Tiga bulan berlalu begitu cepat, mungkin karena kehidupan rumah tanggaku ini penuh dengan kebahagiaan. Seminggu setelah menikah, Mas Azril mengajakku bulan madu ke Amsterdam, Belanda. Memang kami ke sana karena Mas Azril ada pekerjaan di sana. Selama satu bulan kami di sana, menikmati indahnya kota Amsterdam, dan tentunya menikmati hari-hari bahagai setelah pernikahan kami.
Mas Azril sosok suami yang romantis dan penuh kejutan. Aku bahagia memilikinya. Ternyata hal yang aku takutkan karena dijodohkan, semua dijauhkan. Termasuk dengan hal tidak diterimanya keberadaanku sebagai istri Mas Azril. Karena, aku diterima sebagai istrinya, aku disambutnya dengan penuh cinta. Aku dicintainya dengan penuh kasih sayang, meskipun Mas Azril jarang sekali mengungkapkan cintanya padaku. Tidak perlu setiap hari mengumbar cinta, karena tindakan Mas Azril yang setiap hari dilakukan adalah bentuk cintanya padaku, jadi aku tidak perlu mendengar Mas Azril berkata I Lover You, atau apalah, di depanku. Aku sangat percaya bahwa dia mencintaiku dan menyayangiku dengan tulus.
Tidak mungkin jika Mas Azril tidak mencintaiku, karena dia memberikan semuanya untukku dengan tulus, tanpa menuntut apa pun dariku. Dia melakukannya dengan penuh kasih dan kelembutan. Sekarang, benih Mas Azril tumbuh di dalam rahimku. Usianya masih sangat muda, baru beberapa minggu saja. Kebahagiaan yang dinantikan bagi setiap pasangan suami-istri, dan kami sudah mendapatkanya. Betapa bahagianya Mas Azril saat tahu aku hamil, dia memelukku, dia menciumiku dengan penuh cinta. Mengusap perutku, mencium perutku yang masih datar, menangis dengan penuh kebahagiaan di depan perutku, seraya membacakan doa karena hadirnya buah hati di dalam rahimku.
Namun, semuanya sirna, karena Tuhan belum mengizinkan aku dan Mas Azril menjadi orang tua. Di usia kandunganku yang baru memasuki minggu keenam, janinku dinyatakan tidak berkembang, aku harus menjalani kuret, janinku harus diangkat. Aku benar-benar down saat itu. Baru saja aku akan merasakan menjadi ibu, ternyata Tuhan belum mengizinkan. Mas Azril pun demikian. Namun, kami tetap tidak mau berhenti berusaha. Mungkin Tuhan punya rencana lain untuk aku dan Mas Azril. Agar aku dan Mas Azril lebih sabar dan ikhlas menghadapi semuanya.
Di sepertiga malam, aku lihat Mas Azril sedang menghadap kiblat, duduk di atas sajadahnya. Dia tidak pernah meninggalkan salat malam, pun denganku. Tapi, aku selalu bangun setelah Mas Azril selesai salat. Tidak seperti malam ini, aku terbangun saat Mas Azril sedang berdoa khusyuk sampai terisak-isak. Entah doa apa yang ia lantunkan ke langit, hingga ia sampai terisak, bahkan sampai sesegukkan. Samar kudengar Mas Azril menyebutkan nama seseorang dalam doanya, nama perempuan, entah siapaa nama perempuan itu. Aku pura-pura masih tidur saja, sambil terus mendengarkan rintihan Mas Azril yang sedang mencurahkan semua kegundahannya pada Sang Maha Kuasa. Doanya terus ia langitkan, memohon agar terus diijabah. Aku tersenyum dalam getir, tubuhku kaku, bahkan air mataku menyeruak membanjiri bantal dan selimut tebal.
Di sepertiga malam ini aku mendapatkan kejutan dari suamiku, tapi bukan kejutan yang membuatku bahagia, melakinkan membuatku tercengang dan tidak percaya sama sekali suamiku mengatakan hal yang tidak pernah aku duga. Tiga bulan lebih dua minggu kami bersama, memadu kasih dan cinta dengan penuh kebahagiaan, merajut hari-hari indah, bahagia, penuh cinta, namun semuanya sirna dalam sekejap. Malam ini aku saksikan, dan aku mendengar sendiri dari mulut suamiku, bahwa dia tidak mencintaiku, bahkan di dalam doa sepertiga malamnya nama perempuan lain yang ia sebut, bukan aku. Sama sekali aku tidak mendengar dia menyebut namaku, bahkan ibunya pun tidak ia sebut dalam doanya. Ia hanya menyebutkan satu nama perempuan, yaitu Farah!
Dengan isakkan dan deraian air mata di atas sajadahnya, ia menyebutkan nama perempuan lain. Ia mengutarakan perasaannya yang begitu dalam, bahwa ia sangat mencintai perempuan itu. Perempuan yang bernama Farah. Aku tidak pernah tahu siapa perempuan itu. Perempuan di masa lalunya, atau baru saja dia kenal? Sungguh aku tidak tahu.
Aku masih pura-pura tertidur. Aku usap mataku yang basah karena aku menangis. Mas Azril beranjak dari tempat peraduannya tadi. Ia melipat sajadah, menaruh kopyah, selanjutnya ia berjalan mendekat ke arah ranjang kami. Aku merasakan Mas Azril naik ke tempat tidur, ia beringsut merapatkan tubuhnya untuk memeluk dan menciumku. Pandai sekali dia memainkan dramanya, pandai sekali ia menyembunyikan rasa yang menyakitkan itu, andai saja aku tahu sejak awal, aku takkan memberikan sebongkah hati dan jasad yang telah kujaga kesuciannya untuk laki-laki yang menikahiku kelak. Sayangnya, dia menyambutku dengan penuh kasih sayang dan cinta. Namun, itu hanya pura-pura. Bukan aku yang dia cintai, melainkan perempuan tadi yang ia sebut dalam doanya.
Baru kali ini aku mendengar Mas Azril mengeluh, mengadu, dan itu ia adukan langsung dengan Tuhan-Nya. Tidak ia adukan pada siapa pun. Kenapa tidak bilang saja dari awal kalau dia masih mencintai perempuan di masa lalunya? Atau mencintai perempuan lain? Kenapa langsung diadukan pada Sang Pemilik Hidup, dan Sang Maha Mengabulkan? Apa supaya Tuhan mengabulkan dia untukmu, untuk jadi istri keduamu, Mas Azril? Oh Allah ... sungguh malangnya nasibku? Ternyata selama ini aku tidak dicintai suamiku, ternyata selama ini aku hanya dianggapnya istri saja. Aku hanya seorang istri yang hanya dinikmatinya saja, bukan karena dia mencintaiku. Jelas kudengar tadi, Mas Azril terpaksa menikahiku, Mas Azril hanya cinta dengan Farah, Mas Azril tidak mencintaiku. Malang nian nasibmu, Nirmala ....
“Mala, Sayang .... bangun, kamu tidak salat malam?”
Mas Azril membangunkanku, lalu ia kecup pipiku, ia peluk aku, dengan lembut ia memperlakukan aku. Tapi, dengan kejam ia menyembunyikan sesuatu yang nantinya akan menjadi bom waktu jika terus ia simpan sendiri.
Aku menggeliatkan tubuhku, mengerjapkan mataku, samar aku melihat wajah tampan suamiku, tepat di depan wajahku.
“Ayo bangun, kamu tumben dibangunin agak lama?” ucapnya.
“Iya, aku ngantuk sekali, mungkin karena semalam aku sampai malam cek laporan keuangan dari satu bulan kemarin,” jawabku.
Aku usap pipi Mas Azril, aku pandangi lagi wajahnya. Wajah yang menyembunyikan dusta padaku. Iya, dia berdusta. Di depanku ia melakonkan perannya sebagai suami yang bertanggung jawab. Menyayangi dan mencintai istrinya, selalu lembut tutur katanya, hingga aku setiap hari dibuatnya jatuh cinta. Tapi, di balik layar, dia melakonkan perannya sendirian, dalam duka dan tangis yang mungkin setiap malam ia adukan pada Allah dalam setiap sujudnya dan dalam sepertiga malamnya. Pantas saja, saat sebelum ia tidur, ia salat di musholah belakang, lama sekali dia terpekur di atas sajadah. Aku kira dia mendoakan keluarga ini agar selalu bahagia dalam lindungan Allah, ternyata dia mendoakan perempuan lain, seperti tadi yang aku dengar.
Ternyata malam ini Allah membukakan semuanya, Allah memberikan aku kesempatan untuk tahu semuanya, sebelum semuanya terlambat, dan sebelum kami jauh melangkah. Atau sebelum Mas Azril juga jauh melangkah untuk mengejar perempuan itu.
“Besok lagi, jangan sampai malam, ya? Ayo ambil air wudhu, kamu belum salat malam, mas keluar dulu, ya? Mau siapkan dokumen yang harus mas bawa ke kantor untuk meeting nanti,” ucapnya.
“Iya, aku ambil air wudhu dulu, Mas,” jawabku.
Mas Azril keluar dari kamar, aku kembali menangis di tepi ranjang. Tubuhku benar-benar lemas sekali, setelah mendengar semuanya. Tapi, aku harus kuat, aku ini istri sahnya Mas Azril, aku memang tidak dicintai, tapi aku yang sah memilikinya. Aku harus bisa membuat Mas Azril jatuh cinta dan melupakan perempuan yang sampai membuat dia meneteskan air matanya.
^^^
Selesai salat malam, aku berniat menyusul Mas Azril ke ruang kerjanya. Daripada aku sendiri di kamar, aku susul saja suamiku, karena biasanya dia mengaji sampai menjelang subuh, tapi dia malah memilih untuk mempersiapkan dokumen untuk dibawa ke kantor, padahal selepas subuh juga masih bisa ia siapkan.
Sampai di depan pintu ruang kerja Mas Azril, aku berhenti melanjutkan niatku untuk membuka pintunya, karena samar kudengar suara Mas Azril sedang menelefon seseorang di dalam ruangan itu. Seperti sedang berbicara pada seorang perempuan, tutur kata Mas Azril begitu lembut sekali.
Farah!
Lagi-lagi nama itu yang disebut Mas Azril. Apa Mas Azril sedang menelefon Farah melalui telefon rumah yang ada di ruang kerjanya. Aku dengarkan Mas Azril bicara apa dengan perempuan itu sepagi ini. Darahku mulai mendidih saat mendengar Mas Azril mengungkapkan rasa cinta pada perempuan itu, bahkan Mas Azril berkata ingin menikahinya, dan akan berusaha pamit denganku? Ya Allah, sakit sekali hatiku panas rasanya, tapi apalah dayaku, kalau Mas Azril seperti itu.
Sebetulnya apa hubungan Mas Azril dengan Farah? Apa mereka sudah menjalin hubungan sejak lama? Sejak belum bersamaku? Iya, sudah pasti seperti itu, karena Mas Azril bilang dia menikahiku karena terpaksa, demi mama dan papanya.
“Mala! Sedang apa di sini? Apa kamu dari tadi di sini?”
Mas Azril mengagetkanku yang sedang diam mematung di depan pintu ruang kerjanya sambil memikirkan ucapan Mas Azril yang tadi diucapkan pada perempuan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
pergi saja...Azril munafik
2024-01-26
0
Hanipah Fitri
ho ho ... contoh pria munafik ini mah
2023-12-18
0
Tati Suwarsih
ngalah aj mala...daripada sakit hati
2023-10-21
0