengan tergesa-gesa Adel mencoba untuk menadangi bensin si Entog menggunakan alat seadanya. Setelah semua terisi di dalam botol, wajah Adel sedikit berseri. Setidaknya jika Entog tidak dapat digunakan, tetapi bensin masih laku untuk dijual.

Itulah Adel, segala sesuatu dapat dijadikan penghasilan. Dia bukan tipe wanita yang lemah untuk menangisi apa yang sudah terjadi. Dengan bantuan orang tidak di kenal, mbak sayur membawa si Entog menggunakan mobil pick up untuk pulang ke rumah.

Bukannya menerima sambutan sapu terbang dari sang ibu, Adel malah mendapat pelukan hangat penuh kasih sayang. Ibunya lebih peduli akan nasib sang anak daripada si Entog, hingga suasana inilah yang selalu membuat mbak sayur itu kuat untuk menghadapi setiap ujian lantaran didukung penuh oleh sang ibu.

...💜💜💜...

1 minggu berlalu, Adel dan ibunya hanya mengandalkan jualan sayur di rumah dari pagi sampai siang. Selebihnya dari jam 7 sampai jam setengah 11 malam mereka berjualan nasi kuning, nasi uduk, dan gorengan. Semua itu mereka lakukan bermodalkan uang sisa tabungan demi mencari tambahan untuk membeli motor.

Tak ada kata nyerah untuk kedua wanita kuat dan tangguh itu. Mereka terus melawan semua rintangan yang menghadang selagi kesuksesan berada di tangan sendiri. Namun, kemarin Adel mendapatkan sebuah panggilan melalui ponsel yang tidak lain dari Ramos.

Sedikit aneh, tetapi Adel tidak mampu membantah asalkan semua itu tidak menjerumuskannya ke dalam jurang atau kejahatan. Pertama kali Adel mencoba menaiki mobil Ramos membuat dia merasa mual.

Di tengah jalan Adel meminta Ramos meminggirkan mobil. Baru juga mobil berhenti, dia yang tidak biasa menaiki mobil mewah langsung membuka pintu dan memuntahkan semua isi perutnya.

"Menjijikkan!" Satu kata itu keluar dari mulut Ramos sambil memalingkan wajah supaya tidak melihatnya. Selesai mengeluarkan semua itu, Adel membersihkan mulut menggunakan tisu yang ada di mobil.

"Bersihkan sisa racun perutmu yang mengotori mobil gue!" titah Ramos dengan kesal, membuat Adel mencibirkan mulut dan segera membersihkan sedikit sisa muntahan yang terkena badan mobil.

"Kalo gini caranya gue balik pulang!" Baru Adel ingin turun dari mobil, Ramos menahan tangan dan menariknya untuk tetap masuk ke dalam serta menutup pintu juga menguncinya.

"Diam diam di situ atau gue akan---"

"Terah lu, gue udah pasrah! Sumpah, rasanya gue pengen ma*ti mencium aroma stella di mana-mana. Gue kira naik mobil mewah enak, ternyata lebih enakan angkot. Walaupun, banyak polusi apalah itu yang penting gue nyaman!"

Baru kali ini ada orang yang berani mencibir Ramos selain adiknya sendiri. Sungguh, menarik. Namun, saat ini Ramos hanya mampu bersabar menghadapi wanita kaleng rombeng seperti Adel.

Dengan segala pertikaian, akhirnya semua stella atau pengharum ruangan dibuang oleh Adel. Untuk membuat nyaman mbak sayur, Ramos membuka atas mobil hingga membuatnya merasa terkejut.

"Dasar gadis katro!" ucap Ramos dengan suara kecil dan kembali menjalankan mobilnya.

Sementara Adel tertawa menikmati udara segar sambil merentangkan tangan. Teriakan suara itu membuat telinga Ramos tidak nyaman, tetapi dia tetap terdiam dan tersenyum miring.

Apa pun caranya gue harus bisa menaklukkan semuanya! Tidak ada yang tidak mungkin, selagi uang berbicara!

Seperti itulah suara batin Ramos saat ini. Sampah akhirnya mereka sampai di sebuah butik ternama. Mereka turun dari mobil membuat Adel terpana dengan semua busana yang ada di dalam toko.

Gadis penjual sayur itu langsung curiga atas perlakuan Ramos kepadanya. Namun, bukan Ramos namanya apabila dia tidak mampu membungkam mulut Adel. Dengan pasrah Adel mengikuti semua arahan pria menyebalkan di dalam hidupnya.

Kurang lebih sekitar 2 jam, akhirnya Adel keluar dari tempat persembunyian dan menemui Ramos yang sedang fokus memainkan ponselnya.

"Maaf, Tuan Ramos. Apakah ini sudah cukup? Atau, masih ada yang kurang?" tanya pelayan butik sambil tersenyum.

Mendengar perkataan pelayan tersebut, Ramos mema*tikan ponsel dan menaruhnya di dalam saku jas. Selepas itu kedua mata langsung menatap ke arah kaki Adel yang tenggelam di dalam gaun cantik.

Seperti itulah penampilan Adel sekarang yang sudah disulap oleh bebrapa pelayan butik sesuai keinginan Ramos. Perlahan mata pria itu mulai naik memperhatikan bentuk tubuh Adel yang sangat bagus. Sungguh, dia tidak percaya apa yang dilihatnya saat ini.

Kedua mata Ramos tercengang menatap indahnya makluk Tuhan yang sangat cantik ini. Dibalik kesederhanaan Adel, ternyata tersimpan sebuah aset berharga yang sangat mahal. Sehingga hanya baru dialah yang dapat melihat semua itu secara gratis.

"Ckk, sebenarnya lu mau bawa gue ke mana sih, kenapa ribet amat pake beginian segala. Sumpah, gua gak nyaman, cok. Mana bajunya kurang bahan lagi, emang gak ada baju yang ketutup gitu?" tanya Adel sedari tadi melekuk-lekukkan tubuhnya akibat tidak nyaman dengan gaun tersebut.

Ramos yang hampir terpanah akan kecantikan Adel, langsung berdiri tepat di depannya dan menjawab, "Ada!"

"Mana?" tanya Adel kembali. Wajah mereka menatap satu sama lain dengan jarak satu langkah.

"Baju jubah, mau?" sahut Ramos, cuek. Entah mengapa jantungnya mulai berdetak tidak karuan ketika mata itu terus menatapnya.

"Boleh, itu malah jauh lebih bagus. Jubah warna hitam dengan menutup kepalanya, sekalian bawakan sebuah sabit besar biar gue bisa langsung cabut nyawa lu detik ini juga!"

Jawaban Adel kali ini mampu membuat semua orang menelan air liurnya secara kasar. Hanya Adel satu-satunya orang yang berani mengatakan semua itu tanpa rasa takut. Sementara Ramos sendiri terkejut akan tingkah konyol dari gadis penjual sayur ini.

Tanpa menjawab apa pun, Ramos langsung menggandeng tangan Adel dan pergi meninggalkan butik. Gadis tersebut kesulitan berjalan karena gaunnya yang panjang dan sepatu heels dengan diameter kurang lebih 5 sentimeter.

Ramos mengemudikan mobil dan membiarkannya mengoceh tanpa henti. Sesampainya di sebuah gedung, pria itu turun dan membuka pintu untuk Adel. Sehabis mbak sayur keluar dari mobil dengan wajah kesal, tiba-tiba tubuh Ramos menahan tubuh mbak sayur hingg menyandar di samping mobil dalam keadaan pintu sudah tertutup.

"Catat baik-baik yang gue ucapkan ini! Mulai hari ini hutang lu 200 juta gue lunasin dan gue akan kirim motor ke rumah sebagai gantinya. Tapi, dengan syarat. Apa pun yang akan gue katakan nanti lu hanya cukup menjawab, ya. Ngerti?"

"Lo-loh, ke-kenapa be-begitu?" tanya Adel, gugup.

"Terserah, lu mau atau tidak! Semua keputusan ada di tangan lu. Jika lu mau, gandeng tangan gue. Jika tidak, balik sono, kita ketemu di kantor polisi!"

Ancaman Ramos membuat Adel bingung. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Setelah beberapa detik tidak ada jawaban, Ramos berbalik dan berjalan selangkah demi selangkah. Hingga akhirnya apa yang sudah diprediksi olehnya tepat pada sasaran.

Adel menggandeng tangan Ramos sesuai keinginannya. Tidak lupa dia meminta gadis itu untuk selalu tersebut dan bersikap angun pada semua tamu yang hadir.

Banyak pasang mata yang terkejut melihat pemandangan di depan mereka yang mana Ramos dan Adel berjalan di atas karpet merah yang sangat panjang layaknya seorang pangeran dan putri kerajaan.

Adel tidak menyangka gedung mewah dan megah itu ternyata sedang merayakan hari ulang tahun Ramos yang ke 30 tahun. Mereka berjalan perlahan mendekati sebuah meja panjang yang terdapat kue ulang tahun berukuran sedang.

Semua orang tercengang melihat Adel berdiri tepat di samping Ramos. Pertanyaan demi pertanyaan langsung terlontar membuat keluarganya meminta kepastian kepada sang anak siapa wanita yang sudah dibawanya ini.

"Haahh, baiklah. Saya akan menjawab semua pertanyaan kalian mengenai wanita yang ada di samping saya ini!" ucap Ramos dengan sedikit menghelaan napas panjang.

Suasana yang tadinya ramai akan musik, kini menjadi sangat sunyi. Semua mata tertuju pada Ramos dan Adel. Tidak hanya mereka yang merasa jantungan, gadis itu sendiri pun ikut senam jantung menunggu jawaban darinya.

"Bertepatan di hari kelahiran saya yang ke-30. Dia Adelia Kusuma adalah kekasih saya. Hanya dia wanita paling beruntung di antara kalian semua yang mampu bersanding dengan saya. Di hari ini juga saya tidak hanya memperkenalkan Adel sebagai kekasih, tetapi saya akan menjadikan Adel sebagai tunangan saya!"

Degh!

Tidak ada satu kata pun terlontar dari siapa pun. Termasuk Adel dan keluarga Ramos. Semuanya hanya terdiam dalam keadaan syok. Namun, setelah beberapa detik suasana kembali ramai akibat seorang MC mengalihkan para tamu undangan untuk ikut merayakan kebahagiaan mereka.

Mulut Adel terasa kaku dan tidak dapat berbicara seperti biasanya. Ditambah melihat Ramos menarik tangan perlahan mengarahkan gadis penjual sayur itu untuk berada di depan meja supaya semua orang mampu melihat adegan tersebut.

Ramos berlutut di hadapan Adel, mengeluarkan kotak kecil yang berisikan cincin berlian asli dengan harga yang sangat fantastis. Tangan pria tersebut mulai memasangkan cincin tepat dijari manis mbak sayur.

"Apakah kamu ingin menjadi tunanganku, Sweety?" tanya Ramos dengan hati yang gugup. Semoga Adel tidak merusak semua yang sudah dia rencanakan ini.

Si*alan ini orang, bisa-bisanya dia jebak gue. Tahu gini, gua gak mau damai, mendingan gua dipenjara bisa makan enak, tidur nyenyak, gak mikirin beban pula. Wohh, asem! Liat aja lu, gue akan hancurin semua rencana ini dengan mengatakan TIDAK biar lu malu di depan semua. Hahah!

Begitulah suara jahat hati Adel yang merasa dikhianati oleh pria menyebalkan ini. Dengan tekad yang kuat, Adel menjawab semua itu secara lantang.

"Ya, aku mau!"

E,ehh ... Bangke! Kenapa lu malah bilang mau, cok! Wahh, asem ini mulut, sumpah gak konsisten banget nj*irr! Niat mau bales dendam malah gua yang ikutin alur tuh, pan*tat panci. Mam*pus dah, lu, Del! Punya mulut gini amat, gak punya mulut serem, woo ... Kambinglah!"

Semua bertepuk tangan dibalik penderitaan Adel. Hatinya begitu panas melihat kebahagiaan di wajah semua orang, apalagi Ramos. Pria iru menundukkan wajahnya sekilas, tersenyum miring setelah misinya berjalan lancar dan berdiri memeluk Adel.

Thanks, hutang lu lunas. Sekarang waktunya lu ikutin semua arahan gua atau gua bisa dengan mudahnya mengeluarkan lu dari kampus!

Tubuh Adel menegang setelah mendengar bisikan Ramos yang tidak main-main dengan ancamannya. Selagi uang berbicara semua pun akan tunduk. Ibaratkan lu punya uang, lu punya kuasa!

Anehnya, kenapa cincin tersebut ukurannya benar-benar pas di jari Adel? Bukannya Ramos tidak pernah mengetahui ukuran lingkaran jari gadis itu? Entahlah, ini sebuah kebetulan atau tidak dia sendiri pun terkejut. Dikira ukuran cincin kebesaran untuknya, tetapi tidak. Seakan-akan Tuhan seperti merestui hubungan mereka.

Dibalik kebahagiaan mereka semua, terdapat seseorang yang menatap tajam dengan mata sudah memerah penuh amarah. Kedua tangan mencekam kuat menandakan bahwa dia tidak menyukai semua kebahagiaan ini.

Apa yang udah lu rebut dari gua, akan gua ambil kembali. Lihat saja nanti, tunggu tanggal main gue!

...*...

...*...

...*...

...💜>Bersambung<💜...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!