About His Key

About His Key

Keynara

Sama seperti hari-hari sebelumnya, tidak ada yang berubah dan justru semakin buruk bagi seorang gadis bernama Maureen Keynara Hadigantara yang kerap disapa Key. Dia anak bungsu dari enam bersaudara di keluarga itu, tetapi dia selalu diperlakukan layaknya seorang pembantu. Ketika sedang menata beberapa menu makanan di meja, tiba-tiba gadis itu dikejutkan oleh seseorang yang menyerukan namanya dengan keras.

"KEYNARA, SINI LO!" Gadis berpipi tirus itu menghampiri kakak perempuannya dan menatapnya takut. Ellena Cleonara Hadigantara, gadis berpipi chubby yang merupakan kakak keempatnya.

"A-ada apa, Kak?" cicit Keynara, ia memilih untuk menunduk.

"Pakai nanya lagi! Nih, lo liat baju kotor gue! Numpuk! Kenapa belum lo cuci? Gue nggak mau tau, lo cuci ini sekarang!" Ellen melempar keranjang bajunya ke arah Keynara dengan kasar hingga jatuh berserakan. Keynara buru-buru memunguti semua baju itu ke dalam keranjang.

"Maaf, Kak, tadi gue harus masak dulu dan baru aja selesai." Keynara menahan tangisnya, semakin menunduk tak lagi berani menatap wajah itu.

"Halah! Bilang aja lo malas!"

Keributan itu menimbulkan tanda tanya dari saudara-saudara mereka. Dari arah tangga, muncul empat pemuda tampan dan berjalan ke arah keduanya. Tiga orang berdiri di belakang Ellen, seorang lainnya di belakang Keynara.

"Ada apa, sih, ini? Kenapa kalian udah ribut pagi-pagi gini?" tanya seorang pemuda berkulit hitam kepada mereka.

"Keynara malas, Bang Rio. Masa, baju-baju gue belum dicuci?" adu Ellen dengan manja. Dario Revano Hadigantara, si sulung itu merangkul adiknya penuh sayang.

"Udah dulu marahnya, mendingan kita sarapan dulu biar nggak telat ke sekolah." Rio menggandeng Ellen ke ruang makan.

"Woy! Ngapain lo masih di sini? Buruan cuci bajunya!" bentak seorang pemuda dengan rambut harajukunya. Cakka Zefran Hadigantara.

"I-ya, Bang Cakka. Gue cuci sekarang," ujar Key berusaha menahan getaran suaranya.

"Ingat, cuci yang bersih. Kalau nggak, jangan harap lo bisa sentuh makanan itu, atau pergi dari sini. Paham?" imbuh pemuda bermata sipit. Dia Alvin, Calvin Stefan Hadigantara lengkapnya.

"Ayo, Alvin." Cakka dan Alvin pun bergegas menyusul Rio dan Ellen.

"Key ...." Pemuda gondrong yang sedari tadi bungkam, akhirnya bersuara. Raynaldo Zevandra Hadigantara namanya.

"Gue nyuci dulu," ucap Keynara. Gadis itu langsung pergi, tanpa memberi kesempatan Ray untuk berbicara.

Ray hanya bisa menghela napas panjang, lalu bergabung dengan saudara-saudaranya yang lain. Ia duduk di kursi paling ujung, mendengar percakapan ringan dan hangat mereka membuatnya kesal. Pemuda itu menatap mereka satu persatu.

"Kalian keterlaluan. Kenapa kalian bertindak seenaknya sama Key? Inget, Keynara itu adik kita! Nggak pantas kalian perlakuan dia kayak gitu!" ucapnya kesal. Keempat kakaknya pun langsung diam dan menatapnya jengah.

"Apa, Ray? Adik? Gue nggak salah denger, kan?" balas Alvin sarkas. Ia mengembuskan napas kasar, sebelum melanjutkan perkataannya.

"DIA ITU BUKAN ADIK KITA! DIA ITU PEMBUNUH! PEMBUNUH ORANG TUA KITA! DIA ITU CUMA ANAK PEMBAWA SIAL! LO NGGAK LUPA, KAN, SAMA KEJADIAN ITU?" Bentakan Alvin terdengar keras, membuat Ray tersentak. Namun, pemuda itu tak kenal takut, ia baru ingin membuka mulut, tetapi Cakka menyela terlebih dahulu.

"Vin, udah! Biarin aja Ray bela anak sialan itu! Nanti juga dia kena batunya. Gini, daripada kita pusing ngurusin mereka berdua, mending sepulang sekolah kita liburan? Setahu gue, selama tiga hari kedepan kita libur, kan?" ucap Cakka sambil menepuk-nepuk pundak Alvin. Pemuda bermata sipit itu pun mengangguk setuju, begitu juga dengan Rio dan Ellen yang hanya diam mendengarkan perdebatan tadi.

"Berangkat sekarang, yuk? Keburu siang," ajak Rio kepada ketiga adiknya, tanpa menghiraukan keberadaan Ray di sana. Ray berdecak kesal, ia pun menyiapkan sarapan untuknya dan si bungsu, lalu menyantap makanannya terlebih dahulu.

Sementara di kamar mandi, Keynara mendengar semua perdebatan mereka berlima. Air mata yang sejak tadi ia tahan, pun meluruh saat mereka menyebut dirinya sebagai pembunuh kedua orang tua mereka. Ia menyandarkan tubuhnya yang bergetar hebat pada tembok, dan mengigit tangannya untuk meredam suara tangisnya, tak lupa kran air ia nyalakan dengan kencang.

'Sampai kapan gue disalahin? Apa gue memang salah? Andai dulu gue nggak minta jalan-jalan, pasti ayah sama bunda masih ada di sini. Semua kakak gue juga nggak akan benci sama gue, kan? Apa ... gue harus pergi juga supaya mereka seneng?' racau Key dalam hati. Tanpa disadari, ada seseorang yang memperhatikannya dengan pandangan sulit diartikan dari celah pintu yang tidak tertutup rapat.

'Maaf ... gue nggak bisa jaga dan lindungi lo. Sabar, Key, gue bakal pastiin, kita semua bisa kembali lagi kayak dulu.' Sosok itu pun segera pergi dari sana.

Beberapa saat kemudian, Key selesai mencuci pakaian kakaknya dan sudah menjemurnya. Kini, gadis itu berjalan perlahan menuju ruang makan. Suasana tampak sepi, sepertinya mereka sudah berangkat ke sekolah terlebih dahulu.

Dilihatnya jam yang menunjukkan pukul 06:30, masih ada waktu baginya untuk sarapan dan pergi ke sekolah. Di ruang makan, ia dikejutkan dengan keberadaan kembarannya. Pemuda itu tengah melamun.

"Kenapa lo belum berangkat?" tanya Key dengan nada datar. Ia duduk di samping pemuda itu, dan mulai menyantap makanannya. Pemuda itu tersentak, lalu menatap gadis di sampingnya.

"Gue nunggu lo, Key. Nggak mungkin gue biarin lo sendirian."

"Nggak usah sok peduli. Gue nggak butuh rasa kasihan lo. Lo juga pasti benci, kan sama gue? Cih ... nggak usah pura-pura nerima keberadaan gue di sini. Gue nggak nyaman." Ray menatap Key sendu. Sesakit itu kah hatinya, sehingga Key menolak kepeduliannya?

"Lo selalu bilang, kalau lo sayang sama gue, kan? Tapi kenapa lo nggak pernah belain gue secara langsung di depan mereka? Mereka maki-maki gue lo diem aja. Kenapa harus nunggu gue denger semua kata-kata itu, lo baru belain gue? Di sekolah juga, lo diem aja liat gue dibully. Malah guru-guru yang belain gue. Lo ngapain?" Setelah berkata demikian Key segera mencuci piring-piring kotor itu. Kemudian, dirinya mengambil tas dan jaketnya lalu berjalan keluar rumah.

Ray tak tinggal diam, pemuda itu segera menyusul Key dengan motornya. Ia menghentikan kuda besinya di samping Key yang tengah menunggu angkutan umum. Ia menyodorkan helm lain kepada adiknya.

"Pakai, kalau lo nggak mau telat ke sekolah." Key menghela napas panjang, dengan berat hati dirinya menerima helm tersebut dan naik ke boncengan Ray. Lalu, pemuda itu mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, membuat Key refleks memeluk erat tubuhnya. Kalian pasti bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarga kecil ini?

Keynara, seorang gadis yang ceria berubah menjadi sosok pendiam dan dingin. Namun, itu hanya berlaku jika ia sedang bersama saudara kembarnya. Perempuan itu hanya tak ingin pemuda itu turut dibenci oleh keempat saudaranya yang lain.

Sebaliknya, jika ia berhadapan dengan keempat kakaknya yang lain, sosok gadis rapuh dan penakut yang tampak dalam diri Key. Dari kecil, Key memang tidak pernah berani untuk membantah mereka. Dulu ia tumbuh dengan kasih sayang, tetapi sekarang dirinya tumbuh dalam kebencian.

Bahkan hingga peristiwa itu terjadi, ia semakin tidak berani melawan mereka meski dirinya harus menahan sakit. Ray, pemuda itu tidak pernah membenci Key. Dirinya percaya, jika kejadian itu sudah takdir dari Tuhan yang tidak bisa mereka hindari.

Maka dari itu, Ray selalu berusaha untuk tetap berada di sisi sang adik. Mencoba meyakinkan, bahwa gadis itu tidak sendirian. Meluluhkan kerasnya hati Key, yang mungkin terlanjur perih ketika tidak mendapatkan kepercayaan dari keempat kakaknya.

Terpopuler

Comments

Mawar_Jingga

Mawar_Jingga

halo kak aku mampir🥳

2023-11-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!