Sesampainya di sekolah, Key jalan terlebih dahulu ke kelasnya. Ray hanya bisa menghela napas panjang, sembari berjalan di belakang gadis itu. Ya, mereka memang berada di satu kelas yang sama, yaitu kelas X IPS 2..
Rio, Cakka, Alvin dan Ellen sudah berada di kelas masing-masing. Rio dan Cakka di kelas XII IPA 1, sedangkan Ellen dan Alvin di kelas XI IPA 1. Kelas mereka memang berbeda-beda, tetapi setiap istirahat mereka selalu bersama, tanpa mengajak Keynara.
Hal itu membuat Keynara menjadi bahan omongan anak-anak di sekolahnya. Mereka berpikir, apakah Keynara bukan adik kandung mereka? Kenapa Keynara seolah tidak dipedulikan oleh keluarganya?
Key selalu menulikan telinganya, karena dirinya sudah lelah dengan semuanya. Perundungan yang dia alami sejak kecil, serta perlakuan kasar dari keempat kakaknya membuat ia semakin mengeraskan hatinya. Dia tak ingin orang lain melihat kehancurannya, dan memilih untuk menikmati sendiri rasa sakitnya.
"Key ...." Ray menatap sang adik yang asyik membaca novel favoritnya.
Pemuda itu merebahkan diri di bangku, dengan menjadikan paha gadis itu sebagai bantalannya. Ia mengamati wajah adiknya lama. Saat ini mereka hanya berdua di kelas, semua murid sedang berpencar di luar karena jam kosong.
"Hm," gumam Key dengan mata tetap fokus pada novelnya.
"Jangan cuekin gue ...." Ray memainkan ujung dasi yang dikenakan gadis itu.
"Gue biasa aja." Tanpa pemuda itu sadari, sebuah senyuman tipis terukir di paras cantik Key.
"Lo cuekin gue. Gue nggak suka," ucap Ray merajuk. Mode manja pemuda itu sedang aktif. Key menyimpan novelnya, dan menatap Ray yang saat itu juga menatapnya.
"Gue kangen main bareng lo, kangen bercanda bareng sama lo kayak dulu. Sekarang gue nggak ngerasain itu, Key. Gue ngerasa lo jauh, padahal kita deket."
Key masih diam. Apakah sikapnya keterlaluan? Bisakah dirinya bersikap seperti Key kecil, ketika keadaan yang saat ini sangat berbanding terbalik dengan kondisi beberapa tahun yang lalu?
"Maaf." Hanya kata itu yang bisa keluar dari bibir mungilnya.
"Key ... bisa nggak kita kayak dulu lagi?" Keynara hanya diam, matanya menatap sekeliling ruangan itu.
"Jawab, Key. Bisa, kan?"
"Gue nggak tau!" Key menatap tajam ke arah Ray. Pemuda itu tersentak saat gadis itu membentaknya. Ray bangkit dari posisinya dan membiarkan adiknya keluar dari kelas
"Gue bakal berusaha balikin keadaan kayak dulu, Key. Gue janji sama lo," tekad Ray. Ia memilih untuk meninggalkan kelas dan mencari saudari kembarnya.
Di sisi lain, tepatnya di toilet perempuan. Keynara tengah menangis seorang diri. Sakit, saat dirinya harus berpura-pura membenci Ray, satu-satunya orang yang tetap memperlakukannya dengan baik.
Setelah puas menangis, Key segera keluar dari bilik tersebut dan membasuh wajahnya. Kemudian dia melangkah keluar, bukan untuk kembali ke kelas, melainkan ke rooftop. Biarlah dia membolos, gadis itu tak peduli jika nanti dia akan dimarahi.
Siapa sangka, jika dirinya akan bertemu dengan salah satu kakaknya di sana. Dengan menahan rasa takut, gadis itu melangkah menuju titik favoritnya, yaitu bangku yang terletak di dekat tembok pembatas. Pemuda berkulit putih itu hanya diam, tetapi ekor matanya mengikuti gerak-gerik Key.
"Lo ngapain liatin gue?" tanya Key risih.
"Ngapain lo di sini? Bagus, ya, bukannya belajar yang bener malah bolos." Bukannya menjawab, pemuda itu malah mencercanya dengan sinis. Key tertawa pelan, kepalanya menggeleng tak percaya.
"Lo sendiri ngapain di sini? Harusnya lo kasih contoh yang baik buat adik-adik lo." Pemuda itu tersentak, ketika gadis itu berani menjawabnya. Ia terkekeh pelan dengan tatapan meremehkan.
Sepersekian detik, tidak ada pembicaraan di antara mereka. Alvin tetap diam dengan mata tak lepas dari gadis di hadapannya. Sedangkan Keynara, gadis itu tetap diam dengan hati dan pikiran yang berkecamuk, dirinya sangat lelah saat ini.
"Ada saatnya gue capek menerima perlakuan kalian, Kak." Key menatap Alvin tenang. Menahan diri untuk tidak meledak.
"Lebay." Key berdiri dan mendekat ke arah Alvin. Tak ada raut takut, hanya wajah tanpa ekspresi yang Alvin dapati.
"Lo bilang gue lebay?" Key tersenyum sinis.
"Mana ada orang yang tahan di salahin, padahal itu bukan kesalahannya? Gue berkali-kali ngomong sama kalian, ayah dan bunda pergi itu udah takdir dari Tuhan!" bentak gadis itu. Pemuda itu mengepalkan tangannya di dalam sakunya.
"Lo pikir gue mau peristiwa itu terjadi? Nggak! Gue nggak tau kalau kejadiannya bakal kayak gitu. Mau sampai kapan kalian nyalahin gue atas kematian ayah dan bunda?"
"Kalau dulu lo nggak minta jalan-jalan, semuanya nggak akan kayak gini!" Bukan Alvin yang menjawab, melainkan Ellen. Di sana juga ada ketiga kakaknya yang lain. Lagi dan lagi Key tertawa, tertawa miris tepatnya.
"Yang usul buat pergi ke puncak, itu Kak Cakka kalau lo lupa." Key mengusap kasar air matanya yang tiba-tiba menetes. Kesabarannya sudah habis.
"Lihat gunung, makan buah stroberi, gue rasa nggak perlu sampai puncak juga bisa. Anak kecil, lihat gunung dari tanah lapang udah seneng. Dibeliin buah stroberi satu kantong juga dia anggap banyak, kan?"
Keynara mengatur napasnya yang memburu, ia menatap tajam satu persatu saudaranya yang hanya diam. Tiba-tiba cairan berwarna merah kental menetes dari hidungnya. Key segera menghapusnya, dan berlari meninggalkan rooftop.
"KEY, TUNGGU!" Ray mengejar gadis itu
Sesampainya di toilet, Key membasuh darah dari hidungnya. Di luar sana, ia mendengar suara Ray memanggil namanya. Setelah semuanya bersih, Key mengambil beberapa botol obat-obatan yang dari kantung seragamnya dan menelannya satu persatu tanpa air.
"Baru nyoba ngelawan aja lo udah kayak gini, Key. Gimana kedepannya? Mungkin aja lo bakal mati," lirih gadis itu sendu sebelum melangkah keluar menemui Ray.
"Lo lagi sakit, ya?" Key tersenyum sinis mendengar pertanyaan dari mulut Ray.
"Nggak salah lo tanya itu sekarang? Bukannya emang dari dulu gue sakit, ya? Sakit karena perlakuan kalian."
"Key, gue minta maaf ...."
"Stop untuk minta maaf, gue muak dengernya. Gue mau ke kelas," ujar gadis itu.
Ia berjalan perlahan meninggalkan Ray. Tiba-tiba kepalanya terasa sangat sakit dan pusing, lalu pandangannya seketika menjadi gelap. Ray yang masih berada di situ segera menahan tubuh Key dan membawanya ke UKS.
"Maafin gue, Key," tutur seseorang yang sedari tadi memperhatikan keduanya.
Di UKS, Ray masih menunggu Keynara yang sedang diperiksa oleh dokter. Berbagai pertanyaan bersarang di kepalanya tentang adiknya. Hatinya terasa sakit melihat wajah pucat gadis itu.
"Dokter, bagaimana keadaan adik saya? Dia baik-baik aja, kan?" Ray menatap seorang dokter yang baru saja selesai menangani Keynara.
"Dia hanya kelelahan saja."
"Apa saya diperbolehkan masuk?"
"Silakan, kalau begitu saya permisi dulu." Ray masuk ke dalam UKS dan mendekati Keynara yang masih belum sadar.
"Key, lo kenapa sebenernya?" Ray menatap sendu ke arah adiknya.
Wajah itu tampak semakin tirus, dan terlihat pucat. Lingkar hitam menghiasi mata cantik itu, menunjukkan jika adiknya sangat kelelahan. Perlakuan saudara mereka memang keterlaluan, dan tak kenal waktu.
Ray menghela napas panjang, tangannya mengusap lembut kepala gadis itu. Ia merasa bersalah, karena tidak bisa menjaga adiknya dengan baik. Memang benar yang dikatakan Keynara, dia hanya diam saat orang-orang melontarkan kata-kata jahat kepadanya.
Namun, hari ini dia melihat sisi lain gadis kecil itu. Perempuan itu sudah berani melakukan perlawanan, dan ia harap akan selalu seperti itu. Ia Ray selalu berdoa, agar keluarganya bisa kembali seperti dulu lagi.
"Maaf, Key, gue harus balik ke kelas karena ada kuis yang nggak bisa ditinggal. Semoga, waktu gue balik nanti lo udah bangun." Ray memasukkan ponselnya, setelah membaca pesan yang dikirimkan temannya. Ia membungkukkan badannya untuk mencium kening sang adik sebelum melangkah keluar menuju kelas.
Tak lama setelahnya, ada seorang pemuda yang masuk ke UKS dan menghampiri Keynara. Pemuda itu meletakkan kantung plastik ke meja yang ada di situ. Ia menarik sebuah kursi, dan duduk sembari menatap Keynara dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Cepet sembuh, Key ...." Lelaki itu mengambil sebuah kertas dari saku kemejanya, dan meletakkannya di tangan gadis itu. Kemudian, tanpa sepatah kata dia pergi dari sana.
Mata itu perlahan terbuka, mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya. Helaan napas lelah keluar dari bibir mungil itu, saat dia menyadari keberadaannya sekarang. Keynara mengubah posisinya menjadi duduk, keningnya berkerut melihat ada secarik kertas di genggamannya.
'Hai, Key, gue Ricky. Gue cuma mau bilang, kalau ada dua malaikat baik yang akan menjaga lo sekarang. Mereka emang terlihat nggak menyukai lo, tapi jauh di lubuk hatinya, mereka sayang banget sama lo. Oh iya, itu ada nasi goreng dan camilan. Katanya, sih, itu makanan favorit lo, jangan lupa dimakan, ya! Get well soon, Key.' Keynara menoleh ke arah meja di sampingnya, dan meraih kantung tersebut. Sebuah senyum manis terukir di wajah cantiknya.
"Kira-kira, mereka siapa, ya?" tanya Key kepada dirinya sendiri. Setelahnya, dia menyantap habis nasi goreng tersebut dan meminum obatnya. Selesai makan, dirinya memilih untuk diam hingga tanpa sadar tertidur.
3 jam kemudian, bel istirahat kedua berbunyi. Key sudah terbangun dari tidurnya, tetapi dirinya masih memejamkan matanya. Tiba-tiba, ia merasa ada seseorang yang masuk ke dalam UKS dan melangkah menuju biliknya.
"Maafin gue, ya." Key mendengar suara itu, hatinya bergetar saat tangan yang biasa menamparnya, kini mengusap lembut kepalanya.
"Maaf, gue udah benci sama lo," ucap orang itu lagi. Suaranya bergetar, apakah dirinya menangis?
"Kak Ellen ...." Key memanggil pelan nama itu. Perlahan ia membuka matanya dan menatap sayu mata sendu itu.
"Sorry, gue bangunin lo, ya?" Key menggeleng pelan, ia mengubah posisinya menjadi duduk, dan langsung memeluk tubuh kakak perempuannya erat.
"Kak Ellen hiks ...." Gadis itu terisak pelan. Ellen membalas pelukannya, dan mengusap lembut kepala adiknya.
"Gue di sini, Key. Gue akan jaga lo mulai sekarang," tekadnya penuh keyakinan. Keynara mengangguk kecil, meski rasa takut masih terasa dalam hatinya, tetapi ia mencoba untuk percaya. Satu malaikat sudah menampakkan dirinya, lantas siapakah selanjutnya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments