Pernikahan Impian

Pernikahan Impian

Permintaan Terakhir?

"Apa? Menikah? Apa Mamah sama Papah sudah gila? Meminta anak yang masih sekolah untuk menikah? Tidak! Tidak! Aku tidak mau melakukannya," tolak seorang gadis berseragam SMA secara terang-terangan di hadapan kedua paruh baya yang tengah duduk di sofa ruang tengah rumah mereka.

Sepasang suami istri itu saling menatap satu sama lain, kebingungan serta kecemasan jelas terpancar di kedua mata mereka. Bagaimana tidak? Itu merupakan syarat yang diajukan seseorang kepada mereka sebagai imbalan atas bantuan yang diberikannya.

"Tapi, Nak, itu yang mereka inginkan. Mereka sudah membantu kita sangat banyak, mereka tidak meminta kita mengembalikan semua yang sudah mereka beri. Yang mereka minta hanyalah sebuah pernikahan." Suara sang mamah terdengar memelas, ada nada putus asa di dalamnya yang jelas terdengar.

Gadis itu berbalik sambil berkacak pinggang, menatap berang kedua paruh baya yang tak lagi bisa berpikir.

"Aku tetap tidak mau. Siapa yang sudi menikah dengan laki-laki pesakitan sepertinya? Aku masih sangat muda, cantik, sempurna, tidak kekurangan apapun. Aku juga memiliki kriteria sendiri laki-laki seperti apa yang ingin aku nikahi. Bagaimana kata orang di saat aku harus menikah dengan laki-laki penyakitan? Itu akan sangat memalukan!" sentak gadis itu dengan angkuh dan tegas.

Seperti sebelumnya, mereka saling menatap satu sama lain. Menggeleng putus asa, tak tahu lagi bagaimana caranya membuat sang anak mau menerima permintaan mereka.

Di saat itu, gadis lain masuk ke dalam rumah. Seperti biasanya, ia terus berlalu tanpa menyapa mereka karena semua percuma. Tak satu pun dari mereka akan peduli padanya. Bahkan, bertegur sapa saja mereka tidak pernah melakukan.

Ketika itu juga, mata gadis angkuh itu berbinar. Ia tersenyum jahat, kemudian mengejar gadis yang baru saja memasuki rumah.

"Tunggu, Wulan! Kemarilah dulu!" Tanpa persetujuannya, gadis itu menarik tangan Wulan dan menyeretnya ke hadapan kedua orang tua mereka.

"Ada apa? Kali ini apa lagi kesalahan yang aku buat?" tanya Wulan dengan nada dingin dan beku. Ia menatap ketiga orang di hadapannya tanpa eskpresi.

"Jangan salah paham dulu, kali ini tidak ada kesalahan yang kamu lakukan. Duduk dulu!" perintah gadis itu sembari memaksa tubuh Wulan untuk duduk di sofa hadapan mereka.

Lalu, ia beralih duduk di antara kedua paruh baya dengan senyum yang mengembang sempurna. Otak kecilnya berpikir licik, melimpahkan beban tanggung jawab kepada gadis polos itu.

"Kali ini apa?" tanya Wulan menatap sang papah dengan sedih. Dia tahu jika sudah seperti ini, pastilah ada hal yang harus dia lakukan. Jika menolak, maka siksa yang akan dia terima dan kurungan di dalam gudang tanpa makan dan minum.

Seperti itulah kehidupan Wulan, dia ingin terbebas dari keluarganya sendiri. Sempat Wulan bertekad untuk pergi dari rumah, tapi berkali-kali melarikan diri mereka tetap saja tahu. Wulan seperti terjebak di dunia penyihir jahat.

Sang papah menatap dalam wajah putri sulung yang tanpa sadar ia perlakukan secara tak adil itu. Dia merasa bersalah, sudah ribuan permintaan dilakukannya dan itu semua selalu dikabulkan Wulan. Kali ini, dia merasa keterlaluan karena akan merenggut masa-masa sekolah sang putri.

"Wulan ...." Kalimat yang menggantung itu membentuk kerutan di dahi Wulan, tak biasanya ia terlihat ragu bila ingin meminta sesuatu darinya.

"Kenapa, Pah?" tanya Wulan. Jejak kesedihan di wajahnya jelas terlihat dan itu semakin menusuk relung jiwa sang papah. Tegakah ia?

Selama hidupnya Wulan hanya pernah mengajukan satu permintaan darinya. Yaitu, dapat bersekolah seperti sang adik tiri, Salsa. setelah melalui perdebatan yang alot, Wulan akhirnya dapat bersekolah meski terlambat.

"Papah boleh meminta satu hal darimu, Nak? Papah berjanji ini adalah yang terakhir kalinya Papah meminta padamu. Setelah ini, tidak akan ada lagi permintaan," ujar sang papah dengan nada berat yang tak ia sembunyikan.

Salsa dan ibunya mendengus, memutar bola mata malas menyaksikan drama papah dan anak itu.

"Tidak usah berbelit-belit, Pah. Katakan saja langsung, sebagai anak dia harus memenuhi permintaan orang tuanya. Harus tahu balas budi," sambar sang istri ketus.

Lelaki itu menghela napas, dia tidak pernah bisa menang bila sudah berdebat dengannya. Kepala itu menunduk, kemudian kembali terangkat dan menatap wajah Wulan yang bergeming pada kebekuan.

"Katakan saja, Papah. Jangan sungkan karena biasanya saja tidak pernah seperti ini," tutur Wulan sembari memaksakan senyumnya.

Ia sudah lelah, tak ingin beradu mulut dengan mereka yang duduk di depannya. Dua sosok itu sudah membuatnya muak, ia ingin segera pergi dan merebahkan diri di atas kasurnya yang lapuk.

Lelaki paruh baya itu menghela napas, sangat dalam dan panjang. Ada rasa tak tega terbersit dalam dada ketika setiap perlakuannya terhadap Wulan membayang di pelupuk. Ia tahu, usia Wulan sudah pas untuk menikah meski gadis itu masih duduk di bangku kelas dua SMA.

"Nak, Papah mau meminta tolong padamu. Kamu tahu usaha Papah akhir-akhir ini mengalami kesulitan. Papah harus pontang-panting mencari tambahan modal ke sana kemari. Akhirnya ada juga yang mau membantu Papah, tapi mereka mengajukan syarat," ungkap lelaki itu sembari menatap Wulan lewat pandangan yang sulit diartikan.

Kerutan di dahi Wulan semakin banyak terbentuk, sampai-sampai kedua ujung alisnya bertemu satu sama lain. Ia diam, tak ingin bertanya meski dirundung rasa penasaran.

"Syarat yang mereka ajukan adalah, meminta salah satu anak gadis Papah untuk menjadi istri putra semata wayangnya. Jika tidak, maka mereka akan menarik kembali modal yang sudah mereka berikan. Kamu bisa membantu Papah, bukan?" lanjut lelaki itu dengan perasaan tak tega yang memenuhi hatinya.

Wulan terkejut, tapi ia tetap menahan diri untuk tidak bereaksi berlebihan. Matanya melirik Salsa yang tersenyum samar seolah-olah tengah mengejeknya. Wulan menghela napas, ia tahu kandidat paling kuat hanyalah dirinya. Salsa masih terlalu muda untuk menikah, sedangkan ia sudah memasuki usia pas untuk menikah. Dua puluh tahun.

Wulan menunduk, diam-diam menghela napas untuk mengurangi rasa sesak di hati. Setelah ini, apalagi permintaan mereka yang harus ia kabulkan. Wulan merasa menjadi orang yang paling bertanggungjawab untuk kelangsungan hidup keluarganya. Setiap kali ada masalah, selalu Wulan yang menjadi senjata andalan untuk menyelesaikannya.

"Wulan mengerti, Papah, tapi bagaimana dengan sekolah Wulan yang hanya tinggal satu tahun lagi? Wulan ingin menyelesaikannya," ucap Wulan lirih di ujung kalimat.

Mata lelaki itu terpejam, sekolah sampai perguruan tinggi adalah permintaan mendiang ibunda Wulan sebelum menghembuskan napas terakhirnya. Namun, apalah daya kini, keadaan memaksa Wulan.

"Kamu tenang saja, Papah sudah mengatakan pada mereka bahwa anak Papah masih sekolah dan mereka tidak keberatan sama sekali. Kamu akan tetap melanjutkan pendidikan hingga lulus," sahut sang papah disambut helaan napas lega oleh Wulan.

Wulan tersenyum, masih sedikit bersyukur jika ia benar-benar bisa menempuh pendidikan hingga lulus. Semoga dia dapat keluar dari rumah yang terasa seperti neraka itu.

"Wulan bisa menerima, tapi bolehkah Wulan mengajukan syarat?" tanyanya sembari tersenyum meski dipaksakan. Ia memiliki cita-cita tinggi, berkuliah dan bekerja sebelum membina rumah tangga. Namun, kini semua itu harus kandas, hilang bersama asa yang menguap.

"Apa, Nak? Katakan saja!" ucap sang papah menyanggupi.

Berbeda dengan kedua wanita yang duduk di sampingnya, mereka mencibirkan bibir jengah melihat gadis itu.

"Cukup menikah saja, jangan ada pesta dan tamu undangan karena status Wulan masih seorang pelajar. Wulan harap Papah bisa menyampaikan ini pada mereka."

****

Hai, hai, kita bertemu lagi di sini. Selamat datang para pembaca, semoga kalian suka.

Terpopuler

Comments

maulana ya_manna

maulana ya_manna

mampir di sini thor....

2024-02-25

0

Sugiharti Rusli

Sugiharti Rusli

akhirnya baca dulu ini, tentang latar Wulan kenapa bisa nikah sama Sandi

2024-02-24

0

Ochyie Aguztina

Ochyie Aguztina

hadir kaka author🥰

2023-11-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!