“Mala! Sedang apa di sini? Apa kamu dari tadi di sini?”
Mas Azril mengagetkanku yang sedang diam mematung di depan pintu ruang kerjanya sambil memikirkan ucapan Mas Azril yang tadi diucapkan pada perempuan itu.
“Ah ... a—aku mau manggil mas, kan sebentar lagi akan subuh? Biasanya mas kan sudah masuk ke kamar, kalau di Masjid sudah mengumandangkan Tarhiman?” jawabku gugup.
“Maaf, tadi mas telefonan dulu sama itu, ehm ... orang kantor, Pak Jamal, i—iya Pak Jamal,” ucapnya gugup.
“Oh, iya gak apa-apa,” ucapku. “Kok tumben pakai telefon rumah?” tanyaku penuh selidik.
“Ya, ta—tadi mau ambil ponselku kan di dalam, takutnya ganggu kamu yang sedang salat,” jawab Mas Azril.
Aku mendengarkan semuanya, Mas. Jadi, kamu gak usah berkilah. Aku hanya menunggu waktu, kapan kamu akan bicara jujur denganku soal Farah. Soal perempuan yang sudah membuatmu berubah dalam waktu sekejap. Mungkin kalau kamu bilang dari dulu, kamu punya kekasih dan ingin kamu perjuangkan, aku tidak akan mau melanjutkan perjodohan ini, meskipun aku akui, aku sudah jatuh hati padamu sejak pertama kali kita di kenalkan. Biar aku buang rasa itu, toh kamu memang mencintai perempuan lain. Jadi, untuk apa aku melanjutkan perjodohan ini?
Tapi, kamu bilang waktu itu, kamu tidak punya ikatan apa pun dengan perempuan lain, jadi aku mendengarnya cukup senang dan bahagia, karena ada harapan kita bisa berjodoh. Kenapa, Mas? Kenapa baru sekarang aku dengar semua ini? Ketika aku sudah menyerahkan seluruh hidupku untukmu? Ketika aku sudah abdikan jiwa dan ragaku untukmu? Kenapa tidak dari dulu, sebelum aku jatuh terlalu dalam mencintaimu? Kalau seperti ini bukan hanya aku yang kamu sakiti, tapi semua orang yang bahagia melihat kita bersama, mereka akan tersakiti juga, Mas.
“Mas tidak sedang bohong, kan? Mas tidak sedang menyembunyikan sesuatu dariku? Maaf aku bertanya seperti ini. Iya, memang aku baru mengenal mas kemarin, dan kita langsung memutuskan untuk hidup bersama, tapi aku mohon sama mas, jika ada sesuatu, jangan mas sembunyikan sendiri, ya? Bilang sama aku, kiranya aku bisa membantu meringankan beban pikiranmu?”
“Aku tidak bohong, dan sedang tidak menutupi apa pun, Mala? Ya sudah itu sudah adzan subuh, lebih baik kita wudhu lalu salat,” ucap Mas Azril.
Aku mengangguk, menuruti perintahnya. Biar saja, biar ia sembunyikan sendiri, toh apa yang ia tutupi dariku dikemudian hari akan menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan pun. Cukup! Aku gak mau tahu apa pun lagi. Biar aku hanya tahu soal Farah tadi, aku tidak mau menguliknya, karena semakin menguliknya aku yang akan semakin sakit. Biar saja, aku tunggu Mas Azril kapan akan bicara soal perempuan yang bernama Farah itu.
^^^
Aku membantu Mbak Asih menata sarapan di meja makan. Selesai salat subuh aku juga terjun ke dapur, karena Mas Azril tiba-tiba menyibukkan diri lagi. Mungkin dia sibuk dengan perempuan yang baru ia telefon tadi. Biar sajalah, aku tidak mau mengurusi urusan pribadinya. Toh kalau ada apa-apa biar dia yang menangungnya?
Setelah tiga bulan lamanya aku menjadi istri Mas Azril, baru kali ini aku ikut memasak di dapur. Jenuh sekali rasanya pagi ini, apalagi setelah mendengar Mas Azril menyebut nama perempuan lain di dalam doa sepertiga malamnya. Rasanya aku ini bukan istri yang sempurna lagi. Aku kira aku diratukan oleh suamiku, karena dia mencintaiku? Tapi, ternyata karena dia ingin membawa masuk perempuan lain ke dalam kehidupan rumah tangga kita. Seperti itukah drama yang kamu mainkan, Mas? Kau buat aku percaya, kau buat aku bahagia bagai melayang di udara, kau manjakanku, tutur kata dan perbuatanmu selalu lembut padaku. Ternyata semua itu kamu lakukan supaya aku ini mau menerima madu di rumah ini.
Tak segampang itu, Mas Azril! Aku tidak sudi untuk kau madu! Aku hanya perempuan biasa yang mungkin bisa dikatakan serakah, karena aku tidak mau berbagi suami. Bahkan tidak hanya aku saja. Mungkin, di dunia ini dari seribu orang hanya satu saja yang mau dimadu. Pedih sekali rasanya, dilambungkan begitu tinggi, ternyata akan dijatuhkan dengan keras!
Aku mendengar sendiri, kamu akan membawa dia ke hadapanku. Tadi aku dengar itu, Mas. Sekarang aku tahu, pasti kamu sedang bertukar pesan dan bertukar pikir bagaimana caranya bicara kepadaku kalau kalian ingin menikah.
Hanya satu yang harus aku lakukan, supaya Mas Azril tidak bisa melupakanku, dan tidak akan menikahi perempuan itu. Ya, satu-satunya cara aku harus bisa membuatnya jatuh cinta, aku harus bisa membuktikan kalau aku ini perempuan yang berhak atas cintanya, dan satu-satunya perempuan yang harus dia cintai. Aku akan mulai dengan masakanku, pagi ini semua sarapan aku yang membuatnya, bahkan kopi tadi pagi aku juga yang membuatnya untuk Mas Azril. Aku akan tarik hatinya dengan perhatianku, dengan keahlianku memasak, dan membuat Mas Azril jatuh cinta pada masakanku. Pasti dari situ, Mas Azril akan jatuh cinta padaku.
Selesai menata sarapan, aku panggil Mas Azril untuk sarapan. Aku ke ruang kerjanya lagi. Aku lihat dia sedang berdiri di depan jendela sambil melamun, entah memikirkan apa, tapi aku yakin dia memikirkan perempuan yang bernama Farah, yang tadi pagi diajak bicara dia kalau dia ingin menikahinya, dan akan mengajaknya menemuiku untuk pamit padaku.
Hah ... semudah itu, Mas Azril? Coba kalau berani bilang sama mamamu? Yang ada mamamu jantungnya akan berhenti berdetak, kalau kamu bilang akan menikahi perempuan lain?
Astagfirullah ... aku sampai terbawa emosi seperti ini. Aku tidak boleh gegabah bicaranya, aku harus pura-pura tidak tahu apa-apa. Aku ketuk pintu ruang kerjanya lagi, meskipun aku sudah membuka pintunya. Karena, saking asyiknya melamun, Mas Azril tidak mendengar suara ketukan pintu.
“Mas, sedang apa? Kamu melamun? Pantas aku ketuk-ketuk pintunya tidak ada jawaban?” Aku usap lengannya, dia setengah menjingkat. Benar, dia sedang melamun berat, sampai sentuhan lembut saja bisa mengagetkan dia.
“Ah, Maaf, Sayang. Aku memikirkan proyek yang akan jalan hari ini, ribet sekali aku jadi gini, pusing mikirnya,” ucapnya dengan gugup.
“Ya udah, yuk sarapan dulu? Biar nanti ada tenaga buat memikirkan pekerjaan lagi,” ajakku dengan lembut dan manja.
“Iya, memang harusnya perutku diisi dulu, supaya aku bisa mikir,” ucapnya dengan terkekeh.
“Ya sudah, Yuk?”
Aku menggamit tangannya. Aku benar-benar mencintai laki-laki yang berada di sebelahku ini, Tuhan. Jika memang jalan yang terbaik adalah merelakan dia untuk menikahi perempuan itu? Aku ikhlas, asal aku masih bisa bersamanya. Aku sangat mencitainya. Bukan aku bodoh, tapi dia sudah membuat aku jatuh cinta dengan begitu indah.
Aku siapkan makanan Mas Azril di piring, aku menyuruhnya untuk segera mencicipinya, dan aku melihat ekspresi wajahnya yang berbinar, merasakan puas dengan rasa masakannya.
“Mbak Asih, ini kok masakannya enak sekali? Gak seperti biasaya lho Mbak Asih bikin tumis kayak gini tapi enak sekali?” tanya Mas Azril.
“Ah ... anu, Tuan. Yang masak Mbak Mala kok, bukan saya, saya hanya membantu saja,” jawab Mbak Asih.
Mas Azril menatapku seakan tidak percaya aku ini bisa memasak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Mrs. Ketawang
Aq mendukungmu Mala,.anti poligami😠
2024-07-08
0
Selvianah Bilqis
kasih racun tikus mala🫤
2024-02-24
0
Yunerty Blessa
jahat nya Azril
2024-01-26
0