Pertemuan Pertama

"Kenapa kamu masih santai-santai, Wulan? Mereka sebentar lagi akan datang. Cepatlah bersiap!" Suara melengking sang ibu tiri menusuk pendengaran Wulan.

Ia menatap dingin sosok wanita itu, tanpa dapat membantah setiap kata yang terlontar pedas dari lisannya. Ingin dia berteriak dengan keras, apa yang harus aku kenakan malam ini? Namun, apalah daya, itu hanya akan mengundang murka wanita di hadapannya.

"Pakai itu! Jika bukan karena untuk menghargai calon keluarga suamimu, tak sudi aku membelikanmu pakaian baru," ketus sang ibu tiri setelah melemparkan sebuah bungkusan ke hadapan Wulan.

Ia berlalu pergi dari kamar gadis tersebut sembari mengibas-ngibaskan tangan di depan wajah.

"Ruangan ini selalu membuatku sesak, kamu memang pantas tinggal di sini. Semoga saja keluarga suami kamu memperlakukanmu dengan baik," celetuknya sengit. Lalu, menghilang dibalik pintu yang tertutup kasar.

Wulan menatap bungkusan yang teronggok di depan matanya. Entah, apakah ia harus senang karena mendapat pakaian baru? Ataukah biasa saja. Diraihnya benda itu dan dibuka sebuah kain batik dengan corak dan warna yang sama persis seperti yang dikenakan papah serta wanita tadi.

Wulan bergegas mengenakannya meski sedikit kesulitan. Sedikit masalah timbul karena ia tak tahu harus melakukan apa dengan wajahnya yang pucat. Tak seperti Salsa yang memiliki riasan wajah lengkap, bedak saja Wulan tak ada. Ia menghela napas, mengambil selembar kain peninggalan sang ibu. Sebuah kerudung putih, disematkannya di atas kepala.

"Mamah, apa aku sudah mirip denganmu? Malam ini, seseorang akan datang melamarku. Semoga semua ini akan menjadi akhir dari segala derita yang selama ini kualami," gumamnya sembari menatap pantulan diri lewat cermin kecil di atas lemari.

Wulan tersenyum, ia mencoba menghibur dirinya sendiri. Menumbuhkan harapan di hati bahwa semua yang dia alami akan segera berakhir.

Di luar, Salsa dan mamahnya sibuk menata ruang tamu dengan aneka camilan yang siang tadi dibuat oleh Wulan.

"Kenapa tidak menyuruh dia saja, Mah? Aku lelah mengerjakan semua ini," keluh Salsa seraya menjatuhkan diri di atas sofa usai merapikan kue-kue di meja.

"Sudahlah, jangan mengeluh. Hanya pekerjaan ringan seperti ini saja," sambar sang papah yang sudah duduk di sofa berseberangan dengan Salsa.

Gadis remaja itu mendengus, melipat kedua tangan di perut. Bibirnya memberengut, kesal sendiri karena harus mengerjakan pekerjaan rumah setelah dirinya rapi berdandan.

"Tetap saja membuatku lelah. Papah tahu sendiri aku tidak pernah melakukan pekerjaan ini, bukan?" ujarnya manja. Bahkan, memegang kemoceng saja tak pernah ia lakukan sekalipun.

"Mulai sekarang, biasakan dirimu dengan pekerjaan rumah seperti ini. Kita tidak tahu apakah Wulan akan tetap tinggal di sini atau dibawa suaminya pergi," ucap sang papah membuat kedua pasang mata wanita itu menjegil lebar.

Mereka saling menatap tak senang, rumah sebesar itu harus mereka yang mengerjakan sendiri.

"Apa? Tidak, Pah! Wulan akan tetap tinggal di sini dan mengerjakan semuanya. Mamah tidak mau mengotori kuku-kuku Mamah dengan pekerjaan rumah yang kasar seperti ini. Pokoknya Wulan akan tetap tinggal di rumah ini!" tegas wanita itu dengan kesal.

"Iya, Pah. Salsa juga tidak mau mengerjakannya," sahut Salsa pula menolak keras ucapan papahnya.

Lelaki itu menghela napas, mengingat kembali apa yang dulu pernah dilakukan mereka berdua.

"Dulu sudah ada Bibi yang bantu-bantu di sini, tapi kalian memecatnya dengan alasan berhemat. Lalu, meminta Wulan mengerjakan semuanya. Sekarang, jika suami Wulan memboyong ke rumahnya maka siapa yang akan mengerjakan pekerjaan rumah jika bukan kalian? Apa kita harus sewa pembantu lagi?" Ia menatap kedua wanita di hadapannya yang memberengut kesal.

Sudah tahu pasti mereka tidak akan pernah mau melakukan pekerjaan rumah yang selama ini dikerjakan Wulan seorang diri. Memasak, mencuci piring, mencuci pakaian, mengepel, dan menyapu halaman. Semua itu dikerjakan tanpa mengeluh, atau mungkin dia memang tidak dapat mengeluh.

"Terserah Papah!" ketus sang istri sambil berpaling dari tatapan suaminya.

Mereka tidak tahu, diam-diam Wulan mendengarkan perdebatan itu. Rasa kasihan hadir di dalam hati terhadap lelaki yang selama ini berjuang membuat mereka bahagia. Bukan dirinya, tapi mereka.

Ia menghela napas, kembali masuk ke dalam kamar urung bergabung bersama keluarga. Duduk di atas lantai, menunggu datangnya keajaiban? Jika bisa meminta, dia ingin pergi dari rumah itu malam ini juga. Berselang, deru suara mobil cukup menyentak hati Wulan.

Ia menggigit bibir, rasa gugup tiba-tiba datang memenuhi relung jiwa. Entah kenapa? Debaran dalam dada terasa lain, menghentak-hentak tak keruan. Membuat rongga dada menyempit, menimbulkan sesak yang lain. Jujur, dia begitu penasaran dengan lelaki yang akan meminangnya malam ini. Seperti apa rupanya?

Suara ramai tertangkap samar di telinga Wulan, tapi ia tak dapat memastikan apa yang mereka bicarakan. Wulan bangkit, berdiri di daun pintu menempelkan telinga.

"Wah, cantik sekali calon istrimu, Nak," ujar seorang wanita paruh baya dengan tampilan yang sederhana. Matanya menatap Salsa penuh kagum, tapi gadis itu justru mendengus tak senang. Apalagi saat melihat seorang pemuda yang tampak pucat duduk di atas kursi roda.

"Maaf, Bu, tapi bukan ini calon istri anak Ibu. Dia masih sangat kecil, saya takut tidak bisa menjadi istri yang baik untuk anak Ibu," sahut Susi sambil menggiring mereka masuk ke dalam dan duduk di ruang tamu.

Bibir wanita itu membulat, ia tak masalah siapapun yang akan menjadi istri dari anaknya kelak.

"Jadi, di mana calon istri anak saya?" tanya wanita itu setelah mendaratkan bokong di sofa.

"Sebentar, saya panggilkan," ucap Susi yang segera bangkit dari duduk dan berjalan ke arah belakang. Yah, kamar Wulan berada tepat di dekat dapur. Kamar yang dulu digunakan pembantu rumah tangga mereka.

"Ini anak saya, Sandi, dan ini kakaknya Risna juga suaminya Evan. Sesuai permintaan Bapak, kami tidak membawa banyak orang," ucap wanita itu memperkenalkan siapa saja yang dibawanya.

Papah Wulan mengangguk kecil sambil tersenyum. Ia menatap pemuda bernama Sandi, yang tetap diam sembari menatap Salsa. Entah apa yang ada di dalam otak pemuda itu, yang pasti itu bukan tatapan memuja ataupun mengagumi. Sejak kedatangannya, ia belum mengucapkan sepatah kata pun jua.

"Ini anak kedua saya, Salsa namanya. Dia masih berusia tujuh belas tahun dan duduk dan bangku kelas dua SMA. Yang akan menjadi istri Nak Sandi anak pertama saya, dia Wulan, duduk di kelas tiga SMA," ucap lelaki itu menatap satu demi satu wajah para tamu.

Pemuda bernama Sandi itu berpaling, menoleh pada ibunya. Terlihat tak sabar seperti apa rupa gadis yang akan menjadi istrinya. Sang ibu menepuk lembut tangan Sandi sambil tersenyum dan mengedipkan mata pelan.

Berselang, suara langkah terdengar mendekat. Sandi dengan cepat berpaling ke arah datangnya suara itu. Perlahan, muncul satu sosok mengenakan batik dan bawahan serupa kain dengan kepala tertunduk dan ditutupi sebuah selendang putih.

"Nah, ini Wulan, anak sulung saya. Wulan, ini keluarga laki-laki yang akan menikah denganmu. Sapa mereka, Nak," pinta sang papah yang diangguki Wulan tanpa bantahan.

Wulan mendatangi wanita paruh baya yang duduk bersebelahan dengan pemuda di kursi roda. Menyalaminya, membuat wanita itu terkejut. Lalu, mendatangi Risna serta suaminya. Terakhir, ia berdiri di hadapan Sandi tanpa melakukan apapun.

"Dia Sandi, dia calon suamimu," ucap sang papah lagi membuat Wulan melirik.

Diangkatnya pandangan, mata mereka beradu cukup lama. Wulan meneguk ludah gugup, ia bingung harus melakukan apa. Pada akhirnya, menangkupkan kedua tangan di dada dan berbalik duduk di samping papahnya. Pemuda itu mengernyit, tapi tak banyak berkomentar.

"Jadi, bagaimana?" tanya Susi tak sabar.

"Aku ingin menikahinya malam ini juga!"

Terpopuler

Comments

Sugiharti Rusli

Sugiharti Rusli

kenapa si Sandi harus dijodohkan yah

2024-02-26

0

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

semoga keluarga sicalon suami adalah keluarga baik" yg bisa membuat wulan bahagia dan bisa membuat dia merasa mempunyai keluarga

2023-10-24

3

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

semoga ya bu dan wulan pasti akan berterima kasih karna udah terbebas dari neraka mengerikan

2023-10-24

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!