ALAXA

ALAXA

Chapter 1

mpak seorang pria gagah masuk ke dalam rumahnya. Menyeret koper hitam miliknya. Ia mengucap salam begitu lantang. Sontak keluarganya menjawab.

Kedatangannya memang ditunggu. Bahkan sejak tadi si Kecil menatap jam menanti kedatangan kakak pertamanya kembali dari Rusia. Ia segera melompat kesenangan begitu melihat batang hidung kakaknya.

"Adek!" teriak kedua adiknya senang.

"Duh, Sie, Nay, kalau panggil jangan Adek" protesnya. Ia segera memeluk adik kecilnya. Namun, protesnya tidak digubris kedua adiknya.

"Oleh-oleh," tagih Sie.

"Ini," ujar Alden.

Dua minggu yang lalu, Alden mengikuti lomba dari kampusnya untuk ke Rusia. Ia cerdas dan multitalenta, mirip sekali dengan ayahnya, Kenan Rahardian.

Di saat Alden melakukan studi ke jenjang yang lebih tinggi, ia bekerja menjadi salah satu karyawan biasa di kantor ayahnya. Uang yang ia dapatkan dari hasil kerjanya, ia gunakan untuk biaya kuliahnya.

Bukan karena Ken tidak memberinya uang. Bahkan ayahnya selalu memberinya uang yang cukup. Ia hanya ingin bekerja dan mencari uang sendiri. Sebut saja dia begitu mandiri meski usianya baru menginjak 20 tahun.

Ken pun, tidak menyerahkan tangku kedudukannya kepada putra pertamanya karena ia ingin Alden mempelajari dari awal. Berjuang untuk mencapai posisi itu.

Dan, saat masuk di ruang keluarganya, Alden tidak mendapati sepupunya yang sering kali merengek dan mengikutinya seperti anak bebek. Pasti penyebabnya karena sepupunya merajuk.

"Bunda, Ayah, aku ke kamar dulu," pamit Alden.

"Iya, Dek," ujar Aya. Ia sibuk membongkar oleh-oleh putranya. Alden hanya menggeleng melihat tingkah bundanya.

***

Melihat lampu kamar di seberang sana menyala, gadis itu segera menutup gorden kamarnya. Bibirnya mengerucut kesal.

Dua minggu ia uring-uringan sendiri karena sepupunya pergi ke Rusia. Padahal ia merengek untuk ikut, tetapi tidak diizinkan. Alasannya karena ia harus sekolah.

Dua minggu tanpa Alden membuat putri dari pasangan Maya dan Arland menangis. Tidak rela harus pisah dengan Alden.

"Alexa," panggil Alex membuat kembarannya menoleh.

"Hm?" dehem Alexa.

"Ke rumah Adek, yuk. Dia sudah pulang," ajak Alex.

"Enggak, mau belajar. Ada tugas," bohongnya. Alex menggelengkan kepala. Ia tahu kembarannya berbohong karena mereka sekelas dan hey, sejak kapan seorang Alexa mau belajar?

Alex meninggalkan adiknya dan turun ke bawah. Melihat Alex pergi ke rumah di seberangnya, Alexa menendang tembok kamarnya.

Ia sudah berdiri lama di sana. Ia menyingkap sedikit gordennya. Matanya menatap ke kamar yang bersebelahan dengan kamarnya. Hanya terhalang tembok rumah mereka.

Pintu balkon kamar Alden terbuka. Pria itu mengenakan pakaian rumahannya. Kaus oblong dengan celana selutut. Ia memegang pembatas balkon kamarnya dan menatap lurus ke kamar Alexa.

"Alexa!" teriaknya, "Alexa!"

Alexa menyingkap gordennya. Ia menggeser pintu balkon kamarnya. Dengan wajah kesal ia menatap Alden.

"Kenapa teriak-teriak? Enggak usah panggil-panggil. Enggak kenal," ketusnya. Tentu suara Alexa terdengar oleh Alden, posisi mereka lumayan dekat.

"Dih, ambekan," ejek Alden.

Alexa menyilangkan tangan di depan dadanya. Matanya menatap kesal Alden. Dia memang suka merajuk kepada Alden.

"Sini," panggil Alden sambil mengulum senyum gelinya. Alexa tidak bergeming, "kalau begitu, aku tidur saja. Ngomong sama kamu juga berasa kayak ngomong sama patung." Alden sengaja memancing. Dia pura-pura berbalik badan.

Duk!

"Akh!" Alden meringis. Ia membalikkan badan. Melihat sandal jepit Alexa di balkonnya. Ia menatap tidak percaya gadis di depannya. Melemparnya sandal karena kesal. Astaga, ia hampir melupakan sikap bar-bar dari tantenya menurun kepada Alexa.

Brak!

Alden menggelengkan kepala melihat Alexa masuk dan menutup kasar pintunya. Alden mengambil sandal Alexa dan masuk ke kamarnya.

"Perasaan waktu kecil dia kalem. Apalagi kalau beol," gumam Alden.

Dia berbaring dan menatap langit-langit kamarnya. Tidak terasa dia sudah besar dan tumbuh menjadi pria tampan. Alden berusaha melakukan yang terbaik karena ia menjadi panutan ketiga adiknya.

Ceklek.

Alden menoleh dan secepat kilat gadis itu memukulnya bantal. Alden melindungi dirinya dari pukulan gadis yang sedang marah kepadanya.

"Alexa! Bar-bar banget, sih!" Alden berhasil kabur.

"Siapa suruh ke Rusia!" Mata Alexa melotot. Alden menghela napas. Ia naik ke atas kasurnya kembali dan menarik Alexa.

"Kan lomba, Xa." Alexa memutar bola matanya kesal.

"Mana oleh-oleh buat aku?" tanyanya. Alden menatap geli Alexa. Sedetik yang lalu, gadis di depannya marah dan mengamuk, tetapi sekarang minta oleh-oleh.

"Ada di bawah," ujar Alden. Ia mengajak Alexa turun.

***

Di ruang keluarga mereka semua berkumpul. Mata Alexa langsung berbinar-binar melihat oleh-oleh yang dibawa Alden sangat banyak.

Ia memeluk boneka beruang berwarna coklat. Namun, Sie langsung menariknya. Alexa kembali mengambilnya membuat Sie menatapnya garang.

"Bundaaaa ... Tini ambil boneka Sie," adu Sie membuat Alexa menatap kesal sepupunya. Sie akan memanggil nama kesukaan mommy-nya saat marah. Senjata andalan gadis kecil itu.

"Boneka ini buat Alexa," ujar Alexa membuat Sie merengek memintanya.

"Adek bonekanya buat Sie, 'kan?" tanya Sie dengan mata memelas. Ia mengedip-ngedipkan matanya. Jangan tanya dia belajar dari mana, pernah sekali ia melihat bundanya ingin makan es krim dan ayahnya tidak mengizinkan. Akan tetapi, ia melihat bundanya memelas dan mengedipkan mata berulang kali, ayahnya luluh.Sie hanya tidak tahu ayahnya merasa murahan bisa luluh dengan mudah oleh istri polosnya.

Alexa cemberut dan menatap Alden memohon. Alden menjadi bingung karena kalau ia menolak Sie, suara tangis adiknya yang cetar membahan bisa pecah dan kalau ia menolak Alexa, pasti gadis itu mengambek dan lebih bar-bar lagi.

"Bonekanya buat Bunda," ujar Aya. Ia segera mengambil boneka itu. Alden tersenyum tipis. Bundanya menyelamatkannya.

Alexa kembali duduk dengan cibir yang ia berikan pada Sie. Ia melihat oleh-oleh lainnya. Ken, Alden, Galen, Alex dan Arland sendiri, memilih memisah diri.

***

Besoknya, Alexa sudah lengkap dengan seragam putih abu-abu miliknya. Ia segera pamit kepada kedua orang tuanya dan Alex.

Hari ini, ia akan nebeng dengan Alden. Sebenarnya Alex sudah melarang karena kampus dan sekolah mereka berlawanan, tetapi adiknya ngotot.

"Assalamualaikum!" ucap Alexa.

"Wa'alaikumsalam!"

"Selamat pagi calon Bunda mertua dan Ayah mertua," sapa Alexa membuat Ken dan Aya tertawa.

"Pagi, Sayang. Adek masih di atas," ujar Aya. Alexa selalu mengatakan itu saat ia bertamu.

"Al!" panggil Alexa.

Alden keluar dengan baju santinya. Hari ini libur sehari. Ingin memanjakan tubuhnya, tetapi Alexa minta di antar ke sekolah.

Mereka pamit dan dalam perjalanan Alexa tidak berhenti mengoceh. Alden hanya diam mendengarkan, sesekali ia akan menyahut jika Alexa bertanya.

"Sampai," ujar Alden.

"Yah, cepat banget. Kayaknya aku harus pindah sekolah yang lebih jauh lagi biar lama sama kamu di dalam mobil," ujarnya blak-blakan.

"Mau telat?" tanya Alden datar.

"Maunya nikah," ujarnya memelas. Alden menyentil bibir Alexa.

"Ish, sakit," kesal Alexa.

"Makanya jangan ngasal kalau ngomong. Nikah ... nikah ... belajar yang bener. Kalau nilai kamu remedial, aku buat kamu lest priavate," ujar Alden.

"Iya, deh, nurut sama kata calon imam, hihihi," ujarnya membuat Alden menggelengkan kepala. Alexa meraih tangan Alden dan mencium pipi Alden cepat.

"Alexa!" kesal Alden.

"Kata Bunda, waktu kecil kamu suka cium aku. Sekarang, waktu aku besar, aku yang suka cium kamu. Diam saja."

Alexa segera pergi. Ia tertawa melihat Alden kesal. Sementara Alden tersenyum tipis dan memegang pipinya.

"Yang waras ngalah," gumam Alden.

***

TBC.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!