Pov Ana
"Hoaammm, sudah subuh ternyata", gumamku dengan kantuk yang masih tersisa. Aku dan rombongan tiba di rumah saat adzan subuh. Semuanya sudah turun dari pick up. Aku yang terakhir turun. Sayup sayup aku dengar teman teman sudah saling berpamitan dan kembali ke rumah masing masing. Pick up pun juga sudah meninggalkan halaman depan rumah.
Deg. Jantungku terpacu. Laki laki itu tersenyum manis sekali. "Dia siapa sih, kok baru liat". Aku terus memperhatikan gerak geriknya yang berbicara santai dengan bapak. "Kalau udah sesantai itu sama bapak berarti udah kenal dong, tapi kok baru liat sekarang ya". Aku penasaran. Ingin ikut menyapa tapi enggan, malu lebih tepatnya.
Setelah perbincangan yang aku sendiri tak tau, dia pergi dengan motor kuningnya. Lucu sekali. Sarung hitam itu dikalungkan ke lehernya dan perlahan mulai mengarahkan motornya meninggalkan halaman rumah.
Aku hampiri bapak, dengan sedikit nada canggung aku bertanya, "Pak, itu tadi siapa?".
"Loh itu anaknya gurumu waktu SD, masa nggak tau?", jawab bapak sembari melepas jaketnya.
"Siapa pak? aku belum pernah liat kok, anak anaknya guruku aku tau semua, tapi perasaan aku belum pernah ketemu sama dia", aku menjelaskan.
"Itu lo, gurumu yang tiap hari raya pasti kamu kesana sama temen temen"
Aku mengingat ingat lagi guru guruku SD yang aku kunjungi bersama teman teman, karena tidak banyak yang kami kunjungi, hanya guru guru yang rumahnya dekat saja, dan teringat satu guru. Beliau guru yang sabar, tutur katanya halus, mengajarnya pun mudah dipahami, tapi kalau seisi kelas ramai kedatangannya saja sudah membuat kami terdiam. Ibu Sumini. Akrab disapa Bu Sum. Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), beliau juga mengajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dan pernah juga menjadi wali kelasku.
Kalau diingat ingat, aku tau Ibu Sum mempunyai 3 anak, namun hanya pernah bertemu kedua anaknya. Info yang aku dapat anak ketiganya memang di pondok pesantren, melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) lalu menjadi dosen di salah satu fakultas di Batam.
"Bu Sum pak? Bener itu anaknya Bu Sum?" tanyaku memastikan.
"Iya itu anaknya, masa belum pernah ketemu?"
"Belum pernah pak, tiap ke rumah Bu Sum cuma ketemu Mas Yuda, sama Mbak Anik, itupun jarang, soalnya mbak Anik ikut suaminya" jelasku pada Bapak.
"Ya sudah sana sholat subuh dulu"
"Eh iya pak, tapi itu tadi namanya siapa pak?" tanyaku penasaran.
"Farhan namanya, tadi orangnya disini kok gak tanya", goda Bapak.
"Ya malu lah pak, kan baru sekali ketemu, mana berani, sungkan lah"
Percakapan ku dengan Bapak berakhir dengan nama laki laki yang aku curi pandang diam diam. Aku dan Bapak melanjutkan sholat subuh berjamaah.
Kami punya usaha warung kopi dan toko kelontong di rumah. Jadi tak heran kalau setiap hari rumah kami ramai orang belanja, atau sekedar nongkrong dan menikmati secangkir kopi hangat. Tekan tekan Bapak turut meramaikan juga, sesekali membawa banyak sekali rombongan. Menyambung silaturahmi katanya. Alhamdulillah, warung kami tidak pernah sepi. Walau tidak seberapa tapi cukup untuk membiayai sekolahku dan adikku.
Selesai sholat subuh bersama Bapak, aku membersihkan diri. Merebahkan diri di kasur, melepas lelah selama perjalanan sepulang majelis. Dan tak terasa aku tertidur lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Dâu tây
seperti ikut berpetualang bersama tokoh-tokohnya.
2023-10-20
0