"Masih ada besok pagi, Khai. Najma pasti datang ke resto lagi." Cukup, Khai sudah dua jam memutari jalanan Surabaya yang padat. Dia harus kembali ke hotel untuk mempersiapkan diri menemui undangan Tuan Hartanto. Mungkin dia nanti akan mendapat rekomendasi tampat tinggal juga. Jujur saja, menginap di hotel terus-terusan kurang membuatnya nyaman.
Berbelok ke kanan, lima ratus meter melaju akhirnya dia sampai. Khai memarkirkan mobil persis di depan hotel sebagai tamu VVIP. Satpam tersenyum ramah padanya, membukakan pintu.
"Pak, pernah lihat perempuan ini?" tanya Khai sebelum masuk, memperlihatkan foto yang semalam dia perlihatkan pada preman. Siapa tau Najma sering melintas di depan jalanan hotel.
Satpam itu mengangguk. "Dia sudah berkali-kali datang. Hanya sebentar. Tuan mengenalnya?" satpam itu berbisik, matanya melirik kanan-kiri, "dia anak didiknya Priska. Bukan wanita baik-baik."
"Lupakan." Khai serak, kerah kemejanya serasa mencekik lehernya tiba-tiba. Dia masuk tanpa basa-basi lagi.
Priska, kenapa nama itu terus disebut. Tidak mungkin jika Najma berubah sejauh itu. Khai tidak mau cepat percaya. Lagipula pegawai di restaurant mengatakan jika hari-hari Najma dihabiskan di sana. Mana mungkin dia punya tenaga untuk melakukan itu di malam hari.
"Mereka salah orang. Najma-ku tidak seperti itu!" Khai meyakinkan diri, mengepalkan tangannya.
...***...
Sungguh sangat muak mendapati Padma di rumah. Yang laki-laki itu lakukan hanyalah tidur dan tidur setelah semalaman penuh berpesta. Paling-paling dua jam lagi dia akan bangun dan pergi lagi, mabuk-mabukan lagi, main wanita lagi. Hanya itu-itu saja kegiatannya setiap hari.
Status pasangan suami istri hanyalah status. Najma lebih bisa disebut jal*ng pribadi yang akan dimainkan ketika lelaki itu menginginkan. Setelahnya dia tidak akan dianggap, kecuali Padma butuh uang.
"Goyang yang bener, Ma ... gue butuh uang banyak!!" teriak lelaki itu.
Jika membunuh bukanlah dosa, Najma sudah dari lama memukulkan batu ke kepala Padma. Benar-benar muak. Tidak ada seharipun tanpa sakit kepala.
Najma berjalan tergesa ke arah dapur, mengisi air pada baskom besar, mengguyurkannya pada Padma.
"Bajing*n!!" Padma yang masih setengah sadar berdiri sempoyongan, menunjuk ke ruang hampa, "berani lo sama gue. Habis lo malam ini!"
Najma terkekeh, memukulkan bokong baskom pada kepala suaminya itu hingga dia jatuh. Jika masih terpengaruhi alkohol, Padma tidak akan sadar dengan apa yang terjadi saat sadar nanti. Jadi di setiap kali dia tipsy, Najma akan mengeluarkan unek-uneknya sedikit. Bisa mati lelaki itu jika dia mengeluarkan semuanya.
"Sekarang aku masih punya rasa takut, mungkin nanti jika muakku sudah lebih dari luasnya semesta, aku akan membunuhmu, bajing*n!"
"******!!" Sekali lagi Najma memukulkan bokong baskom itu sebelum melemparkannya asal. Dia harus segera bersiap sebelum jemputannya datang, sebelum Padma sadar sepenuhnya.
Memilih baju yang akan dikenakan, bebersih dan memakai wewangian sebadan-badan, Najma juga merias wajahnya tipis-tipis. Dia tidak pernah dandan menor agar tidak terlihat seperti j*lang pada umumnya. Kecantikan alami khas gadis Bandung itulah yang membuat Najma diistimewakan Nyonya Priska. Untuk urusan pelanggan, bukan kehidupannya.
"Tuhan ...maafin Najma. Najma sudah berusaha kabur, tapi preman itu selalu bisa mencegah. Najma juga nggak mau melakukan hal hina seperti ini. Tuhan, boleh Najma minta, kabulkan doa yang selalu Najma lantunkan setiap malam. Najma ingin bebas. Ingin kembali ke Bandung dan menjalani hidup selayaknya manusia normal. Semoga ini menjadi yang terakhir. Aamin."
Tidak pernah satu haripun terlewat doa meminta kebebasan. Hingga lima tahun berlalu, doa itu tak kunjung terkabul juga. Yang bisa disyukuri Najma hanya satu, dia tidak diperlakukan seperti wanita lain, yang harus melayani pria hidung belang lebih dari satu setiap malamnya.
Suara klakson telah terdengar, Najma beranjak dari mengacanya. Terkekeh begitu mendapati Padma tertidur di lantai dalam keadaan basah kuyup.
"Mati saja kamu, Mas!" rutuknya, menginjak perut Padma sebelum pergi.
"Bening bener, Ma. Andai saya orang kaya," goda si supir begitu Najma masuk ke dalam mobilnya.
Najma melempar sebuah bantal. Dia tidak suka dipandang rendah meski statusnya memang rendahan. "Ke hotel mana?" tanya Najma.
"Bumi resort, jelas banget yang booking super kaya.
"Baguslah, biar minggu depan nggak ambil pelanggan lagi."
"Apes banget hidup kamu, Ma. Kabur nggak bisa, kerja nggak dapet duit. Kalau saya jadi kamu mah sudah bunuh diri saja." Supir itu tertawa.
Najma diam saja, melihat kaca luar. Hari telah gelap, tapi jalanan masih begitu padat. Hingga tiga puluh menit berlalu, akhirnya mereka sampai.
Nyonya Priska telah menunggu. Tampilannya elegan, tidak terlihat seperti dia adalah seorang germ*. Bagi yang tidak mengenalnya, Najma mungkin dianggap kolega atau sahabat akrab yang akan membahas bisnis bersama. Untungnya, kaum ekonomi menengah ke bawah, jarang sekali yang mengenal siapa Nyonya Priska. Tidak heran jika teman-teman Najma di resto juga tidak tahu menahu dengan bisnis lendirnya ini.
"Sudah ditunggu. Tuan Hartanto. Masih ingat?" Nyonya Priska nampak sumringah.
Najma mengangguk, pelanggannya terbatas, dia jelas mengenali lelaki itu.
"Beri service terbaik kamu. Dia berani ambil tiga puluh lima juta. Kalau bonus kamu sampai lima juta, dua minggu ke depan kamu libur. Mami janji."
"Eumm."
Dituntun hingga tiba di suatu ruangan, Nyonya Priska mengetuk pintu yang langsung dibuka. Rupanya Najma tidak sendiri, melainkan sudah ada tiga wanita panggilan lain yang ada, juga seseorang yang membuat Najma terpaku di ambang pintu. Dia adalah Khai, mantan kekasihnya.
"Nana, how are you?" Tuan Hartanto beranjak dari duduknya. Nana, begitulah nama samarannya yang diberikan Nyonya Priska.
Nyonya Priska menyikut, Najma masih terpaku pada sosok pria yang terus melihatnya tanpa berkedip itu.
Beri service terbaik, dua minggu kamu libur. Najma segera berkedip mengingat kalimat itu. Semuanya pun telah terlanjur, Khai kini tau dia bekerja sebagai apa jika malam tiba. Najma segera menggelayutkan tangannya pada leher Hartanto, pria beruban yang badannya masih kekar itu.
"Mau sekarang, Dad?" rayunya, memainkan dasi lelaki tua itu.
"Saya tidak salah memilih dia lagi." Tuan Hartanto mengecup pipi, membuat Najma berpura-pura tersenyum, dia mengabaikan Khai yang tidak berhenti menatapnya.
"Dia memang yang terbaik. Silahkan, Tuan." Nyonya Priska tersenyum, wajahnya begitu bangga. Bisnis lendirinya benar-benar sukses.
"Khai, saya sengaja memanggil yang tiga itu. Jika kamu mau, masih ada kamar kosong di sebelah. Pakailah!" seru Tuan Hartanto. Dia telah menggandeng Najma pergi.
Selisih dua kamar dari kamar yang dijadikan tempat makan privat, Najma telah dibungkus di dalam sana. Dia yang dijanjikan libur dua minggu akan berlaku sangat ganas.
"Jangan, Dad. Ini asetku. Nanti kalau kendur aku tidak terlihat cantik lagi." Najma menutup bibir Hartanto dengan telunjuknya. Lelaki tua itu ingin menciumi dan meremas payud*ra Najma yang menonjol.
"Jika aku membayar lebih, bagaimana?" Tuan Hartanto menaikkan satu alisnya.
"Lakukan sesukamu." Najma mendorong lelaki itu ke atas ranjang, dia berada di atasnya, membuka satu persatu kancing kemeja seraya menggesekkan bagian vital mereka.
"Ah ... belum apa-apa kamu sudah membuat saya gila, Nana."
"Ini belum seberapa, Dad." Seluruh pakaian Tuan Hartanto telah terlepas, giliran Najma membuka dressnya, menyisakan pakaian dalam yang membuat lelaki tua itu terpana.
"Jangan terburu-buru." Service terbaik adalah yang tidak langsung menyatukan. Najma memberi sentuhan sensasionalnya lebih dulu, menjilati bagian tubuh Tuan Hartanto dari atas hingga ke bawah, lantas mengulum dengan hebat pistol panjang yang membuat pemiliknya kejang.
Belum sampai pada pelepasan, Najma kembali menggesekkan miliknya. Membuat dirinya ikut panas agar saat masuk nanti, dia tidak kesakitan.
"Masukan, Na, masukan!" Tuan Hartanto tak kuat lagi, mengerang. Kulit putihnya memerah.
Najma membuka ****** ********, memasukkan perlahan milik Tuan Hartanto dengan membayangkan wajah Khai. Hari ini dia menjadi sangat gila, dan dia tidak akan segila ini jika bukan karena mantan kekasihnya itu.
Pinggul maju mundur, Najma berusaha keras menikmati permainannya sendiri dengan wajah Khai di kepalanya. Dia berusaha menghilangkah rasa takut akan reaksi Khai dengan hal ini. Karena dia sendiri yakin, Khai pasti akan jijik setelah melihatnya bergelayut manja pada Tuan Hartanto tadi.
Dua kali pelepasan cukup untuk membuat lelaki tua itu lemas tak berdaya. Napasnya naik turun, sampai membuka matapun sudah tak sanggup.
"Ambil sepuluh dollar di dompetku. Hari ini, kamu membuatku gila," lirih Tuan Hartanto menunjuk dompet di atas nakas samping tidur.
Najma yang telah mengenakan pakaiannya lagi membuka dompet itu. Terbelalak matanya mendapati pecahan seratus dolar di dalam dompet itu.
"Dad, kau yakin memberikanku sepuluh lembar?" tanyanya.
"Kalau aku memiliki seratus lembar, akan kuberikan semuanya padamu. Ambilah. Aku akan beristirahat di sini malam ini. Besok-besok, aku mungkin memanggilmu kembali."
"Thank you so much, Dad. Aku akan menunggunya, kau juga hebat."
Sebuah pujian palsu yang membuat Tuan Hartanto tertawa sumringah, Najma melenggang keluar, merubah wajahnya menjadi datar. Bukan hanya pujian, ekspresi senyum dan puasnya pelepasan juga hanyalah kepura-puraan.
"Lebih dari lima juta." Najma telah ditunggu Nyonya Priska, dia menyerahkan sepuluh lembar dollar itu secara cuma-cuma.
"Aihhh ... kamu memang selalu membuat Mami bangga, Sayang."
"Ambil saja semuanya, Mam. Jatahku gunakan untuk mengurangi hutang Mas Padma. Libur dua minggu, jadi kan?"
Nyonya Priska mengangguk sumringah. "Tentu. Mami selalu menepati janji. Selamat beristirahat, Sayang. Jangan lupa minum obat dan rawat dirimu. Datang ke kinik Mami setiap minggu."
"Eumm. Aku duluan."
Melewati lorong sunyi, Najma ingin segera pulang, mengistirahatkan tubuhnya.
"Ma," panggilan dari suara laki-laki yang terbayang di kepala saat pergulatan tadi membuat Najma menoleh ke arah sumber suara. Sungguh, tatapan dari mata Khai membuat wanita itu tak bisa membendung gemuruh sakitnya.
Dulu bola mata Khai selalu berbinar ketika melihat Najma. Tergambar dengan jelas betapa besar rasa sayang lelaki itu padanya. Tapi sekarang, mata itu penuh sekali dengan tanda tanya yang menggambarkan rasa tidak percayanya.
Telah memutus hubungan lima tahun lalu. Telah mengubur dalam-dalam rindu yang pernah menggebu sebelum kembali bertemu, Najma memalingkan wajahnya, menghindar. Jalannya setengah berlari, karena Khai di belakangnya mengejar. Malam ini dirinya terlalu lelah untuk membahas apa yang terjadi. Dia juga sadar diri, jika sebaiknya mereka tak perlu dekat seperti dulu lagi.
"Najma!!" Khai berteriak keras, berlari semakin kencang. Najma yang dikejarnya telah masuk ke dalam sebuah taxi kosong yang melintas.
Dua ratus meter mengejar tanpa jawaban, Khai akhirnya menyerah. "Aku akan terus mengejar sampai kamu menjelaskan apa yang terjadi, Najma!!" teriaknya lantang.
***
Jadi Najma pasti berat, jadi Khai pasti kaget.
Najma bakal jujur atau terus menghindar ya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
⍣⃝ꉣꉣAndini Andana
jadi reader pasti penasaran 😳
2023-11-08
1