Rintik Sendu Mantan Kekasih
Khailendra Magma Sayaka, cowok bertinggi seratus delapan puluh dua senti meter itu menoleh begitu namanya terpanggil. Khai, begitulah sebutan akrabnya.
Rekan yang tengah tertawa bersama dengannya pun terdiam, juga seorang gadis berambut pirang yang segera disingkirkan dari pangkuan.
"Kenapa, Ma?" Khai membalas panggilan gadis bernama Najma yang berdiri lima meter darinya.
"Aku mau ngomong sebentar, kasih waktu kamu sedikit buat aku, ya. Setelah ini aku janji, aku nggak akan ngemis-ngemis kehadiran kamu lagi."
Khai terkekeh, beranjak dari duduk untuk menghampiri sang kekasih yang justru mundur begitu jarak mereka terkikis.
"Marah, hmm?" Khai membelai surai Najma, membungkukkan tubuhnya yang jenjang, "kan, udah biasa, masa masih cemburu."
"Cemburu pun, aku bisa apa. Kamu akan terus seperti ini, kan." Najma menepis pelan tangan Khai, mundur satu langkah.
"Khai nggak bakalan tobat, Ma. Yang ada makin jadi!!" teriak salah satu teman Khai, membuat gelak tawa dari mereka keluar lagi.
"Aku juga tau, makannya lebih baik aku mundur!" Teriakan Najma pada teman Khai, sukses membuat mereka bungkam dalam sekejap. Ini bukan pertama kalinya Khai main perempuan, bukan pertama kalinya Najma melihat kedekatan seperti pangkuan tadi, tapi ini pertama kalinya gadis berambut sebahu itu bereaksi.
"Ma, maksud kamu apa. Kamu, kan, tau, cinta aku cuma buat kamu. Mereka cuma mainan. Bahan untuk aku bersenang-senang." Khai tidak terima, menahan kedua lengan Najma untuk menghadapnya.
"Kita selesai, ya, Khai. Aku udah nggak kuat lagi."
"Kamu ngomong apa sih, Ma. Jangan kekanakan. Ini udah biasa terjadi, kenapa harus ada kata selesai. Kamu udah janji bakal terus sama aku. Kita, kita punya janji untuk menua bersama!"
"Aku nggak bisa, aku nggak sanggup. Apalagi setelah ini kamu akan masuk universitas, pasti tingkah kamu akan lebih-lebih dari ini. Aku kasihan sama diriku sendiri yang harus menahan cemburu terus-terusan."
"Aku akan berubah. Aku nggak akan selingkuh lagi. Kamupun tau, sekalipun aku duain kamu, kamu tetap jadi prioritas aku!"
Najma menepis kembali tangan Khai, menunjukkan cincin yang melingkar di jari manisnya. "Percuma kamu berubah, akupun nggak akan bisa bersama kamu lagi. Kita selesai, Khai. Aku udah menikah."
"Ma?!" Mata Khai membulat, dia kaget tapi tak lama terkekeh, "kamu kalau mau bohongin aku nggak gini caranya. Oke ... oke ... aku bakal usir dia, sekarang kamu yang gabung di sana. Kita rayain hari ini. Kamu gini pasti karena efek sakit kepala. Ujian udah selesai, waktunya senang-senang. Tiga puluh menit lagi, kita jalan-jalan ke Braga."
Lagi-lagi tangannya ditepis, Najma benar menghindari rangkulan dari Khai. Pemandangan asing ini sampai membuat teman-teman cowok itu tak berani melihat. Terlalu canggung.
"Najma, sudah selesai pamitan sama temannya?" Laki-laki berkemeja coklat susu dengan lengan pendek datang, tampilanya formal, rambutnya seleher bergelombang.
"Khai, kenalin. Dia Mas Padma, suamiku." Najma merangkulkan tangannya pada lengan Padma.
Mata bertudung milik Khai menyipit, fokus pada cincin yang sama yang keduanya kenakan.
"Aku pamit, Khai." Dengan berat hati Najma melangkahkan kakinya yang lemas, menarik lengan Padma untuk pergi dari sana.
Sementara itu Khai masih terpaku, tidak bisa berkata-kata. Pembalasan Najma atas kebrengs*kannya benar-benar di luar dugaannya.
...***♡***...
"Aku tau aku brengs*k, tapi cara kamu pergi tidak akan aku terima seumur hidupku, Ma."
Lima tahun telah berlalu sejak kejadian di mana Najma menghampiri Khai berlangsung. Kepergian yang masih menimbulkan tanda tanya besar. Sejak saat itu, Khai tidak bisa menemukan jejak sang mantan kekasih yang menikah dengan pria lain. Pernikahan yang begitu mendadak dan aneh, sebab di hari sebelumnya Najma masih menunjukkan cintanya yang begitu besar pada Khai.
Najma, gadis paling pintar yang berpacaran dengan cowok terpopuler se-sekolah itu memang bisa dikatakan bodoh soal cinta. Dia tau betul tabiat Khai yang doyan selingkuh. Namun dirinya masih tetap bersama Khai, memaafkan segala kesalahan yang cowok itu perbuat. Bahkan keduanya berencana masuk di universitas yang sama. Tapi sejak hari itu, baik teman dekat maupun guru tidak ada satupun yang bertemu Najma lagi. Kedua orang tuanya pun pindah rumah. Hasil ujian kelulusannya pun tak diambil, menjadi tumpukan kertas tak berguna di lemari khusus dokumen sekolah.
Tiga hari lalu, setelah lima tahun lamanya mencari, Khai akhirnya menemukan jejak baru usai dia tak sengaja bertemu Ibu Najma di jalan. Gadis itu tak di Bandung lagi, melainkan diboyong ke Surabaya oleh suaminya. Ada kejanggangalan sebab Ibu Najma seolah menghindar. Kejanggalan itulah yang membuat Khai nekad.
Kini Khai juga berada di kota yang sama dengan Najma, dengan cinta yang sama, dan rasa penasaran yang masih begitu besar.
"Ma, kamu tau betul kalau cintaku sudah habis untuk kamu. Kamu harus tanggung jawab. Aku, aku nggak bisa jatuh cinta lagi. Aku nggak terima kamu menjadi milik orang lain!"
Di dalam sebuah kamar hotel, Khai berdiri menghadap jalanan luar yang padat. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana.
Mulai hari ini, dia akan mengurus cabang perusahaan Papanya di Surabaya. Dia akan memaksa menetap di sana demi bisa mencari Najma. Demi untuk menguras rasa penasarannya.
Khai brengs*k dan Najma menerima itu. Tapi kenapa berubahnya begitu mendadak? Kenapa dia nenerima perjodohan itu? Dan kenapa dia tidak menjelaskan sedetail-detailnya alasan agar Khai tak perlu bertanya-tanya dengan perginya yang mendadak.
"Aku pasti akan menemukanmu, Ma!"
Dering ponsel yang berbunyi membuat Khai beranjak dari posisinya untuk mengangkat panggilan yang rupanya dari Tora, sang Papa.
"Ada apa, Pa. Bukannya ini masih terlalu pagi untuk mendapat perintah?" Tanpa ekspresi, Khai menekan ponselnya kuat-kuat.
"Kamu terlalu banyak bicara. Lebih baik kamu kembali ke Bandung, urus perusahaan di cabang pusat!"
"Khai tidak mau. Berikan saja cabang pusat pada Danendra. Bukannya nanti dia yang akan mewarisinya. Atau Papa tau, kalau dia tidak akan becus mengurus jadi melimpahkan kepada Khai agar nantinya Danendra tinggal menikmati hasilnya."
"Diam kamu. Mau atau tidak, saya hanya butuh jawaban itu!"
"Tidak. Khai sudah bilang tidak sejak tadi. Tapi Papa terlalu banyak marah."
Panggilan mati begitu saja, Khai terkekeh sebelum akhirnya melempar ponsel itu ke tembok hingga pecah berantakan.
"Danendra, Danendra, Danendra ... Khai juga anak Papah!!" pekiknya.
***
masih episode satu
lanjut gak nih?
penasaran gak nih?
tunggu ya, besok up lagi🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Mey
cussss... lanjut, part awal aja udah bikin penasaran 😁
2023-10-28
1
⍣⃝ꉣꉣAndini Andana
lanjuuuuuuttt
2023-10-28
3