NovelToon NovelToon

Dendam Kematian

Kehidupan Setelah Kematian

Klarisa yang mendengar kabar jika Ayahnya sedang sakit keras, akhirnya memutuskan untuk menemui Ayahnya yang tahun kemarin baru saja menikah lagi dan sesampainya ia di Desa kelahirannya yaitu Desa Monic, dengan wajah ramah semua orang menyambut kedatangannya.

“Bagaimana kabar Ibumu?” tanya salah seorang wanita tua yang merupakan tetangga Ayahnya Klarisa, sebelum Klarisa melangkahkan kakinya untuk melewati pagar rumah Ayahnya.

Dengan lirikkan matanya yang tajam, Klarisa pun berkata “Ibu sudah meninggal dunia, sesuai dengan apa yang kalian inginkan selama ini!” ucap Klarisa yang seketika itu juga membuat wanita tua di dekatnya tersentak dan merasa ketakutan.

Dengan perasaan marah, Klarisa pun melanjutkan langkah kakinya untuk memasuki rumah Ayahnya dan detik itu juga, memori saat dirinya bersama dengan Ibunya dihina dan diusir oleh warga Desa kembali teringat jelas di dalam kepalanya.

Beberapa detik kemudian, Klarisa pun disambut hangat oleh Ibu Tirinya yang bernama Sania dan Adik tirinya yang bernama Viona. Tapi, karena Klarisa hanya ingin melihat Ayahnya yang sekarat, tanpa peduli dengan dua orang dihadapannya itu, Klarisa segera melangkah masuk ke dalam kamar Ayahnya dan melihat Ayahnya yang saat ini sedang terbaring lemas di atas tempat tidurnya.

Klarisa memanggil Ayahnya dan saat mata Ayah melihat ke arahnya, dengan tatapan marah Klarisa berkata “Ayah pantas tersiksa seperti ini!” sambil mengepalkan kedua tangannya dengan sangat erat.

“Saat itu, seharusnya Ayah membela Ibu dan aku yang dituduh sebagai penyihir… Bagaimana bisa Ayah lebih percaya dengan omongan orang lain?! Sial,” sambung Klarisa sambil menahan tangisannya dengan mengigit bibir bawahnya secara kasar dan berusaha mengalihkan pandangannya dari wajah Ayahnya.

Klarisa yang tidak ingin berlama-lama berada di dekat Ayahnya itu pun langsung menghela nafasnya dengan sangat kasar, setelah itu kembali berkata “Aku harap, Ayah cepat menyusul Ibu!” dengan nada bicaranya yang penuh dengan penekanan kepada Ayahnya yang terbaring lemas.

Setelah itu Klarisa pun membalik tubuhnya. Tapi, sebelum Klarisa melangkah pergi tiba-tiba Ayahnya menarik tangannya dan dengan tangan yang bergetar, Ayah Klarisa membelalakkan matanya seakan ingin mengatakan suatu hal.

Klarisa yang tidak tega dengan kondisi Ayahnya, mau tidak mau mendekatkan telinganya pada mulut sang Ayah dan dengan suara yang serak dan juga berat, Ayah Klarisa berkata “Lari!” yang seketika itu juga membuat Klarisa mengerutkan dahinya.

“Apa maksud Ayah?” tanya Klarisa sambil menatap wajah Ayahnya lagi dengan lebih lekat. Tapi, sebelum Klarisa mendapatkan jawaban dari Ayahnya tiba-tiba “Prak!!!” ada seseorang memukul kepala Klarisa dari belakang dengan sangat kencang dan membuat Klarisa jatuh pingsan.

***

Sekitar beberapa menit kemudian, Klarisa yang mulai tersadar dan dapat menggerakkan tubuhnya, detik itu juga merasa sangat kesakitan pada bagian belakang kepalanya “Ugh! Sakit sekali,” keluh Klarisa sambil terduduk dari posisi tidurnya.

Di tengah-tengah rasa sakit pada bagian belakang kepalanya, Klarisa tersadar kalau saat ini ia sedang berada di dalam gudang tua yang biasanya digunakan oleh para warga desa untuk mengumpulkan persediaan makanan di musim dingin.

“Kenapa mereka mengurungku di sini?” batin Klarisa sambil berusaha bangkit dari duduknya dengan sekuat tenaganya.

Dan saat Klarisa berdiri tepat di depan pintu gudang, saat itu juga ia mendengar perkataan Ibu tirinya yang bernama Sania sedang berkata “Pria tua itu memang tidak bisa diandalkan! Mau tidak mau kita jadi harus main kasar!” dengan nada bicaranya yang penuh emosi.

“Tapi, Bu. Apa Ibu yakin kalau wanita itu cocok untuk dijadikan persembahan dewa?” tanya Adik tiri Klarisa bernama Viona, yang seketika itu juga membuat Klarisa tersentak dan dengan reflek membekap mulutnya sendiri.

“Ya, dia sangat cocok! Bukan hanya kemakmuran desa… kita berdua bisa mendapatkan segalanya!” balas Ibu tiri Klarisa, yang seketika itu juga membuat Klarisa sadar bahwa sosok penyihir yang dulu dicari-cari adalah Ibu tirinya saat ini, yang dulunya hanyalah seorang tetangga yang sangat ramah.

Dengan perasaan takut sekaligus marah, detik itu juga Klarisa berusaha mencari cara untuk kabur dari dalam gudang melalui cela kecil di balik meja yang harus membuat sekujur tubuhnya terluka “Ukh!” dan saat berhasil keluar dari dalam gudang melalui belakang, Klarisa langsung berlari ke dalam hutan tanpa menoleh ke belakang sedikit pun.

“Ibu… hiks!” tangis Klarisa sambil terus berlari dan tanpa sengaja kakinya tersandung batang pohon “Bruk!” yang seketika itu juga membuatnya terjatuh.

“Akh!” keluh Klarisa saat ia menyadari kalau tubuhnya saat ini dipenuhi dengan banyak luka.

Beberapa detik kemudian, Klarisa pun kembali berlari karena tiba-tiba ia mendengar suara teriakkan warga desa yang sedang berusaha mengejarnya di dalam hutan “Sial! Mereka benar-benar ingin membunuhku!” ucap Klarisa sambil terus berusaha berlari walaupun kakinya sakit.

Dan saat di rasa sudah terpojok, Klarisa yang memiliki keahlian menggunakan belati langsung mengeluarkan belati kesayangannya dari dalam pakaiannya dan siap-siap menyerang warga desa yang masih mengejarnya dari balik pohon.

Tanpa banyak berpikir, Klarisa berlari melawan arah dan mulai melukai bagian-bagian vital yang cukup mematikan menggunakan belatinya dengan sangat lihai “Srak-srak!” yang seketika itu juga membuat beberapa warga desa di sekitarnya terkapar dan juga segera menjaga jarak.

“Ternyata benar kata Nyonya Sania! Klarisa tumbuh menjadi wanita yang sangat tangguh, hahaha!” ucap salah satu warga sambil tertawa dengan nada yang tidak jelas.

“Jika kalian berani mendekat! Bukan hanya melukai… aku akan membunuh kalian secara brutal!” ancam Klarisa dengan tatapan matanya yang penuh waspada dan berhasil membuat semua warga desa yang mengejarnya saling tatap.

“Cukup Klarisa!” tiba-tiba ada seorang wanita yang berteriak dari balik para warga desa dan saat wanita itu berjalan melewati para warga desa, dapat dengan jelas Klarisa melihat Ibu tirinya Sania sedang menatapnya dengan tatapan lembut “Kamu tidak boleh menambah dosa Ibumu,” sambung Ibu tiri Klarisa.

Yang seketika itu juga membuat Klarisa mengerutkan dahinya dan bergumam “A-apa katamu?” dengan nada bicaranya yang agak bergetar.

“Sekarang… terimalah takdirmu! Dewa sudah memintamu sebagai pendampingnya, hm?” sambung Ibu tiri Klarisa lagi sambil terus melangkahkan kakinya untuk semakin dekat pada Klarisa.

“Dewa katamu? Yang selama ini kalian layani adalah Iblis!” balas Klarisa sambil terus waspada dan menatap Ibu tirinya itu dengan sangat lekat.

Tanpa bicara apa-apa lagi, entah kenapa semakin dekat Ibu tirinya melangkah ke arah Klarisa, Klarisa merasa semakin pusing dan pandangan matanya semakin kabur, yang seketika itu juga membuat belati yang sejak tadi Klarisa genggam terjatuh dan tubuhnya kehilangan keseimbangan bagaikan terkena sihir.

“Bawa dia, kita lakukan ritualnya sekarang!” ucap Ibu tirinya Klarisa setelah memastikan kondisi Klarisa yang tidak bisa bergerak lagi, walaupun Klarisa masih setengah sadar.

***

Walaupun pandangan mata Klarisa buram, Klarisa merasa kalau dirinya sudah di dandani secantik mungkin oleh warga desa dan ia pun di duduki di atas batu hitam tua yang berada tepat di pinggir jurang.

Klarisa benar-benar tidak bisa menggerakkan tubuhnya dan dadanya terasa sangat sesak saat Ibu tirinya dan para warga desa mulai melantunkan kalimat-kalimat aneh. Hingga beberapa menit kemudian, dua pria bertubuh besar mulai mengangkat tubuh Klarisa sesuai arahan Ibu tirinya dan langsung melempar Klarisa ke dalam jurang yang sangat dalam.

Saat jatuh ke dalam jurang, Klarisa dapat mendengar suara tawa para warga desa yang sangat ceria setelah menghabisi nyawanya dengan sangat jelas dan pada saat Klarisa meneteskan air matanya, seluruh tubuhnya seakan bercahaya. Untuk pertama kalinya, Klarisa merasakan kehadiran dewa yang sangat dekat pada dirinya.

***

“Nona! Nona, bangunlah!” tiba-tiba Klarisa mendengar suara wanita dan tubuhnya dapat kembali ia gerakkan “HAH!!! Ukh!” Klarisa langsung membuka matanya dan terbangun dari tidurnya sambil berusaha mengatur nafasnya.

“Nona?! Anda baik-baik saja?!” panik seorang wanita yang sejak tadi memanggil dirinya sebagai Nona.

“Ugh… kamu siapa? Aku dimana?” tanya Klarisa dengan ekspresi bingungnya kepada wanita yang ada dihadapannya itu.

“Astaga, Nona! Ini bukan waktunya untuk bercanda! Tuan besar Emillio akan segera datang… Ah, maksud saya, Ayah Nona akan segera pulang!!!” panik wanita dihadapan Klarisa lagi yang seketika itu juga membuat Klarisa berusaha memutar otaknya dan betapa kagetnya ia saat melihat bayangan dirinya di cermin, yang ternyata bukan dirinya sendiri.

“KYA!!!” Jerit Klarisa yang seketika itu juga membuat wanita di dekatnya ikut menjerit dan secara kasar, Klarisa langsung menarik kerah wanita di dekatnya itu sambil bertanya “Jadi, saat ini… aku adalah putri semata wayang Tuan Emillio, yang terkenal hebat dan perkasa itu?!” dengan kedua bola matanya yang membelalak.

“I-iya, Nona… Hiks! Ada apa dengan anda?!” balas wanita dihadapan Klarisa, yang seketika itu juga membuat Klarisa langsung melepaskan cengkraman tangannya dan kembali menatap bayangan wajahnya yang benar-benar berubah.

“Bagaimana bisa… aku hidup di dalam tubuh orang lain?” batin Klarisa.

Malam Rahasia Karina

Emillio Kendrick, ia dikenal sebagai panglima perang yang paling hebat dan penuh karisma, selain itu ia juga dikenal oleh musuhnya sebagai Kepala Iblis, karena ia selalu menghabisi ketua musuh dengan cara menebas kepala dan membawa kepala itu hingga dihadapan sang Raja.

Selama ini Klarisa hanya dapat mengagumi Emillio Kendrick melalui cerita saja. Tapi, tidak ia sangka saat ini ia justru hidup kembali di dalam tubuh Putri semata wayangnya Emillio yang bernama Karina “Dewa benar-benar menyelamatkanku! Bukannya jatuh ke tangan Iblis… saat ini aku masih bisa bernafas dan menjadi Putri seorang panutan!” batin Klarisa dengan senyum penuh kemenangan.

“Nona… anda tidak merasa takut?” bisik wanita yang ternyata adalah pelayan pribadi Karina, yang bernama Kimi sambil terus mengikuti langkah kaki Karina saat sesampainya ia di Kastil keluarga Kendrick.

“Kenapa takut?” tanya Klarisa dengan wajah polosnya sambil menghentikan langkah kakinya dan membalas tatapan mata Kimi dengan lekat.

“Karena sepertinya… Tuan besar sudah tahu rahasia Nona,” jawab Kimi dengan nada bicaranya yang berbisik, sambil sesekali melirikkan matanya dengan penuh waspada.

“Rahasia?” gumam Klarisa dengan wajah bingungnya “Memangnya aku punya rahasia apa?” tanya Klarisa dan tepat sebelum Kimi menjawab pertanyaan Klarisa, tiba-tiba ada seorang Kepala Pelayan memanggil nama Karina dan mempersilahkan Klarisa untuk segera menemui Emillio seorang diri tanpa ditemani oleh Kimi.

Dengan perasaan senang dan tidak sabar, Klarisa melangkah masuk ke dalam ruangan Emillio sambil berusaha meyakinkan dirinya kalau pria yang penuh karisma itu adalah Ayahnya. Tapi, tepat setelah Klarisa melangkah masuk tiba-tiba ia diteriaki oleh pria yang ingin ia anggap Ayah itu “Kamu sudah tidak waras, ya?!” yang seketika itu juga membuat Klarisa tersentak dan merasa telinga tertusuk.

“Ugh,” keluh Klarisa sambil menyentuh telinganya sekilas.

“Ayah dengar kamu sering mengadakan pesta minuman keras dan tidur dengan sembarang pria?!” bentak Emillio sambil berjalan mendekati Klarisa dengan langkah kakinya yang sangat kasar.

Sedangkan Klarisa yang mendengar perkataan pria dihadapannya itu pun langsung membelalakkan matanya dan berkata “Apa?!!” dengan nada bicaranya yang sangat kencang “Hah? Jadi, ini rahasia yang Kimi katakan tadi?!” kaget Klarisa di dalam hatinya.

Detik itu juga, tiba-tiba Emillio mencengkram kedua lengan Klarisa dengan sangat kasar sambil berkata “Sekarang juga, katakan! Siapa pria itu?!” dengan ekspresi yang terlihat sangat marah dan mengerikan di mata Klarisa.

“E… I-itu… Ugh, sakit sekali!” keluh Klarisa yang berusaha mengalihkan topik pembicaraannya dan membuat Emillio yang tidak tega, segera melepaskan cengkraman tangannya.

“Hah… sial! Akan aku tebas kepala pria itu!” gerutu Emillio sambil membalik tubuhnya dan melangkah pergi dari hadapan Klarisa, yang seketika itu juga membuat Klarisa merasakan betapa besar kasih sayang seorang Emillio kepada Putrinya Karina.

***

Setelah keluar dari dalam ruangan Emillio, dengan ekspresi sedihnya Klarisa melangkah pergi sambil teringat dengan wajah Ayahnya yang sempat ia temui sebelum jatuh ke dalam jurang.

“Nona!” tiba-tiba Kimi berlari mendekati Klarisa dan bertanya “Nona tidak memberitahu Tuan besar, siapa pria yang sudah tidur dengan Nona kemarin malam kan?” tanya Kimi dengan tatapan khawatirnya.

“Aku saja tidak tahu siapa pria itu,” batin Klarisa sambil terus melangkahkan kakinya.

“Dengar! Pokoknya Nona tidak boleh beritahu nama pria itu… atau tidak, Tuan besar akan benar-benar memenggam kepala pria itu!” sambung Kimi dengan nada bicaranya yang panik.

“Memangnya kamu tahu siapa pria itu?” balas Klarisa dengan nada santainya “Hm… soal itu, hanya Nona yang tahu! Karena Nona bilang itu rahasia,” jawab Kimi dengan ekspresi sedihnya.

Klarisa yang mendengar perkataan Kimi itu pun langsung memutuskan untuk mengubur semua rahasia yang dimiliki oleh Karina, karena saat ini tubuh Karina akan ia ambil alih sepenuhnya, entah sampai kapan.

“Tapi, kenapa Karina sampai membuat pesta minuman keras?! Apa dia sudah tidak waras?” gerutu Klarisa yang tanpa sengaja di dengar oleh Kimi dan membuat Kimi kebingungan, setelah itu berkata “Nona bertingkah seperti itu setelah tahu kalau tunangan Nona selingkuh, karena itu juga… Tuan besar jadi sangat marah dan memutuskan untuk segera pulang setelah perang selesai!” ucap Kimi panjang lebar.

“Uwa! Ternyata ada cerita sedrama itu di Ibu Kota sebesar ini?!” kaget Klarisa yang selama ini hanya tinggal di dalam desa kecil.

Kimi yang melihat tingkah dan ucapan Nonanya itu pun langsung menatap tajam Klarisa dan dengan curiga berkata “Tapi, kenapa Nona bicara seperti sedang membicarakan orang lain? Nona baik-baik saja, kan?!” dengan ekspresi paniknya tepat dihadapan Klarisa.

“Ugh, sepertinya aku masih belum sadar dari pengaruh minuman keras! Ayo, antar aku ke kamar,” balas Klarisa dengan reflek sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangannya, yang sengaja ia lakukan agar Kimi tidak semakin menaruh curiga kepada dirinya.

***

Keesokan harinya, Klarisa kembali menemui Emillio yang saat ini sepertinya sudah jauh lebih tenang daripada kemarin dan betapa terpananya Klarisa, saat melihat panglima perang yang legendaris itu sedang membersihkan pedangnya dengan penuh pesona.

“Hm, walaupun sudah tua… dia tetap keren dan penuh karisma!” batin Klarisa dengan perasaan kagumnya.

Dan tiba-tiba Emillio berkata “Lupakan pria itu!” yang seketika itu juga membuat Klarisa kebingungan “Ya?” dengan tatapan lekatnya “Mantan Tunanganmu dan juga pria yang sudah menghabiskan malam denganmu! Lupakan mereka,” sambung Emillio dengan wajah serius dan nada bicaranya yang tegas.

Yang seketika itu juga membuat Klarisa tersenyum tipis dan berkata “Tentu saja, Ayah!” dengan nada bicaranya yang sangat meyakinkan dan membuat Emillio sedikit terkejut dengan tingkah putrinya yang tidak seperti biasanya, yang selalu suka merengek seperti anak kecil.

Klarisa pun membalik tubuhnya. Tapi, tiba-tiba ia teringat hal penting yang membuatnya kembali menghadap Emillio dan berkata “Apa Ayah pernah dengar soal peyihir dan aliran sesatnya?” yang lagi-lagi membuat Emillio terkejut.

“Kenapa tiba-tiba-“ belum selesai Emillio bicara, Klarisa kembali berkata “Aku akan membantu Ayah menghabisi mereka semua sampai ke akarnya!” sambung Klarisa dengan tatapan matanya yang penuh dendam dan keberanian.

“Apa maksudmu?” tanya Emillio sambil bangkit dari duduknya. Tapi, hanya dibalas oleh Klarisa dengan senyuman tipisnya setelah itu ia segera melangkah pergi dari hadapan Emillio.

Sebenarnya, sejak tragedi pengusiran Ibu dan dirinya dari Desa, Klarisa sudah tahu kalau Emillio merupakan salah satu Panglima yang berdiri di garis terdepan untuk memusnahkan para penyihir atau aliran sesat yang sempat membuat kerusuhan di seluruh Kota.

Tapi, karena hal itu juga, warga di Desa Monic butuh kambing hitam dan memutuskan untuk menuduh Ibunya Klarisa “Dengan cara mudah saja, aku harus meningkatkan pengaruhku dengan bantuan Tuan Emillio… dan memusnahkan seluruh warga di Desa Monic!” ucap Klarisa dengan penuh percaya diri sambil mengepalkan tangan kanannya dengan sangat erat dihadapan wajahnya sendiri.

“Nona Karina, ada surat untuk anda,” tiba-tiba ada seorang pelayan pria berjalan mendekati Klarisa dan memberikan sebuah surat dengan amplop berwarna emas “Ya, terima kasih,” balas Klarisa sambil menerima surat dari pelayan itu dan tanpa berlama-lama lagi ia langsung membuka surat emas itu dengan wajah datarnya.

Tapi, dalam hitungan detik wajah datar Klarisa langsung berubah, karena isi surat itu yang bertuliskan “Malam ini, aku ingin menghabiskan malam panas yang indah bersamamu lagi,” dan juga alamat tempat tujuan, yang seketika itu juga membuat Klarisa langsung menjerit ketakutan “KYA!!!” karena merasa sangat merinding.

Dengan reflek, Klarisa meremas surat itu dengan sangat kasar menggunakan kedua tangannya sambil bergumam “Ba-bagaimana ini?! Pria yang menghabiskan malam dengan Karina… tahu siapa Karina! Sedangkan aku tidak ingat siapa dia?!” panik Klarisa.

Surat Cinta yang Terbakar!

***

“Siapa pun pria itu… dia sangat berani sekali mengajak Putri semata wayang seorang Panglima perang untuk bertemu lagi!” gerutu Klarisa di dalam hatinya dengan perasaan yang sangat gelisah, sambil terus memperhatikan surat beserta amplop berwarna emas yang saat ini sedang hangus terbakar di dalam tungku api.

Tidak lama kemudian, setelah memastikan surat dan amplop emas sudah terbakar sempurna Klarisa pun melangkah pergi menuju kamarnya sambil bergumam “Tapi, aneh sekali… walaupun aku hidup di dalam tubuh ini, aku tetap tidak mendapatkan satu pun ingatan dari Karina semasa ia hidup,” dengan ekspresi seriusnya.

“Selain itu… Jika jiwaku hidup di tubuh ini. Ada dimana jiwa Karina?” sambung Klarisa lagi yang terus bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, hingga ia sampai di dalam kamarnya.

***

Hari pun berganti dan waktu terasa sangat cepat selama Klarisa hanya terus menghabiskan waktunya di dalam Kastil mewah milik keluarga Kendrick. Klarisa yang merasa sangat penasaran mengenai ilmu sihir, mau tidak mau harus sering-sering membaca buku kuno yang ada di dalam Perpustakaan milik keluarga Kendrick.

“Tidak ada, di Perpustakaan sebesar ini… tidak ada satu pun buku mengenai ilmu sihir!” gerutu Klarisa sambil melangkah turun dari atas tangga kayu yang sejak tadi ia naiki untuk mencari buku dari Rak paling atas.

Dan tidak lama kemudian, Klarisa mendengar suara langkah kaki wanita yang sedang berlari ke arahnya, yang seketika itu juga membuat Klarisa segera menolehkan kepalanya dan menghela nafasnya sebelum berkata “Jangan lari-lari, nanti kamu jatuh!” dengan nada bicaranya yang sangat santai kepada Kimi, pelayan pribadinya.

“Saya panik, karena tidak bisa menemukan Nona dimana-mana! Saya tidak pernah menyangka kalau Nona akan berada di dalam Perpustakaan! Huh… lelah sekali,” ucap Kimi sambil berusaha mengatur nafasnya yang sangat terengah-engah.

“Ah… Jadi, Karina bukan tipe wanita yang suka membaca buku ya?” gumam Klarisa dengan suara yang pelan sambil merapikan beberapa buku yang sudah sempat ia baca ke dalam rak-nya lagi.

Kimi yang melihat tingkah santai dari Nonanya itu pun dengan reflek langsung menggapai lengan tangan kanan Klarisa sambil berkata “Ini bukan saatnya untuk Nona bersantai-santai!” dengan wajah seriusnya, yang seketika itu juga membuat Klarisa kebingungan “Hm? Memangnya ada apa?” tanya Klarisa dengan wajah polosnya.

“Hari ini, Tuan besar ingin Nona ikut bersamanya ke pertemuan penting di Balai Kota!” jawab Kimi sambil menarik tangan Klarisa dengan sangat terburu-buru “Hah? Tiba-tiba?!” kaget Klarisa sambil terus melangkahkan kakinya mengikuti Kimi dari belakang.

Beberapa menit kemudian, Klarisa pun harus memakai pakaian terbaiknya dan menggunakan riasan, yang seketika itu juga membuat Klarisa merasa sangat terpesona pada kecantikan wajah Karina yang saat ini ia lihat dari cermin “Tanpa make up wajah ini sudah cantik dan sekarang… jadi semakin cantik lagi! Wow!” batin Klarisa dengan mata

yang berbinar-binar.

Setelah di rasa sudah cukup sempurna, dengan sangat berhati-hati Klarisa melangkahkan kakinya untuk menuruni tangga Kastil dan betapa terkejutnya Klarisa, karena tiba-tiba Emillio sang Panglima Perang Legendaris mengulurkan tangannya “Te-terima kasih, Ayah,” ucap Klarisa dengan nada bicaranya yang canggung saat menerima uluran tangan Ayah Karina yang sangat gagah itu.

Jujur saja, saat Klarisa sudah berada di dalam kereta kuda, rasa takutnya untuk tidak bersikap memalukan jauh lebih besar daripada sikap canggungnya “Kenapa juga tiba-tiba aku di ajak pergi ke Balai Kota?” batin Klarisa sambil sesekali melirikkan matanya ke arah Emillio.

“Apa ini ada hubungannya dengan perkataanku tentang penyihir kemarin?!” batin Klarisa lagi yang terus berusaha menerka-nerka.

Sekitar satu jam kemudian, akhirnya Klarisa dan Ayahnya Karina yaitu Emillio sampai di depan gedung megah Balai Kota dan tepat pada saat Klarisa melangkahkan kakinya untuk keluar dari dalam kereta kuda, Emillio berkata “Ayah mengajakmu ke sini, agar kamu bisa berkenalan dengan banyak orang kepercayaan Raja dan Ratu. Jadi, tidak perlu gugup!” ucap Emillio yang seketika itu juga membuat Klarisa menganggukkan kepalanya.

Sesuai dengan perkataan Emillio, detik itu juga Klarisa berusaha untuk tidak gugup dan mulai melangkahkan kakinya bersama Emillio untuk masuk ke dalam gedung megah Balai Kota. Tapi, tepat setelah Klarisa melangkah masuk ke dalam gedung Balai Kota, pandangan mata Klarisa langsung terpaku ke arah wanita yang sudah tidak

asing lagi di matanya.

“Kenapa… wanita itu ada di sini?!” kaget Klarisa di dalam hatinya, karena tiba-tiba saja ia melihat sosok wanita yang paling ia benci yaitu Ibu tirinya, Sania dan juga Adik tirinya, Viona.

Dengan reflek Klarisa pun membuang wajahnya dan bersembunyi di balik tubuh besar Ayahnya Karina. Entah kenapa Klarisa merasa sangat takut dan seperti terserang kepanikan, kedua tangannya mulai bergetar tidak terkendali “Huh… tenanglah Klarisa!” ucap Klarisa kepada dirinya sendiri sambil mengusap dadanya sendiri secara berulang kali.

Beberapa detik kemudian, saat Emillio melihat keadaan Putrinya dan merasa khawatir, tiba-tiba seorang penjabat Kota memanggil namanya dan berusaha memperkenalkan Ibu Tiri Klarisa atau Sania kepadanya “Tuan Emillio, perkenalkan wanita ini Nyonya Sania dan Putrinya Nona Viona! Nyonya Sania ini orang baru kepercayaan Ratu, yang belum lama ini kita bicarakan!” kata penjabat Kota itu dengan wajah cerianya.

Emillio yang mendengar perkataan penjabat itu pun langsung memperkenalkan dirinya dengan sangat sopan dihadapan Ibu Tiri Klarisa atau Sania dan Putrinya Viona. Sedangkan Klarisa yang mendengar perkataan penjabat Kota itu langsung tersentak “Orang baru kepercayaan Ratu?! Ba-bagaimana bisa penyihir kejam ini… menjadi orang kepercayaan Ratu?!” kaget Klarisa dengan ekspresi terkejut, sambil terus berusaha menyembunyikan tangannya yang masih bergetar ketakutan.

“Astaga, ternyata para penjabat dan bahkan seorang panglima pernah membicarakan saya?” balas Sania sambil tertawa pelan dan menundukkan kepalanya dengan sopan dihadapan Emillio secara sekilas.

“Anda sangat terkenal, Nyonya! Karena atas bantuan anda, kami dapat menemukan tambang emas yang sangat berharga di wilayah bagian Utara! Setelah ini… akan kami pastikan, tidak ada lagi rakyat yang kelaparan! Haha,” balas Penjabat Kota yang saat ini masih berdiri di antara Emillio dan Sania.

Klarisa yang mendengar perkataan Penjabat Kota itu lagi pun langsung merasa sangat mual dan dengan reflek berpikir “Setelah membunuhku dengan ritual bodohnya… ia mendapatkan tambang emas?!” sambil berusaha menggapai lengan Emillio yang saat ini masih berdiri di hadapannya.

“Ada apa Karina?” tanya Emillio yang khawatir saat melihat kondisi Putrinya yang semakin lemah dan pucat.

“Se-sepertinya aku mabuk perjalanan. Aku boleh mencari udara segar dulu, kan?” pinta Klarisa dengan suara yang berbisik-bisik, setelah itu langsung bergagas melangkah pergi dari hadapan Emillio untuk keluar dari dalam Balai Kota yang terasa sesak karena kehadiran Sania dan Putrinya.

Dengan tatapan khawatir, Emillio terus memperhatikan Putrinya yang sedang melangkah keluar dari dalam gedung Balai Kota seorang diri, hingga beberapa detik kemudian Putrinya Sania yaitu Viona berkata “Biar saya yang menemaninya,” dengan senyuman ramahnya kepada Emillio.

“Oh, terima kasih!” balas Emillio kepada Viona yang saat itu juga langsung berusaha menyusul langkah Klarisa.

Sedangkan Klarisa yang merasa diikuti oleh Viona, langsung mempercepat langkah kakinya hingga tanpa sadar ia tersesat di halaman belakang Balai Kota yang sangat luas dan penuh dengan berbagai macam tanaman hias “Aku tersesat! Tapi, setidaknya aku berhasil menghindarinya,” ucap Klarisa dengan perasaan leganya.

Tapi, tiba-tiba kakinya tergelincir karena genangan air yang ia injak di atas keramik “Akh!” dan saat Klarisa akan terjatuh ke belakang, tiba-tiba ada seorang pria tampan menarik pinggang Klarisa dan membuat Klarisa kembali berdiri sempurna di dalam dekapannya.

“Te-terima kasih,” ucap Klarisa dengan tatapan terpesonanya pada pria tampan yang baru ia temui itu.

“Sempurna… Mata, hidung, bibir hingga rahangnya sangat sempurna!” batin Klarisa saat matanya mulai menelusuri wajah pria dihadapannya itu “Tubuhnya juga sangat berotot?!” batin Klarisa yang terkejut karena tanpa sengaja menyentuh lengan pria dihadapannya itu.

Dalam hitungan detik, Klarisa pun tersadar dan merasa panik karena tiba-tiba ia melihat lambang keluarga kerajaan pada pakaian pria itu “Jangan bilang, dia Putra Mahkota?!” kaget Klarisa yang dengan reflek langsung mendorong tubuh pria dihadapannya itu dan melangkah mundur, sambil berkata “Maafkan saya!” dengan wajah paniknya.

Tapi, bukannya membiarkan Klarisa menjauh. Pria tampan yang merupakan seorang Putra Mahkota itu justru kembali menarik pinggang Klarisa “Ugh!” dan membuat dirinya kembali bertatapan dengan jarak yang sangat dekat, sambil berkata “Seharusnya kita bertemu kemarin malam!” dengan tatapan tajam dan senyuman sinisnya kepada Klarisa.

“Ya?!” ucap Klarisa dengan wajah bingungnya.

“Setelah mengabaikan surat cintaku. Tidak aku sangka, akan bertemu denganmu di sini… Nona Karina,” sambung pria tampan itu dengan tatapan mata yang semakin intens kepada Klarisa, yang seketika itu juga membuat Klarisa mengerutkan dahinya dan memutar otaknya.

“Su-rat cinta?!” kaget Klarisa yang dengan reflek langsung membekap mulutnya dengan kedua tangannya, saat teringat dengan surat dengan amplop emas yang sudah ia bakar.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!