...Happy Reading....
"Tapi Pak kami belum punya uang untuk melunasi perpanjangan kontrak. Tolong beri kami waktu. Secepatnya kami akan menghubungi bapak. Tolong Jangan usir kami dari rumah ini. Kasihan anak anak mau tinggal di mana?" pinta seorang gadis berumur 17 tahun memohon pada pria lebih dari setengah abad yang berdiri angkuh di depannya, namanya Giandra.
"Bukan urusan saya, tapi urusan kalian. Sekarang kemas barang barang kalian dan pergi dari rumah ini!" sentak pria itu dengan angkuh, sorotan tajam.
"Jangan seperti ini Pak, beri kami waktu beberapa hari lagi. Kasihan anak anak!" imbuh seorang wanita yang merupakan ibu panti, ikut memohon mengharap belas kasih pada pria ini yang tidak memiliki welas asih dan perasaan.
"Saya sudah memberi kalian waktu tiga hari, dan itu sudah lebih dari cukup. Lagi pula ya, jika kalian merasa masih ingin mengontrak rumah ini seharusnya kalian sudah menyiapkan biaya perpanjangan kontrak selanjutnya dari jauh jauh hari." cerca si pria tanpa belas kasihan.
"Kami tahu hal itu pak, tapi ada saja cobaan yang menghampiri kami. Dua orang adikku sakit dan harus di rawat di rumah sakit. Butuh biaya yang tidak sedikit. Selain itu, donatur yang biasa memberikan bantuan pada panti ini sudah menghentikan bantuan karena usaha mereka bangkrut dan donatur satunya meninggal dunia. Kami sedang berusaha mencari donatur baru." ucap Giandra. Gadis itu bahkan sudah menangis sambil memohon tak henti.
"Alaa, tidak usah banyak alasan. Pokoknya saya tidak mau mendengar alasan apapun. Saya beri waktu 20 menit untuk berkemas dan meninggalkan tempat ini. Jika tidak, anak buah saya akan menyeret kalian dengan kekerasan!"
"Kalian, keluarkan barang barang dari rumah saya! Kosongkan rumah ini secepatnya karena akan ada yang menempati." perintah pria itu pada empat anak buahnya yang berdiri di belakangnya.
Para pria bertubuh besar dengan wajah sangar itu mematuhi perintah bosnya. Mereka mengeluarkan kursi tamu dan meja lalu di lempar keluar. Kipas angin dan lainnya. Meja meja berukuran pendek tempat anak anak belajar iqro dan Alquran juga di lempar ke luar. Anak anak ketakutan menyaksikan ulah anarkis mereka.
"Jangan seperti ini pak!" Gia terisak kecil, dia segera berlutut sembari memohon dengan melipat ke dua tangan di depan dada. Barang barang yang susah payah di sediakan untuk fasilitas belajar anak anak hancur.
"Kasihanilah kami, setidaknya kasihan lah anak anak malang itu!" Rima ikut memohon dengan menyatukan ke dua tangan di dada. Dia menjatuhkan tubuhnya di samping Gia, ikut bersimpuh. Tapi pria itu tak perduli dengan permohonan mereka, seakan tidak punya hati.
"Jangan di lempar seperti itu barang barang kami!" pekik seorang anak laki laki yang lebih besar melihat Rekal Quran, meja belajar dan papan tulis di lempar ke luar. Dia mendorong dengan kuat salah satu pria anak buah pak tua. Tapi selanjutnya tubuhnya di hempas kuat hingga jatuh ke lantai. Anak itu meringis merasakan tubuhnya sakit menghantam lantai."Baim __!" pekik Giandra dan Rima bersamaan.
"Kak Baim," anak anak lain ikut memekik dan menghambur mendekati Baim yang tersungkur ke lantai. Mereka membantu Baim berdiri.
"Heh kalian, Jangan hanya menangis. Cepat kemas pakaian kalian sebelum kami lempar paksa ke luar." teriak pria tua pada anak-anak yang menangis ketakutan.
Gia dan Rima tidak harus berbuat apa lagi untuk membujuk pemilik rumah ini. Sungguh manusia tidak punya hati dan perasaan. Mereka sangat sedih dan sakit hati melihat sebagian barang telah berada di halaman panti, rusak berserakan seperti kapal pecah.
"Terus kami akan pergi kemana pak?" lirih Giandra.
"Itu bukan urusan saya." pak tua tersenyum sinis tak peduli."Kecuali jika kamu mau memenuhi penawaran saya Giandra! Setujui keinginan ku untuk menikah dengan Bima." kali ini senyumnya sini.
"Tidak, itu akan pernah terjadi! Giandra tidak akan pernah mengikuti kemauan mu! Apa pun yang terjadi, dia tidak akan menikah dengan anakmu yang pemabuk dan bajingan itu. Lebih baik kami tidur di jalanan." sentak Rima, dia segera memeluk Giandra, melindungi.
Pak tua semakin marah."Seret mereka semua dari rumah ini!"
"HENTIKAN!" terdengar suara keras dari luar. Lalu masuklah seorang wanita dengan pakaian yang mewah dan elegan. Wajah cantik, bibir merah merona, berkaca mata hitam, memegang kipas berwarna peach. Di sampingnya ada asistennya dan di belakangnya beberapa pria bertubuh kekar.
Ke empat anak buah pak tua menghentikan pembongkaran. Semua yang berada di ruang ini melihat ke arah wanita tersebut. Termasuk Rima dan Giandra.
"Kau siapa? Berani sekali masuk rumah ku tampa Izin!" sentak pria tua memperhatikan wanita cantik ini.
Wanita itu tersenyum sinis setengah. Dia melepas kacamata, lalu menatap Giandra.
Giandra dan Rima untuk beberapa saat menatap wanita ini, tapi semakin lama di tatap membuat keduanya teringat seseorang di masa lalu. Detik selanjutnya keduanya terbelalak, mulut sampai terbuka. Keduanya tak bergeming menatap wanita itu. Terutama Giandra. Rasa senang dan sedih bercampur jadi satu menyelimuti hatinya seketika. Meski 12 tahun telah berlalu, dia tidak akan lupa wanita ini.
"Mama!" lirih Giandra dengan perasaan sedih membuncah. Perlahan dia berdiri tanpa berkedip menatap wanita yang di baru saja di sebut 'Mama'.
Dia berjalan cepat ke arah 'Mama' ingin memeluk menumpahkan kerinduan. Wanita yang telah meninggalkan dirinya saat kecil, juga meninggalkan kakaknya 12 tahun lalu. Wanita yang telah berselingkuh dan meninggalkan ayah mereka demi pria lain. Wanita yang telah merubah kehidupan mereka yang sebelumnya lengkap bahagia menjadi terpisah dan menderita, wanita yang memberi duka dan air mata. Wanita yang membuat mereka hidup dalam kesusahan dan penderitaan. Wanita yang membuat ayah dan kakaknya meninggal.
Gia sangat benci wanita ini, tapi kerinduan mengalahkan kebencian. Biar bagaimanapun wanita yang bernama Regina ini adalah ibunya, yang telah mengandung dan melahirkan dia dan Jiandra( kakaknya).
"Mama___!" tangis Giandra pecah. Dia berlari dengan kedua tangan terulur ke depan ingin memeluk. Tapi belum sempat ke dua tangannya itu menyentuh baju mamanya, "Stop!" kata Regina seraya menekan tubuh Giandra dengan kipas untuk tidak maju lagi.
"Kamu bisa mengotori pakaian ku!" katanya santai, nada sombong. Karena pakaian Giandra terlihat lusuh dan kotor.
Giandra tercengang mendengar perkataan itu, begitu juga dengan Rima. Langkahnya terhenti seketika. Perlahan kedua tangan di turunkan bersamaan dengan raut wajah senangnya menghilang. Dia malu karena penolakan. Tapi rasa malu itu tidak seberapa di banding dengan kata kata Regina yang membuatnya sedih dan sakit hati. Regina kembali menolaknya, tidak peduli, tidak membutuhkannya, mengabaikannya sama seperti dulu. Regina sama sekali tidak berubah.
Tangan Giandra terkepal kuat menahan kemarahan dan sakit hati. Kebenciannya kembali menguap dan malah semakin mendalam pada wanita yang tidak punya hati ini. Dia sangat menyesal telah menumbuhkan rasa rindu itu. Kedua matanya memanas dengan air mata yang mau tumpah.
Dia salah menduga, dia mengira kedatangan Regina ke sini karena karena mencarinya, merindukannya dan kembali ingin hidup bersama.
...Bersambung....
Jangan lupa dukungan buat author ya, Kasih like, komentar, vote, hadiah kopi, bintang lima setelah membaca setiap Bab, makasih.
Follow akun NT aku ya, biar kalian dapat Notifikasi cerita setiap Bab.
Promosi Karya author:
* Rafa & Ara (Tamat)
* Arley &Ana (Tamat)
* Khanza & Gracio (Tamat)
* Rangga & Rara (On Going)
*Anak Tiri Sang Mafia (On Going)
Yang lagi nunggu kelanjutan Karya Rangga dan Rara Nanti akan author lanjut kembali. Di tungguin aja. Terimakasih sudah mampir.
...Happy Reading....
Regina beralih melihat pak tua."Aku akan membeli rumah ini. Jadi kau tidak perlu mengeluarkan mereka dari sini. Asisten ku akan menyelesaikan pembayarannya! Berapa harganya?" kata Regina pada pria tua pemilik rumah, lagi lagi dengan nada suara sombong dan tingkahnya yang angkuh.
Giandra dan Rima terkejut. Sedangkan Pria tuan tersenyum sinis penuh arti." Setengah Miliar."
"Bereskan segera!" kata Regina pada Asisten nya tanpa melakukan penawaran, meski dia tahu penawaran yang di beri pak tua terlalu tinggi dengan ukuran rumah yang kecil dan rusak di beberapa tempat, atapnya juga ada yang bocor. Regina bisa saja protes tapi dia tidak mau berdebat karena tidak mau berlama-lama di tempat ini. Banyak urusan yang harus di kerjakan.
Asisten Regina segera menarik paksa tangan Pria tua di teras. Untuk menyelesaikan administrasi pembayaran rumah ini.
Regina berbalik, menatap Giandra dan Rima.
"Apa kalian senang?" tersenyum mengejek.
"Untuk apa mama membantu kami?" meski Giandra senang mendengar perkataan Regina yang mana mereka tidak akan keluar dari rumah ini. Tapi hatinya merasa tidak tenang dengan bantuan ini.
Regina tersenyum setengah. Dia menatap Giandra dengan menilik. Meski memakai pakaian lusuh, tapi anak ini terlihat cantik, malah sangat cantik. Dia tidak menyangka, anak kecil yang di tinggalkan dulu kini telah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik.
"Kenapa? Apa kau tidak senang? Seharusnya kau senang Giandra. Karena kalian dan anak anak tidak akan Luntang lanting di jalanan, kepanasan dan kehujanan!" kata Regina berjalan mengitari Giandra.
"Seharusnya kau berterima kasih kepada ku!"
Tersenyum sinis.
"Aku tahu orang seperti apa mama. Pasti ada niat buruk di balik bantuan ini." kata Giandra menebak dan curiga.
"Hahaha, anak pintar!" Regina tertawa lepas mengakui kecerdasan Giandra.
Di luar asisten Regina sudah menyelesaikan administrasi pembayaran rumah secara tunai. Dia segera masuk dan pak tua telah pergi dengan senang hati karena telah mendapatkan apa yang dia mau.
"Ini sertifikat rumahnya Bos." kata asisten menyerahkan sertifikat rumah panti pada Regina yang langsung di terima Regina.
"Kalian bebas tinggal di sini. Dan rumah ini menjadi hak kalian, tapi tentu saja tidak ada yang gratis Giandra __!" kata Regina kembali tersenyum sinis penuh arti.
Giandra sudah menebak hal itu. Wanita ini ada maunya. Meski pada anak sendiri pun dia menginginkan balasan untuk keuntungannya. Sungguh tega pada anak anak panti.
"Jujur aku memerlukan dirimu. Tapi aku tidak akan memaksa. Semua terserah padamu. Jika kau setuju katakan iya! Jika kau menolak, silahkan kalian tinggalkan rumah ini sekarang juga!" kata Regina tegas dengan tatapan tajam.
Kedua tangan Giandra kembali terkepal kuat. Regina memanfaatkannya. Sungguh wanita tidak punya hati. Giandra dilema, setuju atau menolak. Dia tidak tahu apa yang diinginkan wanita yang merupakan ibunya ini.
"Aku orang sibuk Giandra, aku tidak punya banyak waktu untuk menunggu persetujuan atau penolak mu. Aku sangat tahu kau sangat membutuhkan rumah ini untuk tempat bernaung kalian." kata Regina melihat Giandra yang terdiam, yang di yakinnya pasti sedang berpikir memilih. Dan untuk membuat Giandra setuju, maka dia harus sedikit memaksa dan mengancam.
"Waktumu habis Giandra, keluar kalian dari rumah ini Sekarang __!"
"Iya, aku setuju__!" kata Giandra segera.
Sedangkan Rima tercengang mendengar persetujuan nya."Gia__!" sejujurnya dia tidak ingin Giandra menyetujui keinginan Regina yang entah apa. Dia takut Regina akan berbuat buruk pada Giandra.
Gia menatap Rima sambil tersenyum, sendu.
Meminta Rima tenang dan mendukungnya. Lalu dia beralih melihat Regina yang tampak tersenyum senang penuh kemenangan.
"Aku akan mengikuti keinginan mama! Katakan apa yang harus ku lakukan untuk membayar semua kebaikan ini?"
Regina tertawa kecil, tapi kemudian wajahnya berubah datar seketika."Ikuti aku sekarang juga."
"Kemana?" Gia terkejut.
"Nanti kau akan tahu. Tidak perlu Bertanya!"
Rima menarik lengan Giandra hingga gadis itu berada di belakangnya.
"Kamu mau bawa Giandra kemana Regina? Sudah cukup kau menyakiti anakmu setelah sekian lama meninggalkannya juga menelantarkannya! Wanita seperti apa kau Regina? Ibu macam apa kau ini tidak punya hati sedikit pun pada anak sendiri?" teriak Rima menahan amarah.
Regina tertawa."Hey, jangan teriak teriak begitu, bicara pelan pelan saja, aku tidak tuli!"
Rima mendengus kesal.
"Kamu tenang saja Rima, justru dia akan hidup enak dan senang tinggal di rumah ku. Aku akan menebus kesalahanku di masa dulu!" tersenyum penuh arti.
"Kamu pikir aku percaya pada wanita jahat tak punya hati seperti dirimu? Aku yakin kau pasti ingin memanfaatkannya."
"Berhentilah mengoceh, aku tidak mau berdebat. Atau __ pergi kalian dari rumah ini?"
bentak Regina yang habis kesabaran.
"Bik __ sudahlah. Aku akan baik baik saja! Bibi tenanglah di sini dan jaga adik adik!" Giandra segera menenangkan Rima yang terlihat emosi bercampur cemas.
"Aku akan mengambil pakaian ku dulu. Tunggu sebentar." kata Gia.
"Tidak usah. Kau hanya perlu membawa dirimu saja." kata Regina. Lalu segera hengkang dari tempat itu, keluar menuju mobilnya.
"Gia __! Bibi tidak mau wanita itu menyakiti mu lagi. Bibi yakin dia punya niat yang tidak baik! Lebih baik tolak keinginannya. Pasti ada cara lain untuk kita."
"Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk sekarang Bik. Qenan dan Qinan saat ini sedang sakit. Kita akan tinggal di mana jika di keluarkan dari sini? Kasihan adik adik!"
"Tapi Nak, Bibi dan kami semua tidak ingin kamu kenapa napa __! wanita jahat itu pasti....!"
"Bibi Rima benar, wanita itu orang jahat. Nanti dia akan berbuat jahat pada kakak!" timpal Baim.
Giandra menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan. Sejujurnya dia juga tidak tenang bahkan takut ikut dengan Regina. Tapi mau bagaimana lagi? Lebih baik dia mengorbankan dirinya sendiri dari pada melihat anak anak malang itu hidup menderita di jalanan.
"Aku tahu itu. Bibi dan adik adik semua jangan khawatir. Kak Giandra bukan anak kecil lagi. Kakak sudah besar. Kakak akan menjaga diri dengan baik! Bik, tolong jaga adik adik dengan baik. Bibi juga jaga kesehatan. Nanti aku akan menghubungi bibi." Gia memeluk Rima sebentar. Pamit pada adik adiknya yang langsung menghambur memeluknya."Jangan khawatir, kakak akan baik baik saja. Selama kakak pergi, kalian harus saling membantu, bantu juga bibi Rima, dan rajinlah ke sekolah dan belajar!" katanya terburu. Setelah itu dia menengok Qenan dan Qinan di kamar, lalu segera pergi dengan terburu buru menyusul Regina. Dia segera masuk ke mobil setelah sopir membuka pintu. Mobil mewah itu melaju dengan kecepatan sedang. Kepergian mereka di iringi tangisan adik adik Gia dan kekhwatiran Rima. Rima merapal kan doa doa kepada Allah meminta memohon perlindungan untuk Giandra, yang entah mau di bawah kemana oleh Regina.
...Bersambung....
Jangan lupa dukungan buat author ya, Kasih like, komentar, vote, hadiah kopi, bintang lima setelah membaca setiap Bab, makasih.
Follow akun NT aku ya, biar kalian dapat Notifikasi cerita setiap Bab.
Promosi Karya author:
* Rafa & Ara (Tamat)
* Arley &Ana (Tamat)
* Khanza & Gracio (Tamat)
* Rangga & Rara (On Going)
*Anak Tiri Sang Mafia (On Going)
Yang lagi nunggu kelanjutan Karya Rangga dan Rara Nanti akan author lanjut kembali. Di tungguin aja. Terimakasih sudah mampir
...Happy Reading....
Dalam perjalanan.
"Mulai besok kau akan pindah sekolah. Aku telah mengatur semuanya. Dan mulai hari ini kau kau akan tinggal di rumah ku!" kata Regina, membuat Giandra terkejut.
"Tapi Ma, aku di sini bekerja. Aku perlu biaya untuk kebutuhan hidup adik adikku." kata Giandra. Meski dia enggan bahkan tidak mau lagi menyebut Mama pada wanita ini, tapi hati nuraninya tidak akan sanggup untuk tidak memanggil wanita yang telah melahirkannya ini dengan sebutan Mama.
Alih alih menanggapi perkataan Giandra, Regina mengambil sebuah Map dari dalam tasnya.
"Ini adalah surat kontrak perjanjian. Baca baik baik dan pahami isinya!" Meletakkan di atas paha Giandra.
Giandra menatap Map berwarna coklat itu sejenak. Perjanjian apa yang tertulis di dalam sana?
"Aku sudah menikah seminggu yang lalu." kata Regina. Giandra terhenyak mendengarnya.
"Keluarga suamiku tahu aku memiliki seorang putri." kata Regina kembali. Dia keceplosan bicara pada keluarga suaminya yang mana memiliki seorang putri.
"Mereka memintaku membawa mu untuk di perkenalkan kepada mereka dan juga tinggal bersama kami." sambungnya kembali. Karena itu dia mencari keberadaan Giandra.
"Putri mama ada dua, bukan satu! Aku dan Kak Jia." kata Giandra mengingatkan Regina. Dia kesal, hatinya sakit mendengar perkataan Regina yang mengatakan hanya memiliki satu putri. Apa kesalahan dia dan Jiandra lakukan hingga membuat Regina meninggalkan mereka dulu, tidak peduli dan hingga kini tidak menyukai dia dan Jiandra? Sungguh Giandra bingung dengan sikap mamanya yang seperti benci dan tidak menganggap dia dan Jiandra anak.
"Itu dulu Giandra, sekarang tinggal kamu seorang." kata Regina enteng.
Giandra terkejut."Jadi mama tahu kak Jiandra sudah tak ada? Apa mama juga tahu kalau papa sudah tidak ada di dunia ini? Apa mama tahu papa dan kakak sudah meninggal?" katanya terburu buru menahan amarah, carian bening seketika memenuhi kelopak matanya.
Wajah Regina berubah terkejut mendengar kata kata yang di ucapkan Giandra, tapi dia segera bersikap biasa."Aku hanya menebak saja melihat kau hanya hidup seorang diri dan tak ada mereka di sana." katanya santai tak ada rasa sedih atau bersalah.
"Ma_" teriak Giandra dengan sikap santai Regina dalam menyingkapi kematian ayah dan kakaknya. Tak ada kesedihan sedikitpun terlihat di wajahnya.
"Jangan meneriaki ku." sentak Regina balik. Dia menjepit kuat dagu Giandra.
"Lalu kau ingin aku berbuat apa? Menangis begitu? Apa dengan aku menangisi bisa membuat mereka hidup kembali?" sentak Regina kembali."Mereka mati karena sudah takdir, bukan karena aku. Dan semua orang akan mati dengan caranya sendiri."
Air mata Giandra merembes jatuh, kedua tangan terkepal kuat, menahan amarah. Kebenciannya semakin mendalam pada wanita ini.
"Sudahlah Giandra. Aku tidak suka berdebat. Sebaiknya baca surat perjanjian itu baik baik. Aku malas menjelaskan." kata Regina ketus, melepas dagu Giandra.
"Kalau kau terus mengoceh aku akan menurunkan mu di sini, dan membuat adik adikmu terlantar di jalanan!" ancamnya.
Giandra terdiam mendengar ancaman itu. Dia menarik hingusnya, lalu melap air matanya. Perlahan dia membuka Map dan melihat kertas putih yang tertulis beberapa poin perjanjian. Giandra membaca dengan teliti sampai selesai.
"Tanda tangani." kata Regina kasar menyerahkan pulpen melihat Giandra selesai membaca.
"Mereka tahu kau tidak hadir di pesta pernikahan ku karena kau tidak suka aku menikah lagi. Selama ini kau ku titipkan pada keluargaku dan di saat tidak sibuk aku mengunjungi mu! Ingat itu baik baik."
"Aku akan mengikuti semua keinginan mama, tapi aku juga punya satu permintaan." kata Gia.
"Cih __!" umpat Regina."Aku sudah memberi kalian tempat tinggal yang nyaman tapi kamu masih ingin meminta lagi?" menatap Giandra tajam.
"Aku hanya ingin bekerja Ma, izinkan aku bekerja. Aku butuh uang untuk biaya kehidupan adik adikku." pinta Giandra memohon.
"Kau akan membuat ku malu dan merusak image ku!"
"Aku janji hal itu tidak akan terjadi. Aku mohon Ma....!"
Regina memijit keningnya sedang berpikir."Baik, tapi ingat, jangan sampai keluarga suamiku tahu. Ingat itu." kata Regina tegas dengan tatapan tajam.
"Iya, aku janji!" Giandra lega. Dia segera menandatangani surat kontrak perjanjian tersebut.
Asisten Regina menoleh ke belakang begitu mendapat satu notifikasi pesan.
"Nyonya, penerbangan di tunda dua jam karena ada kesalahan teknis."
Regina nampak kesal."Kita menginap dulu, cari hotel terdekat dengan bandara."
"Baik Nyonya."
Mobil melaju menuju hotel terdekat dengan bandara. 15 menit mereka telah sampai. Giandra menatap gedung tinggi ini. Ini ada hotel tempat dia bekerja setiap pulang sekolah dan hari libur. Untung asisten membawa Regina ke hotel ini, dia akan menemui rekan kerjanya dan mengundurkan diri.
Hotel ini hotel yang paling mewah di daerah ini. Meski bukan hotel bintang lima, tapi fasilitas di hotel ini cukup mewah dan lengkap. Setelah melakukan pemesanan di bagian resepsionis, mereka segera ke atas. Beberapa orang menyapa Giandra.
"Kamu kenal mereka?" tanya Regina penasaran.
"Aku kerja sebagai cleaning servis di hotel ini." kata Giandra.
Regina memutar bola matanya, terus melangkah. Giandra mengikuti dari belakang.
Mereka naik lift untuk ke atas dan sampailah di kamar tujuan. Regina segera masuk ke kamarnya. Dan Yogi, asisten Regina mengantar Giandra ke kamar Giandra yang berselisih lima kamar dari kamar Regina.
"Ini kamar mu. Istrahat di sini sebentar. Dua jam lagi kita akan ke bandara!" kata Yogi.
"Pak, aku ingin menemui teman ku untuk pamit, sekalian menemui atasan ku untuk mengundurkan diri." kata Giandra saat Yogi akan pergi.
Yogi tampak berpikir sejenak."Jangan berbuat ulah, kau tahu sendiri apa akibatnya." katanya kemudian.
Giandra mengangguk."Aku mengerti."
"Jangan lama lama, waktumu 30 menit." Yogi melanjutkan langkah setelah mengatakan itu.
Setelah kepergian Yogi, Giandra segera pergi ke ruang staf cleaning servis. Dia sudah hafal setiap sudut ruang dari hotel ini dari lantai bawah hingga yang teratas.
Giandra melihat ada beberapa karyawan CS berada di ruang istrahat sedang menonton berita di TV, termasuk orang yang ingin di temuinya. Mereka tampak serius melihat berita yang di tayangkan di TV. Berita tentang pembobolan Bank oleh sekelompok Mafia yang terjadi sejam lalu. Begitu sulit menangkap gerombolan tersebut, juga mengungkap identitas mereka karena wajah mereka tertutup oleh topeng, pakaian serba hitam. Terlihat jelas aksi mereka yang begitu pintar dan lincah sedang membobol brankas dengan menyandera beberapa nasabah dan pegawai terlihat dalam rekaman tayangan CCTV. Mereka berhasil mendapatkan apa yang di inginkan dan kabur. Sekarang geng Mafia itu sedang dalam pengejaran polisi. Polisi meminta Masyarakat untuk waspada. Dan jika melihat ciri-ciri pelaku Mafia seperti yang berada dalam rekaman CCTV harus segera melapor kepada pihak yang berwajib.
"Giandra?" seru sala seorang Cs begitu melihat keberadaan Giandra di depan pintu. Semua mata teralih kepadanya. Tiga karyawan Cs menyapanya dan menyuruh masuk, lalu kembali melihat ke arah TV.
"Mbak Niken, aku ke sini mau menemui Mbak, syukurlah mbak ada di ruang ini." kata Giandra.
Niken adalah senior Giandra dan baik pada Giandra. Niken dulu yang mengajak Giandra pertama kali kerja di sini saat Giandra kesulitan mencari pekerjaan. Giandra dekat dengan pegawai di sini, tapi dia lebih dekat dan terbuka pada Niken.
"Aku baru saja masuk 5 menit lalu. Pekerjaan ku sudah selesai." kata Niken.
"Mari Duduk." ajak Niken membawa Giandra ke sofa.
Giandra segera duduk di sofa di depan Niken.
"Shif kerja kamu bukannya sore?" tanya Niken.
"Aku mau Resign kerja mbak." kata Giandra.
Niken terkejut."Berhenti?" karena dia tahu begitu sulitnya Giandra bisa kerja di sini. Dia menatap serius pada Giandra.
Giandra beranjak dari tempat duduknya dan duduk di sebelah Niken.
"Ada apa?" tanya Niken dengan suara pelan mengerti dengan gelagat gestur tubuh Giandra.
"Aku telah bertemu mama ku. Dia datang ke panti dan mengajakku ikut dengannya ke kota Jakarta." bisik Giandra membuat Niken terbelalak."Apa?" karena Niken tahu kehidupan Giandra.
"Telah terjadi sesuatu hingga membuat aku mau berhenti kerja. Aku tidak bisa menceritakan sekarang karena waktuku terbatas. Nanti aku akan menghubungi mbak dan menceritakan semuanya!" kata Gia teringat waktu yang di beri Yogi hanya 30 menit.
"Baik, aku mengerti!" Niken mengangguk faham.
"Pak Galih pasti akan kehilangan kamu Giandra. Kamu tahu dia sangat menyukai kinerja kamu!"
Pak Galih adalah Manager hotel ini.
"Nanti Mbak berikan alasan mengenai pemberhentian ku. Aku ingin menyampaikan pengunduran diriku tapi aku tidak enak hati akan membuatnya kecewa."
"Kebetulan sekarang beliau tidak ada di hotel. Ada pertemuan penting para Manager yang di lakukan di kantor pusat."
"Syukurlah! Jika mba ada waktu, tolong lihat adik adikku di panti."
"Kamu jangan khawatir. Nanti Mbak akan ke sana."
"Terimakasih Mbak."
"Iya sama sama. Baik baik kamu di sana. Jujur Mbak khawatir kamu ikut ibumu. Jika kamu butuh sesuatu hubungi Mbak."
Niken biar hidupnya kekurangan, tapi tetap peduli pada Giandra dan anak anak panti dan kadang membantu semampu dia jika punya kelebihan.
"Iya Mbak, aku pergi dulu."
Keduanya berpelukan. Giandra pamit pada tiga orang mantan rekan kerjanya, lalu kembali ke atas, ke kamarnya.
...Bersambung....
Dukungan buat author jangan lupa ya,,
Kasih like, komentar positif, vote, hadiah, dan Rate bintang lima. Terimakasih.
Jangan lupa dukungan buat author ya, Kasih like, komentar, vote, hadiah kopi, bintang lima setelah membaca setiap Bab, makasih.
Follow akun NT aku ya, biar kalian dapat Notifikasi cerita setiap Bab.
Promosi Karya author:
* Rafa & Ara (Tamat)
* Arley &Ana (Tamat)
* Khanza & Gracio (Tamat)
* Rangga & Rara (On Going)
*Anak Tiri Sang Mafia (On Going)
Yang lagi nunggu kelanjutan Karya Rangga dan Rara Nanti akan author lanjut kembali. Di tungguin aja. Terimakasih sudah mampir
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!