Anak Tiriku Sugar Babyku
...Happy Reading....
"Tapi Pak kami belum punya uang untuk melunasi perpanjangan kontrak. Tolong beri kami waktu. Secepatnya kami akan menghubungi bapak. Tolong Jangan usir kami dari rumah ini. Kasihan anak anak mau tinggal di mana?" pinta seorang gadis berumur 17 tahun memohon pada pria lebih dari setengah abad yang berdiri angkuh di depannya, namanya Giandra.
"Bukan urusan saya, tapi urusan kalian. Sekarang kemas barang barang kalian dan pergi dari rumah ini!" sentak pria itu dengan angkuh, sorotan tajam.
"Jangan seperti ini Pak, beri kami waktu beberapa hari lagi. Kasihan anak anak!" imbuh seorang wanita yang merupakan ibu panti, ikut memohon mengharap belas kasih pada pria ini yang tidak memiliki welas asih dan perasaan.
"Saya sudah memberi kalian waktu tiga hari, dan itu sudah lebih dari cukup. Lagi pula ya, jika kalian merasa masih ingin mengontrak rumah ini seharusnya kalian sudah menyiapkan biaya perpanjangan kontrak selanjutnya dari jauh jauh hari." cerca si pria tanpa belas kasihan.
"Kami tahu hal itu pak, tapi ada saja cobaan yang menghampiri kami. Dua orang adikku sakit dan harus di rawat di rumah sakit. Butuh biaya yang tidak sedikit. Selain itu, donatur yang biasa memberikan bantuan pada panti ini sudah menghentikan bantuan karena usaha mereka bangkrut dan donatur satunya meninggal dunia. Kami sedang berusaha mencari donatur baru." ucap Giandra. Gadis itu bahkan sudah menangis sambil memohon tak henti.
"Alaa, tidak usah banyak alasan. Pokoknya saya tidak mau mendengar alasan apapun. Saya beri waktu 20 menit untuk berkemas dan meninggalkan tempat ini. Jika tidak, anak buah saya akan menyeret kalian dengan kekerasan!"
"Kalian, keluarkan barang barang dari rumah saya! Kosongkan rumah ini secepatnya karena akan ada yang menempati." perintah pria itu pada empat anak buahnya yang berdiri di belakangnya.
Para pria bertubuh besar dengan wajah sangar itu mematuhi perintah bosnya. Mereka mengeluarkan kursi tamu dan meja lalu di lempar keluar. Kipas angin dan lainnya. Meja meja berukuran pendek tempat anak anak belajar iqro dan Alquran juga di lempar ke luar. Anak anak ketakutan menyaksikan ulah anarkis mereka.
"Jangan seperti ini pak!" Gia terisak kecil, dia segera berlutut sembari memohon dengan melipat ke dua tangan di depan dada. Barang barang yang susah payah di sediakan untuk fasilitas belajar anak anak hancur.
"Kasihanilah kami, setidaknya kasihan lah anak anak malang itu!" Rima ikut memohon dengan menyatukan ke dua tangan di dada. Dia menjatuhkan tubuhnya di samping Gia, ikut bersimpuh. Tapi pria itu tak perduli dengan permohonan mereka, seakan tidak punya hati.
"Jangan di lempar seperti itu barang barang kami!" pekik seorang anak laki laki yang lebih besar melihat Rekal Quran, meja belajar dan papan tulis di lempar ke luar. Dia mendorong dengan kuat salah satu pria anak buah pak tua. Tapi selanjutnya tubuhnya di hempas kuat hingga jatuh ke lantai. Anak itu meringis merasakan tubuhnya sakit menghantam lantai."Baim __!" pekik Giandra dan Rima bersamaan.
"Kak Baim," anak anak lain ikut memekik dan menghambur mendekati Baim yang tersungkur ke lantai. Mereka membantu Baim berdiri.
"Heh kalian, Jangan hanya menangis. Cepat kemas pakaian kalian sebelum kami lempar paksa ke luar." teriak pria tua pada anak-anak yang menangis ketakutan.
Gia dan Rima tidak harus berbuat apa lagi untuk membujuk pemilik rumah ini. Sungguh manusia tidak punya hati dan perasaan. Mereka sangat sedih dan sakit hati melihat sebagian barang telah berada di halaman panti, rusak berserakan seperti kapal pecah.
"Terus kami akan pergi kemana pak?" lirih Giandra.
"Itu bukan urusan saya." pak tua tersenyum sinis tak peduli."Kecuali jika kamu mau memenuhi penawaran saya Giandra! Setujui keinginan ku untuk menikah dengan Bima." kali ini senyumnya sini.
"Tidak, itu akan pernah terjadi! Giandra tidak akan pernah mengikuti kemauan mu! Apa pun yang terjadi, dia tidak akan menikah dengan anakmu yang pemabuk dan bajingan itu. Lebih baik kami tidur di jalanan." sentak Rima, dia segera memeluk Giandra, melindungi.
Pak tua semakin marah."Seret mereka semua dari rumah ini!"
"HENTIKAN!" terdengar suara keras dari luar. Lalu masuklah seorang wanita dengan pakaian yang mewah dan elegan. Wajah cantik, bibir merah merona, berkaca mata hitam, memegang kipas berwarna peach. Di sampingnya ada asistennya dan di belakangnya beberapa pria bertubuh kekar.
Ke empat anak buah pak tua menghentikan pembongkaran. Semua yang berada di ruang ini melihat ke arah wanita tersebut. Termasuk Rima dan Giandra.
"Kau siapa? Berani sekali masuk rumah ku tampa Izin!" sentak pria tua memperhatikan wanita cantik ini.
Wanita itu tersenyum sinis setengah. Dia melepas kacamata, lalu menatap Giandra.
Giandra dan Rima untuk beberapa saat menatap wanita ini, tapi semakin lama di tatap membuat keduanya teringat seseorang di masa lalu. Detik selanjutnya keduanya terbelalak, mulut sampai terbuka. Keduanya tak bergeming menatap wanita itu. Terutama Giandra. Rasa senang dan sedih bercampur jadi satu menyelimuti hatinya seketika. Meski 12 tahun telah berlalu, dia tidak akan lupa wanita ini.
"Mama!" lirih Giandra dengan perasaan sedih membuncah. Perlahan dia berdiri tanpa berkedip menatap wanita yang di baru saja di sebut 'Mama'.
Dia berjalan cepat ke arah 'Mama' ingin memeluk menumpahkan kerinduan. Wanita yang telah meninggalkan dirinya saat kecil, juga meninggalkan kakaknya 12 tahun lalu. Wanita yang telah berselingkuh dan meninggalkan ayah mereka demi pria lain. Wanita yang telah merubah kehidupan mereka yang sebelumnya lengkap bahagia menjadi terpisah dan menderita, wanita yang memberi duka dan air mata. Wanita yang membuat mereka hidup dalam kesusahan dan penderitaan. Wanita yang membuat ayah dan kakaknya meninggal.
Gia sangat benci wanita ini, tapi kerinduan mengalahkan kebencian. Biar bagaimanapun wanita yang bernama Regina ini adalah ibunya, yang telah mengandung dan melahirkan dia dan Jiandra( kakaknya).
"Mama___!" tangis Giandra pecah. Dia berlari dengan kedua tangan terulur ke depan ingin memeluk. Tapi belum sempat ke dua tangannya itu menyentuh baju mamanya, "Stop!" kata Regina seraya menekan tubuh Giandra dengan kipas untuk tidak maju lagi.
"Kamu bisa mengotori pakaian ku!" katanya santai, nada sombong. Karena pakaian Giandra terlihat lusuh dan kotor.
Giandra tercengang mendengar perkataan itu, begitu juga dengan Rima. Langkahnya terhenti seketika. Perlahan kedua tangan di turunkan bersamaan dengan raut wajah senangnya menghilang. Dia malu karena penolakan. Tapi rasa malu itu tidak seberapa di banding dengan kata kata Regina yang membuatnya sedih dan sakit hati. Regina kembali menolaknya, tidak peduli, tidak membutuhkannya, mengabaikannya sama seperti dulu. Regina sama sekali tidak berubah.
Tangan Giandra terkepal kuat menahan kemarahan dan sakit hati. Kebenciannya kembali menguap dan malah semakin mendalam pada wanita yang tidak punya hati ini. Dia sangat menyesal telah menumbuhkan rasa rindu itu. Kedua matanya memanas dengan air mata yang mau tumpah.
Dia salah menduga, dia mengira kedatangan Regina ke sini karena karena mencarinya, merindukannya dan kembali ingin hidup bersama.
...Bersambung....
Jangan lupa dukungan buat author ya, Kasih like, komentar, vote, hadiah kopi, bintang lima setelah membaca setiap Bab, makasih.
Follow akun NT aku ya, biar kalian dapat Notifikasi cerita setiap Bab.
Promosi Karya author:
* Rafa & Ara (Tamat)
* Arley &Ana (Tamat)
* Khanza & Gracio (Tamat)
* Rangga & Rara (On Going)
*Anak Tiri Sang Mafia (On Going)
Yang lagi nunggu kelanjutan Karya Rangga dan Rara Nanti akan author lanjut kembali. Di tungguin aja. Terimakasih sudah mampir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Lena Sari
aku mampir thor
2023-12-01
1
Yani Thalib
udh ada novel baru lagi nih ☺️ baca dlu bbrp bab baru ngomen,, moga aja cerita x bagus kayak cerita rafa ara 😍😍
2023-10-28
0
Sity Maryam Pauweni
maaf kk ana, kapan mau lanjutin kisa rara dan Rangga,, aku ngecek ulang kali tapi masih bab seperti itu😢😢 jangan di gantung don kk, penasaran nih sama kelanjutannya 😢🙏🏻😍😍
2023-10-25
1