Terjerat Cinta Dalam Ambisi

Terjerat Cinta Dalam Ambisi

CHAPTER 01

Malam itu, langit terbentang gelap, hanya dihiasi oleh gemerlap bintang yang jarang. Bulan pun turut bersembunyi di balik awan yang tebal. Dan disaat yang sama, hujan turun begitu derasnya, mengubah malam menjadi pertunjukan alam yang magis, bau harum dari tanah kering yang terkena tetesan hujan menguar, menyapa setiap ingsan yang ada di bumi.

Maya yang kala itu berada di rumah sendirian, semakin meringis saat merasakan hawa dingin semakin menusuk hingga tulang. Entah kemana kedua orang tuanya pergi, ia tidak akan lagi peduli. Toh buat apa memperdulikan orang yang bahkan menganggap kita tidak ada.

Hingga suara pintu yang digedor dengan keras dari arah luar, membuat gadis itu berdecak. Meskipun saat ini rasa malas tengah menguasainya, ia tetap memaksa kaki jenjang itu untuk melangkah keluar dari kamar, menuju pintu utama.

"Maya, buka pintunya!"

Suara serak yang melengking memenuhi indra pendengaran Maya, dengan cepat gadis itu memutar kunci yang tergantung di knop pintu, membukanya selebar mungkin, hingga menampilkan seorang wanita berbadan tinggi dengan matanya yang terlihat sayu. Itu adalah ibu.

"Ibu mabuk lagi?" tanya Maya, matanya menatap tajam wanita yang kerap dipanggilnya dengan sebutan ibu itu.

Namun, bukannya menjawab wanita tua itu, justru kembali melangkah dengan sempoyongan menuju kamar, tanpa meninggalkan sepatah kata pun.

Sial! Seharusnya wanita muda itu tidak perlu berpura-pura melontarkan pertanyaan, yang sudah jelas ia sendiri tahu apa jawabannya. Masih tetap berada di ambang pintu, dengan kekesalan di hati, Maya terus memandangi punggung ibunya, yang semakin menjauh, sampai hilang ditelan jarak.

"Cuih! Apa pantas wanita seperti dia dipanggil ibu."

****

"Maya, mana jatah uang buat bapak?"

Maya yang baru saja tiba dirumah, dibuat mendengus kesal dengan kelakuan laki-laki paruh baya dengan wajah yang sudah mulai keriput itu.

"Nggak ada." Tak mau ambil pusing, gadis itu kembali melanjutkan langkah, berusaha mengabaikan laki-laki yang tengah memandangnya dengan tatapan horor.

PLAK!!

Suara itu terdengar nyaring dan cukup renyah, bersamaan dengan pipi Maya yang turut tertoleh, saat tanpa tanpa aba-aba, Burhan si laki-laki paruh baya yang bernotaben sebagai ayah kandungnya itu, menarik paksa tangan dan langsung menampar pipinya dengan kekuatan yang luar biasa.

"Udah berani kamu melawan orang tua? Mau, jadi anak durhaka!"

Maya meludah ke samping, saat merasakan darah segar dari ujung bibirnya yang robek masuk ke dalam mulut, dan tanpa rasa takut sedikitpun ia mendongak, membalas tatapan Burhan tak kalah menusuk.

Kemudian wanita itu menyeringai tajam, "Inget ya pak! Dari dulu Maya nggak pernah takut sama bapak."

Burhan yang kepalang kesal kembali mengangkat tangannya, tetapi belum sempat tangan itu kembali mendarat, Maya sudah lebih dulu menginterupsi dengan suaranya yang tegas , membuat tangan itu tertahan di udara.

"Maya bukan ATM berjalannya bapak. Jadi stop, morotin Maya dengan dalih apapun itu."

Wanita itu melengos pergi, dengan amarah yang bergejolak dalam tubuhnya. Ia membanting pintu kamar yang sudah terlihat rapuh karena dimakan rayap, tak peduli jika pintu itu akan lepas dari tempatnya.

Tubuhnya masih sangat lelah, karena pekerjaan yang tak kunjung selesai di tempatnya mencari pundi-pundi cuan yang tidak seberapa itu. Dan kini hati dan otaknya sudah diikutsertakan merasakan rasa lelah itu.

Lahir dari rahim seorang pemabuk, dan dibesarkan seorang pecandu judi bukanlah hal yang mudah untuk dilalui. Oh maaf … sepertinya harus diralat, Maya tidaklah dibesarkan oleh kedua orang tuanya, tetapi gadis itu dibesarkan oleh keadaan yang terus mendesaknya untuk menjadi wanita yang kuat, memiliki sepasang orang tua toxic bukanlah hal yang mudah untuk dilalui. Mereka terus menuntut anaknya agar selalu menuruti semua keinginan mereka. Jika ada yang melawan sudah pasti, embel-embel anak durhaka akan disematkan pada mereka seumur hidup. Jika anak pembangkang disebut durhaka, lantas … sebutan apa yang pantas untuk orang tua toxic, yang tidak pernah memenuhi kewajiban mereka terhadap anak?

Masih dengan seringaian tajam di wajah cantiknya, ia terus menatap langit-langit rumah, yang entah sejak kapan dipenuhi oleh sarang laba-laba. Ia merasa muak dengan keadaan yang tidak pernah berpihak kepadanya, berulang kali ia mencoba sabar, tetapi ia tidak pernah mendapatkan apa yang ia inginkan.

Hingga otaknya kembali mengingat kejadian beberapa jam kebelakang. Saat dimana matanya menangkap seorang gadis yang bisa ia tebak usianya jauh di bawahnya, tengah berjumbu rayu dengan laki-laki yang bahkan lebih tua dari ayahnya.

Pakaian glamour, tas branded, juga kilauan perhiasan yang gadis itu kenakan sudah tentu bisa menjadi jawaban dari pertanyaan Maya yang masih tersimpan rapat di benaknya.

Menjadi simpanan om-om.

Damn it! kalimat itu terlintas begitu saja dalam otaknya. Maya tahu itu bukan hal baik, tapi apa salahnya dicoba?

Layaknya menemukan air di gurun yang gersang, gadis itu bangkit dengan semangat yang membara, sejenak ia melupakan keluh kesah yang selama ini ia rasakan. Dengan bermodalkan wajahnya yang memang terpahat dengan sempurna, sudah dapat dipastikan, mendapatkan lelaki hidung belang bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan.

Gadis itu berjalan mengendap ke ruangan yang biasa ibunya gunakan untuk bekerja sebagai tukang laundry, usaha yang digeluti wanita itu memang tidak terlalu besar, tapi tidak sedikit pula pelanggan yang berasal dari kalangan menengah ke atas.

Perlahan Maya menyalakan saklar lampu yang akan membantunya melihat dengan jelas dari gelapnya malam, memperlihatkan tumpukan baju yang sudah siap untuk diambil pemiliknya.

Mungkin keadaan tengah berpihak kepadanya, diantara banyaknya tumpukan baju, matanya berhasil menangkap gaun berwarna putih yang tidak terlalu vulgar, tetapi terlihat sangat elegan dengan desainnya yang simpel tergantung di dinding.

Tanpa pikir panjang ia segera mengambil gaun itu dan bergegas pergi. Naasnya, Maya yang terlalu tergesa tanpa sengaja menyenggol sebuah kotak yang berada di atas meja, untung saja tangannya cepat tanggap dan berhasil menangkap kotak itu sebelum mendarat ke lantai keramik.

"kotak apaan nih?" gumam gadis itu dengan menyerngit heran, karena rasa kepo yang tinggi berhasil membuat tangan miliknya, bergerak nakal membuka kotak berbentuk persegi panjang itu.

"Duit!" ujarnya setengah berteriak bersamaan dengan netra beningnya yang turut melebar, untung saja ia masih bisa menahan agar tidak kelepasan.

"Emang kalau rezeki, gak bakal kemana," sambung Maya, wanita itu tertawa penuh kemenangan meski tanpa suara, saat berhasil memasukkan beberapa lembar uang seratus ribuan kedalam saku celana.

"Oke, Maya. Saatnya beraksi!"

*****

Jika malam kemarin hujan melanda, maka tidak dengan malam ini. Dengan memakai gaun putih selutut yang sangat pas di tubuhnya yang indah, lalu dipadukan dengan heels berwarna sedana dan rambut panjang yang bergelombang di bagian bawah, Maya melangkahkan kakinya menuju sebuah restaurant mewah dengan nama The Elite Eateries yang terpampang jelas di atas pintu masuk.

Saat pintu itu dibuka oleh dua orang berotot, tanpa ragu Maya segera memasuki ruangan yang dipenuhi oleh cahaya berkilauan. Bau semerbak dari bunga Lavender, mampu menciptakan suasana yang romantis dan Anggun.

Mata gadis itu bergerilya, layaknya musang yang tengah mencari mangsa, dan hap! Gadis itu kembali memunculkan senyum di bibirnya yang berwarna pink alami, saat netranya menatap seorang laki-laki yang duduk sendirian di ujung ruangan dengan segelas orange jus di hadapannya.

"Target found!"

Maya mengedipkan matanya, Ini semua sesuai dengan rencana yang sudah dirancang, dan benar saja, tebakannya tidak meleset, bahwa disinilah tempatnya para konglomerat itu menghamburkan uang yang mereka punya.

Dengan tubuh yang jenjang dan kepala yang tegak, ia berhasil memancarkan kesan seorang jutawan. Gadis itu melangkah dengan percaya diri melewati semua orang yang tengah menikmati hidangan mereka. Kedua sudut bibirnya semakin terangkat sempurna, saat jaraknya dengan sosok itu semakin dekat.

Naas, kejadian buruk menimpanya, seorang waiters tanpa sengaja menabrak dan menumpahkan minuman yang membuat gaunnya menjadi kotor. Gadis itu memejam kuat-kuat, mencoba menahan gejolak emosi yang meronta ingin keluar, sebelum kemudian kembali membuka mata dengan menghembuskan nafas jengah. Tanpa dirinya sadari, kini semua atensi tengah mengarah kepadanya, termasuk laki-laki itu.

"M-maaf, maafkan saya! Saya tidak sengaja," ujar seorang waiters itu, dengan tangan bergetar ia mencoba membersihkan gaun yang Maya kanakan.

Maya yang bingung harus merespon bagaimana hanya bisa turut membersihkan gaun yang sudah kotor itu, ini melenceng jauh dari prediksinya.

"It's okey, nggak papa-nggak papa!" ucapnya dengan lembut, berusaha menghentikan aksi waiters itu.

Ternyata, keributan kecil itu berhasil sampai di telinga sang Manager. Dengan langkah cepat seorang Pria berpostur tegap dan penuh percaya diri, menghampiri Maya. Wanita itu mengalihkan pandangan pada pria yang sudah berdiri di hadapannya saat ini. Dan tepat di dada bagian kanan, ia mampu membaca dengan jelas apa jabatan pria itu.

"Selamat malam, saya adalah Hanum. Manager sekaligus penanggung jawab utama di restaurant ini," ucap pria yang diketahui bernama Hanum itu.

"Kami sangat menyesal atas ketidaknyamanan yang anda alami." Lanjutnya dengan raut penuh penyesalan, membuat Maya tersenyum sanksi.

Maya tidak tahu harus merespon bagaimana, pasalnya jika makam di pinggir jalan, biasanya orang yang bersangkutan akan langsung marah dan mencaci para pelayannya. Tapi tidak, Maya harus terlihat baik untuk menjaga citra dirinya. Wanita itu segera menunjukan senyum manis, yang ia punya sebagai jawaban.

"Untuk mengganti ketidaknyamanan yang Anda alami, kami ingin menawarkan hidangan ini kepada Anda secara gratis. Selain itu, kami juga akan menghadirkan minuman penutup untuk Anda sebagai tanda maaf kami." Kata Hanum lagi.

"Terima kasih atas tindakan Anda yang proaktif dalam menyelesaikan masalah ini. Saya sangat menghargainya."

Terlihat helaan nafas lega dari bibir Hanum, sesaat setelah Maya menyelesaikan ucapannya.

"Tentu saja, kami sangat menghargai kunjungan Anda ke Resto kami ini, dan tujuan kami ingin memastikan bahwa Anda memiliki pengalaman yang menyenangkan di sini. Jika ada hal lain yang kami bisa bantu, jangan ragu untuk menghubungi saya atau tim kami. Terimakasih!" Hanum kembali berucap, sebelum beranjak pergi meninggalkan Maya dengan baju kotornya.

Huft!

Bukan hanya Pak Hanum, Maya pun turut menghembuskan nafasnya dengan lega. Meski sempat dibuat kehabisan kata-kata, ternyata kejadian ini juga tidak terlalu buruk, buktinya Ia bisa makan tanpa perlu membayar.

Setelah dirasa semuanya beres, gadis itu kembali menatap tempat duduk pria tadi, tetapi sialnya ... sudah tidak ada siapa-siapa disana, kecuali sebuah kartu nama sebuah Perusahaan yang mungkin terjatuh saat pemiliknya beranjak pergi.

Wanita itu berdecak, lantas tersenyum dengan culas, mata indahnya sama sekali tak lepas dari kartu kecil yang sekarang ia pegang.

"It's okay. Mungkin bukan sekarang, tapi lihat saja besok."

****

Hallo semuanya sebelum lanjut, Aku ada recomand cerita bagus nih! Dijamin ketagihan kalau udah baca mah🤗🤗🤗

Terimakasih😉

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!