Sebuah Tragedi di Puncak

Di hari Sabtu pagi, tampak sebuah keluarga sedang berkumpul di ruang keluarga. Raut bosan terpancar di wajah mereka yang tengah bingung ingin melakukan apa di akhir pekan ini.

"Ayah, bunda Key mau jalan-jalan ...." Rengekan seorang gadis kecil memecahkan keheningan di ruangan itu.

"Hm? Anak ayah mau jalan-jalan? Emangnya, Key mau ke mana?" tanya seorang pria paruh baya sembari membawa gadis itu ke pangkuannya. Dia adalah Jovan Alexio Hadigantara. Di sampingnya, Jane Lauren Hadigantara, sang istri pun tersenyum mengusap kepala putri bungsunya.

"Endak tauu. Key pingin jalan-jalan liat gunung, terus habis itu mau makan stroberi banyak." ucapnya polos dengan merentangkan tangan kecilnya. Semua orang yang ada di sana tertawa gemas.

"Ayah, gimana kalau kita ke puncak?" tanya seorang pemuda berambut harajuku, Cakka.

"Setuju, Kka. Kan di sana bisa lihat gunung. Pemandangannya juga pasti bagus. Ada perkebunan buah juga, kan?" sahut pemuda yang tampak lebih tua darinya. Cakka menyetujui ucapan Rio.

"Oh iya, ke puncak aja kalau gitu. Nanti Key bisa berburu buah stroberi, Key mau?"

"Key mauu!!! Asyiikk!" sorak Key kecil dengan gembira.

Setelah itu, mereka pun mulai packing perlengkapan yang harus dibawa ke puncak. Beberapa menit kemudian mereka pun bergegas menuju puncak, karena cuaca tampak mendukung perjalanan hari itu. Key tampak menikmati perjalanan mereka, sesekali ia berceloteh atau bernyanyi, membuat seisi mobil tertawa geli menanggapinya.

Setibanya di puncak, mereka pun beristirahat sejenak di Vila milik Barra. Key, anak kecil itu mengikuti kelima kakaknya memasuki sebuah kamar yang akan mereka tempati. Yah, Key memang terbiasa tidur bersama kakak-kakaknya.

"Kaell," panggil Key kepada Ellen. Gadis itu tengah duduk setelah membereskan koper kecilnya.

"Iya, Key, kenapa?" tanya Ellen dengan lembut.

"Nanti temenin Key liat matahari tenggelem, ya?" Sontak kelima kakaknya tertawa mendengar ajakannya.

"Sayang, itu bukan matahari tenggelam. Tapi terbenam," ralat Ellen dengan kekehan kecilnya. Sang adik hanya menampilkan cengirannya dengan lugu.

Setelah beberapa saat beristirahat, kini mereka sedang menjelajahi kebun stroberi seperti keinginan si bungsu. Jovan dan Jane terlihat bahagia melihat putra-putrinya akur dan saling menjaga. Key dengan kaki mungilnya berlari-lari kecil, sesekali tangannya memetik buah stroberi dan memberikannya kepada Alvin yang bertugas membawa keranjang buah

"Koko, Key mau petik banyak-banyak boleh?" tanya anak kecil polos itu. Alvin tersenyum kecil.

"Boleh, dong. Key petik aja sepuasnya, nanti biar Koko yang bawa."

"Yeayy!"

Key kembali berlari dan memetik buah-buah kecil berwarna merah itu. Alvin pun mengikuti dari belakang, dan berteriak agar adiknya tidak berlarian. Namun, belum sempat dirinya meraih tangan kecil itu, Keynara sudah terlebih dulu terjatuh.

"Huwaaaaaa!"

Seketika tangis anak itu pecah. Alvin yang sedari tadi mengikuti langkah kecil itu, pun lantas meletakkan keranjang yang ia bawa dan menggendong sang adik yang kini menangis dengan wajah memerah. Pemuda itu mencoba menenangkan adiknya.

"Key, jangan nangis. Key harus jadi anak perempuan yang kuat. Kalau Key jatuh, Key harus bangun lagi. Oke?" Gadis kecil itu menatap Alvin dengan mata berkaca-kaca, mencoba menghentikan tangisnya.

"Ja-jadi kalau Key jatuh, Key harus bangun sendiri? Key ndak boleh nangis, ya?" Alvin tersenyum dan mengangguk.

"Iya, sama kalau ada orang yang jahatin Key, Key harus lawan. Jangan bolehin orang jahat sama Key, oke?" Anak itu mengangguk kecil, seolah dia paham dengan yang dikatakan Alvin.

"Key mau turun, Ko. Mau jalan sendiri," pinta Key sembari menggerakkan badannya untuk turun dari gendongan Alvin. Pemuda itu pun menurunkannya.

"Kakinya ada yang luka nggak? Sini Koko liat dulu," tanya Alvin sembari memeriksa kaki kecil itu, si kecil hanya menggeleng lucu dengan mata berkedip polos. Helaan napas lega terdengar saat tak menemukan luka di kakinya.

"Ya udah. Yuk, jalan lagi dan jangan lari." Alvin kembali menggenggam tangan kecil itu dan berjalan bersama untuk memetik buah.

Selang beberapa menit kemudian, mereka kembali ke Vila setelah puas bermain di kebun. Saat ini, Key tampak sibuk menikmati buah stroberi hasil petikannya tadi. Ada Alvin, Ellen dan Ray yang menemaninya.

"Kaell, abang mana?" tanya Key dengan kepala yang celingukan mencari keberadaan kakak tertuanya.

"Abang lagi ngobrol sama ayah, nanti abang nyusul ke sini. Key di sini aja, ya, sama Kaell, Koko, sama Kak Ray," ujar Ellen. Key mengangguk lucu, dan kembali melahap buah berwarna merah itu. Tak lama Cakka turut bergabung dengan mereka.

"Aduuh, ini adik abang lagi makan apa, sih? Lahap banget. Abang boleh minta?" Key menoleh dan menyodorkan satu biji stroberi ke mulut Cakka. Pemuda itu menerima suapan sang adik.

"Hmm manis banget, kayak adik kecil ini," kata Cakka sembari mencolek hidung mancung Key, membuat gadis itu tertawa geli.

Akhirnya, hari itu mereka menghabiskan waktu bersama di puncak. Kehangatan dan keharmonisan sangat terasa di sana. Kebahagiaan Key pun terlihat jelas, ketika dirinya bisa bermain bersama keluarganya.

Keesokan harinya, mereka harus bersiap untuk pulang. Hal ini dikarenakan hari libur mereka sudah selesai, dan besok semuanya akan kembali menjalankan rutinitasnya. Namun, sepertinya cuaca sedang tidak mendukung akibat hujan deras disertai angin kencang yang membuat pandangan Jovan terganggu, tetapi dirinya berusaha untuk bisa melihat dengan baik.

"Ayah ini kenapa? Key takut ...." tanya Key dengan wajah ketakutan. Dia memeluk saudara kembarnya yang duduk di sampingnya. Posisinya saat ini diapit oleh Ellen dan Ray.

"Enggak kenapa-napa, Sayang ... Kamu tidur aja, ya?" ucap Jovan menenangkan. Gadis itu mengangguk pelan dan membenamkan wajahnya di dada Ray.

Saat melewati jalan yang rawan terjadi kecelakaan, Jovan lebih menajamkan matanya dan berhati-hati. Tiba-tiba, dari arah berlawanan ada sebuah truck pengangkut berukuran besar melaju dengan cepat karena rem blong. Jovan yang menyadari hal itu berusaha untuk menghindar, tetapi semuanya terlambat.

"AAAAARRGGHH!" teriak mereka. Ray mendekap erat Ellen dan Key yang semakin menangis.

Truk itu menghantam mobil yang mereka tumpangi, sehingga mobil mereka terlempar keras ke arah jurang. Posisi mobil saat itu terbalik di tepi sungai. Jovan masih setengah sadar, dirinya melirik ke arah sang istri yang sudah tidak sadarkan diri dengan darah mengalir dari kepalanya.

"Anak-anak ... saya harus selamatkan mereka." Jovan membuka perlahan pintu di sampingnya. Sembari menahan sakit di tubuhnya, ia merangkak keluar dan membuka paksa pintu tengah mobil.

"Ellen bangun, sayang. Ray, Keynara," panggil Jovan pelan.

Dirinya mencoba menggendong Ellen dan membawanya jauh dari mobil. Kemudian dia kembali ke mobil untuk menggendong Key dan merebahkannya di samping Ellen, berlanjut ke putra-putranya. Beruntung Cakka dan Rio saat itu sadar, sehingga dapat membantu memindahkan Ray dan Alvin.

Tak lama dari itu, Key tersadar dan menangis mencari sang bunda. Rio berusaha menenangkan adiknya yang terus memberontak untuk berlari menuju mobil menyusul Jovan yang sedang membantu Jane. Namun usahanya sia-sia, Key berhasil lepas dari gendongan Rio dan berlari tertatih menuju mobil.

"KEYNARA, JANGAN KE SINI!" teriak Jovan saat menyadari keberadaan asap dan sedikit percikan api dari mobil.

Hatinya merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi. Kaki kecil Keynara terus berlari menuju mobil orang tuanya. Tak memedulikan teriakan sang ayah yang melarangnya mendekat. Hingga akhirnya ....

'DUAARRR!'

Mobil itu meledak, membuat Jovan dan Jane terlempar ke sungai. Sedangkan Keynara, gadis kecil itu terlempar jauh ke sisi lain jurang. Rio dan keempat adiknya melihat kejadian itu, lantas mereka bergegas menolong Keynara yang kini tak sadarkan diri dengan beberapa luka di kepala dan sekujur tubuhnya.

"Bang, ayah sama bunda ...." Ellen menatap nanar ke arah sungai yang arusnya sangat deras. Sangat mustahil bagi Jovan dan Jane selamat dari maut.

"Kita ke rumah sakit dulu, setelah itu abang akan minta tolong orang untuk cari ayah sama bunda. Apa pun yang terjadi, kita harus terima, ya?" Rio memeluk tubuh rapuh adiknya.

Beberapa saat kemudian, ada beberapa warga setempat yang datang ke lokasi dan membantu membawa Rio dan adik-adiknya ke rumah sakit. Saat itu, kondisi Keynara yang bisa terbilang sangat parah. Dia koma akibat benturan keras di bagian kepalanya.

Sejak saat itu, Rio, Cakka, Alvin dan Ellen sangat membenci gadis itu. Mereka berpikir, bahwa Key yang menyebabkan kedua orang tua mereka meninggal. Ray, hanya dia yang tetap bersikap baik dan menyayangi Keynara.

Selama kurang lebih 5 bulan gadis itu koma, Ray tidak pernah meninggalkannya. Tanpa mereka sadari, ternyata ada seseorang yang selalu mengawasi keadaan mereka. Namun, Ray tidak peduli dan fokus untuk menjaga sang adik, berbeda dengan keempat kakaknya yang tidak pernah sekalipun menjenguk Key.

Hingga akhirnya Key sadar dari komanya, yang gadis itu lihat pertama kali hanya wajah Ray. Dia sangat sedih mengetahui keempat saudaranya membencinya, orang-orang yang ia percaya tidak akan pernah menyakitinya. Sejak saat itu, Key mulai menutup hatinya untuk percaya kepada orang lain.

Terpopuler

Comments

Leon

Leon

Perasaan campur aduk. 🤯

2023-10-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!