Menagih Janji Tuhan
takkan lelah aku menanti
takkan hilang cintaku ini
hingga saat kau tak kembali
kan ku kenang di hati saja
Alunan lagu dari band kondang pada masanya, Peterpan mengiringi hembusan angin di teriknya matahari siang ini. Ana dan Shinta sedang duduk di pinggir telaga Sarangan, tempat wisata yang selalu ramai oleh romansa muda mudi yang sedang dimabuk cinta. Ditemani wedang ronde dan 2 porsi sate kelinci yang masih hangat. Siang itu deburan air telaga menjadi saksi bisu hangatnya air mata yang jatuh di sela sela tawa riang Ana. Ah, apakah itu bisa disebut riang? Sementara hatinya saja sudah seperti terkoyak koyak layaknya kertas yang sudah kusut kemudian di buang.
"Shin, kalau dia tau aku hamil kira kira dia mau menerima ku kembali tidak ya?"
Pandangan Ana jauh menelisik ke belakang mengingat ingat kembali kenangan dengan sosok laki laki yang kini entah di mana dan bersama siapa. Sosok laki laki yang namanya selalu disebut dalam hati. Matanya memandang jauh, mencoba menghadirkan kembali kenangan yang telah lama usai di antara mereka.
Farhan. Satu nama yang tak pernah bisa ia lupakan. Bagaimana bisa dilupakan kalau setiap sujud pada Sang Pencipta saja namanya masih selalu dibisikkan. Entah kisah cinta seperti apa yang bisa membuat seorang Ana, tak mampu menepis bayangan sosok laki laki ini.
"Heh, ngaco kamu tuh", bentak Shinta lirih. Pasangan muda mudi di samping mereka sampai menoleh.
"Ya Allah An, inget kamu tuh lagi hamil, masih aja mikirin dia yang nggak tau sekarang mikirin kamu apa enggak. Curiga deh itu tu anaknya siapa, bisa bisanya mikirin orang lain. Inget itu bukan anaknya dia", celoteh Shinta panjang lebar membuat Ana tersenyum getir. Membuat Ana menelan kembali potongan daging kelinci bersama bumbu kecapnya yang sudah hambar.
Ya. Ana saat itu sedang hamil 2 menjelang 3 bulan. Baru sekali ia periksa kehamilan di tempat salah bidan di desanya. Kemudian menemui Shinta yang saat itu sedang libur bekerja. Dan pilihan mereka jatuh kepada Telaga Sarangan yang adem pun sejuk.
Ana sudah menikah 4 bulan lalu, namun entah kenapa yang dipikirkan bukanlah laki laki yang kini menjadi suaminya, namun malah seorang pria di masa lalunya. Ya, dia memang lebih pantas dipanggil pria karena usianya yang jauh lebih tua dadi usia Ana. Bagaimana bisa ya Ana jatuh cinta pada pria yang usianya selisih 18 tahun di atas Ana. Pria kelahiran tahun 1983 itu ternyata masih benar benar menjadi pemilik hatinya bahkan saat sudah menikah pun. Kira kira bagaimana ya pria tersebut? Apakah sama? Seringkali pikiran seperti ini muncul dalam benak Ana. Di sepertiga malam atau bahkan di ujung fajar ketika sang mentari mengintip dari balik pepohonan.
"Ana denger ya, sekarang tu kamu harus lebih fokus sama kandungan kamu, jangan mikir yang aneh aneh An, kamu udah nggak gadis lagi sekarang, udah mau jadi mak emak tuh pikirannya yang lurus An. Kamu nggak capek ya mikirin dia terus? Aku aja yang dengerin capek loh An".
"Dia juga udah nggak sendiri An, seberapa besar pun kamu mau sama dia, tapi keluarga nya dia udah punya pilihan buat dia An. Kamu mungkin pilihannya dia, tapi bukan kamu pilihan keluarganya dia An".
Ana diam, Shinta tertunduk menyadari kata katanya yang mengorek luka dalam hati Ana. Hembus angin dingin. Dan tak ada lagi yang bisa dibicarakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments