Dendam Kematian
Klarisa yang mendengar kabar jika Ayahnya sedang sakit keras, akhirnya memutuskan untuk menemui Ayahnya yang tahun kemarin baru saja menikah lagi dan sesampainya ia di Desa kelahirannya yaitu Desa Monic, dengan wajah ramah semua orang menyambut kedatangannya.
“Bagaimana kabar Ibumu?” tanya salah seorang wanita tua yang merupakan tetangga Ayahnya Klarisa, sebelum Klarisa melangkahkan kakinya untuk melewati pagar rumah Ayahnya.
Dengan lirikkan matanya yang tajam, Klarisa pun berkata “Ibu sudah meninggal dunia, sesuai dengan apa yang kalian inginkan selama ini!” ucap Klarisa yang seketika itu juga membuat wanita tua di dekatnya tersentak dan merasa ketakutan.
Dengan perasaan marah, Klarisa pun melanjutkan langkah kakinya untuk memasuki rumah Ayahnya dan detik itu juga, memori saat dirinya bersama dengan Ibunya dihina dan diusir oleh warga Desa kembali teringat jelas di dalam kepalanya.
Beberapa detik kemudian, Klarisa pun disambut hangat oleh Ibu Tirinya yang bernama Sania dan Adik tirinya yang bernama Viona. Tapi, karena Klarisa hanya ingin melihat Ayahnya yang sekarat, tanpa peduli dengan dua orang dihadapannya itu, Klarisa segera melangkah masuk ke dalam kamar Ayahnya dan melihat Ayahnya yang saat ini sedang terbaring lemas di atas tempat tidurnya.
Klarisa memanggil Ayahnya dan saat mata Ayah melihat ke arahnya, dengan tatapan marah Klarisa berkata “Ayah pantas tersiksa seperti ini!” sambil mengepalkan kedua tangannya dengan sangat erat.
“Saat itu, seharusnya Ayah membela Ibu dan aku yang dituduh sebagai penyihir… Bagaimana bisa Ayah lebih percaya dengan omongan orang lain?! Sial,” sambung Klarisa sambil menahan tangisannya dengan mengigit bibir bawahnya secara kasar dan berusaha mengalihkan pandangannya dari wajah Ayahnya.
Klarisa yang tidak ingin berlama-lama berada di dekat Ayahnya itu pun langsung menghela nafasnya dengan sangat kasar, setelah itu kembali berkata “Aku harap, Ayah cepat menyusul Ibu!” dengan nada bicaranya yang penuh dengan penekanan kepada Ayahnya yang terbaring lemas.
Setelah itu Klarisa pun membalik tubuhnya. Tapi, sebelum Klarisa melangkah pergi tiba-tiba Ayahnya menarik tangannya dan dengan tangan yang bergetar, Ayah Klarisa membelalakkan matanya seakan ingin mengatakan suatu hal.
Klarisa yang tidak tega dengan kondisi Ayahnya, mau tidak mau mendekatkan telinganya pada mulut sang Ayah dan dengan suara yang serak dan juga berat, Ayah Klarisa berkata “Lari!” yang seketika itu juga membuat Klarisa mengerutkan dahinya.
“Apa maksud Ayah?” tanya Klarisa sambil menatap wajah Ayahnya lagi dengan lebih lekat. Tapi, sebelum Klarisa mendapatkan jawaban dari Ayahnya tiba-tiba “Prak!!!” ada seseorang memukul kepala Klarisa dari belakang dengan sangat kencang dan membuat Klarisa jatuh pingsan.
***
Sekitar beberapa menit kemudian, Klarisa yang mulai tersadar dan dapat menggerakkan tubuhnya, detik itu juga merasa sangat kesakitan pada bagian belakang kepalanya “Ugh! Sakit sekali,” keluh Klarisa sambil terduduk dari posisi tidurnya.
Di tengah-tengah rasa sakit pada bagian belakang kepalanya, Klarisa tersadar kalau saat ini ia sedang berada di dalam gudang tua yang biasanya digunakan oleh para warga desa untuk mengumpulkan persediaan makanan di musim dingin.
“Kenapa mereka mengurungku di sini?” batin Klarisa sambil berusaha bangkit dari duduknya dengan sekuat tenaganya.
Dan saat Klarisa berdiri tepat di depan pintu gudang, saat itu juga ia mendengar perkataan Ibu tirinya yang bernama Sania sedang berkata “Pria tua itu memang tidak bisa diandalkan! Mau tidak mau kita jadi harus main kasar!” dengan nada bicaranya yang penuh emosi.
“Tapi, Bu. Apa Ibu yakin kalau wanita itu cocok untuk dijadikan persembahan dewa?” tanya Adik tiri Klarisa bernama Viona, yang seketika itu juga membuat Klarisa tersentak dan dengan reflek membekap mulutnya sendiri.
“Ya, dia sangat cocok! Bukan hanya kemakmuran desa… kita berdua bisa mendapatkan segalanya!” balas Ibu tiri Klarisa, yang seketika itu juga membuat Klarisa sadar bahwa sosok penyihir yang dulu dicari-cari adalah Ibu tirinya saat ini, yang dulunya hanyalah seorang tetangga yang sangat ramah.
Dengan perasaan takut sekaligus marah, detik itu juga Klarisa berusaha mencari cara untuk kabur dari dalam gudang melalui cela kecil di balik meja yang harus membuat sekujur tubuhnya terluka “Ukh!” dan saat berhasil keluar dari dalam gudang melalui belakang, Klarisa langsung berlari ke dalam hutan tanpa menoleh ke belakang sedikit pun.
“Ibu… hiks!” tangis Klarisa sambil terus berlari dan tanpa sengaja kakinya tersandung batang pohon “Bruk!” yang seketika itu juga membuatnya terjatuh.
“Akh!” keluh Klarisa saat ia menyadari kalau tubuhnya saat ini dipenuhi dengan banyak luka.
Beberapa detik kemudian, Klarisa pun kembali berlari karena tiba-tiba ia mendengar suara teriakkan warga desa yang sedang berusaha mengejarnya di dalam hutan “Sial! Mereka benar-benar ingin membunuhku!” ucap Klarisa sambil terus berusaha berlari walaupun kakinya sakit.
Dan saat di rasa sudah terpojok, Klarisa yang memiliki keahlian menggunakan belati langsung mengeluarkan belati kesayangannya dari dalam pakaiannya dan siap-siap menyerang warga desa yang masih mengejarnya dari balik pohon.
Tanpa banyak berpikir, Klarisa berlari melawan arah dan mulai melukai bagian-bagian vital yang cukup mematikan menggunakan belatinya dengan sangat lihai “Srak-srak!” yang seketika itu juga membuat beberapa warga desa di sekitarnya terkapar dan juga segera menjaga jarak.
“Ternyata benar kata Nyonya Sania! Klarisa tumbuh menjadi wanita yang sangat tangguh, hahaha!” ucap salah satu warga sambil tertawa dengan nada yang tidak jelas.
“Jika kalian berani mendekat! Bukan hanya melukai… aku akan membunuh kalian secara brutal!” ancam Klarisa dengan tatapan matanya yang penuh waspada dan berhasil membuat semua warga desa yang mengejarnya saling tatap.
“Cukup Klarisa!” tiba-tiba ada seorang wanita yang berteriak dari balik para warga desa dan saat wanita itu berjalan melewati para warga desa, dapat dengan jelas Klarisa melihat Ibu tirinya Sania sedang menatapnya dengan tatapan lembut “Kamu tidak boleh menambah dosa Ibumu,” sambung Ibu tiri Klarisa.
Yang seketika itu juga membuat Klarisa mengerutkan dahinya dan bergumam “A-apa katamu?” dengan nada bicaranya yang agak bergetar.
“Sekarang… terimalah takdirmu! Dewa sudah memintamu sebagai pendampingnya, hm?” sambung Ibu tiri Klarisa lagi sambil terus melangkahkan kakinya untuk semakin dekat pada Klarisa.
“Dewa katamu? Yang selama ini kalian layani adalah Iblis!” balas Klarisa sambil terus waspada dan menatap Ibu tirinya itu dengan sangat lekat.
Tanpa bicara apa-apa lagi, entah kenapa semakin dekat Ibu tirinya melangkah ke arah Klarisa, Klarisa merasa semakin pusing dan pandangan matanya semakin kabur, yang seketika itu juga membuat belati yang sejak tadi Klarisa genggam terjatuh dan tubuhnya kehilangan keseimbangan bagaikan terkena sihir.
“Bawa dia, kita lakukan ritualnya sekarang!” ucap Ibu tirinya Klarisa setelah memastikan kondisi Klarisa yang tidak bisa bergerak lagi, walaupun Klarisa masih setengah sadar.
***
Walaupun pandangan mata Klarisa buram, Klarisa merasa kalau dirinya sudah di dandani secantik mungkin oleh warga desa dan ia pun di duduki di atas batu hitam tua yang berada tepat di pinggir jurang.
Klarisa benar-benar tidak bisa menggerakkan tubuhnya dan dadanya terasa sangat sesak saat Ibu tirinya dan para warga desa mulai melantunkan kalimat-kalimat aneh. Hingga beberapa menit kemudian, dua pria bertubuh besar mulai mengangkat tubuh Klarisa sesuai arahan Ibu tirinya dan langsung melempar Klarisa ke dalam jurang yang sangat dalam.
Saat jatuh ke dalam jurang, Klarisa dapat mendengar suara tawa para warga desa yang sangat ceria setelah menghabisi nyawanya dengan sangat jelas dan pada saat Klarisa meneteskan air matanya, seluruh tubuhnya seakan bercahaya. Untuk pertama kalinya, Klarisa merasakan kehadiran dewa yang sangat dekat pada dirinya.
***
“Nona! Nona, bangunlah!” tiba-tiba Klarisa mendengar suara wanita dan tubuhnya dapat kembali ia gerakkan “HAH!!! Ukh!” Klarisa langsung membuka matanya dan terbangun dari tidurnya sambil berusaha mengatur nafasnya.
“Nona?! Anda baik-baik saja?!” panik seorang wanita yang sejak tadi memanggil dirinya sebagai Nona.
“Ugh… kamu siapa? Aku dimana?” tanya Klarisa dengan ekspresi bingungnya kepada wanita yang ada dihadapannya itu.
“Astaga, Nona! Ini bukan waktunya untuk bercanda! Tuan besar Emillio akan segera datang… Ah, maksud saya, Ayah Nona akan segera pulang!!!” panik wanita dihadapan Klarisa lagi yang seketika itu juga membuat Klarisa berusaha memutar otaknya dan betapa kagetnya ia saat melihat bayangan dirinya di cermin, yang ternyata bukan dirinya sendiri.
“KYA!!!” Jerit Klarisa yang seketika itu juga membuat wanita di dekatnya ikut menjerit dan secara kasar, Klarisa langsung menarik kerah wanita di dekatnya itu sambil bertanya “Jadi, saat ini… aku adalah putri semata wayang Tuan Emillio, yang terkenal hebat dan perkasa itu?!” dengan kedua bola matanya yang membelalak.
“I-iya, Nona… Hiks! Ada apa dengan anda?!” balas wanita dihadapan Klarisa, yang seketika itu juga membuat Klarisa langsung melepaskan cengkraman tangannya dan kembali menatap bayangan wajahnya yang benar-benar berubah.
“Bagaimana bisa… aku hidup di dalam tubuh orang lain?” batin Klarisa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Haha^^
lanjut thorr
2023-10-07
2