Lima - Anakku Sakit

Aku tidak menyangka Safarah, adalah Farah yang semalam disebut namanya oleh Mas Azril. Dia orangnya, perempuan yang dicintai suamiku selama ini. Bagaimana bisa Mas Azril sangat tenang, tidak ada rasa gugup, canggung, dan merasa bersalah dalam keadaan seperti tadi. Mas Azril malah sepertinya santai sekali menghadapinya. Apa dia tidak tahu perasaanku bagaimana?

Aku semakin tak kuasa membendung air mataku ini, sungguh sakit sekali saat mengingat kejadian tadi. Tapi, aku harus kuat, aku harus baik-baik saja di depan Mas Azril, aku tidak mau terlihat lemah. Aku akan buktikan padanya kalau aku pantas untuk dicintainya.

Sampai rumah aku masih saja terbayang kejadian tadi. Kenapa tidak bilang kalau Mas Azril masih punya hubungan dengan perempuan lain saat awal kita kenalan? Kenapa bilangnya tidak punya hubungan dengan siapa pun? Kalau bilang dari awal, mungkin aku bisa menolak perjodohan ini? Mungkin tidak akan ada hati yang tersakiti seperti ini? Kalau seperti ini, bukan hanya aku yang sakit, tapi banyak yang akan menanggung sakit hati. Mama, Papa, Bunda, Ayah, dan bahkan Mas Azril sendiri pun akan merasa sakit hati karena perbuatannya sendiri.

Sampai malam, aku masih terpekur duduk sendiri di tempat tidurku. Aku tidak menangis lagi, tapi aku masih memikirkan bagaimana nanti aku menjawabnya saat Mas Azril pamit untuk menikah lagi. Apa aku harus mengizinkannya? Kalau aku mengizinkannya, sama saja aku membawa musibah dalam rumah tanggaku? Kalau tidak, aku takut Mas Azril malah melakukan hal yang tidak baik di luar sana. Apalagi aku lihat mereka sudah sangat dekat sekali, sampai-sampai aku lihat Mas Azril mencium Farah tanpa ragu, padahal di depan umum, dan di depan tamunya Farah, yang tak lain adalah aku.

Aku mendengar suara mobil Mas Azril pulang. Aku perbaiki diriku, aku segera mencuci wajahku biar terlihat fresh, aku atur napasku, aku harus terlihat baik-baik saja di depan Mas Azril. Tidak boleh lemah, dan tidak boleh mengeluarkan air mata sedikit pun. Biar saja, aku ingin lihat bagaimana ekspresi wajah suamiku saat melihat aku  baik-baik saja, setelah kejadian tadi.

Aku keluar dari kamar, aku geraikan rambutku, lalu aku sambut suamiku yang baru pulang dari kantor. Bukan, bukan dari kantor, melainkan baru saja menemui orang tua Farah, untuk meminta izin akan menikah.

Aku sambut suamiku yang baru saja masuk ke dalam ruang keluarga. Aku cium tangannya, seperti biasa dia juga mencium keningku. Dadaku bergemuruh, darahku seakan mendidih, aku ingin marah, tapi aku tidak mau menampakkan marahku di depan suamiku, yang nantinya akan membuat suamiku tambah jengkel, dan bisa jadi akan mempercepat untuk menikahi Farah.

“Mas sudah makan?” tanyaku.

“Sudah, kamu sudah makan?” jawabnya sembari bertanya padaku.

“Sudah, Mas,” jawabku. Padahal, sepulang dari restoran dan bertemu Farah, aku langsung masuk kamar, sama sekali tidak makan. Selera makanku hilang, sama sekali aku tak merasakan lapar.

“Aku siapkan air hangat, ya? Mas belum mandi, kan?” tanyaku.

“Ehm ... mas sudah mandi tadi,” jawabnya.

Deg!

Mandi? Di mana mandinya? Ah mungkin di rumah orang tuanya Farah. Aku tidak boleh berpikiran macam-macam. Aku yakin Mas Azril tidak akan melakukan hal sejauh itu dengan Farah.

“Oh ya sudah,” ucapku.

Aku mengambil tas kerja Mas Azril, aku letakkan di tempat biasa. Jasnya juga aku tata rapi di tempatnya. Aku mecium bau perfum yang tidak pernah Mas Azril pakai, agak mirip parfum perempuan dan lembut sekali baunya. Aku tepiskan pikiran yang tidak-tidak. Aku gak mau berpikiran yang macam-macam lagi. Biar saja bagaimana nantinya.

Ponsel Mas Azril berdering, ia langsung melihat siapa yang menelefonnya. Ia angkat, setelah tahu siapa yang menelfonnya.

“Aku segera ke rumah sakit, kamu yang tenang ya, Sayang?”

Bagai tersambar petir, Mas Azril menyebut kata sayang pada si penelefonnya. Ia bergegas mengambil kunci mobilnya. Lalu pergi.

“Mas mau ke mana?” Dengan tergopoh aku lari mengejar Mas Azril yang tidak menjawab pertannyaanku.

“Mas!” teriakku.

Ia menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arahku. “Kamu sudah tahu yang tadi sore itu, kan? Aku mau menemui Farah. Anak kami sakit!” jawabnya.

“A—anak?” tanyaku.

“Masuklah, sudah malam, besok aku jelaskan denganmu,” ucapnya.

Aku tidak mau tahu, aku harus kejar Mas Azril. Aku tidak ingin tahu segera. Anaknya Mas Azril dengan Farah? Bagaimana bisa dia sudah memiliki anak? Bukannya dia lajang saat menikahiku? Ya Allah ... apalagi ini?

Aku ambil jilbabku, masker wajah, helm, dan aku ambil kunci sepeda motorku, untung saja aku sudah meminta orang rumah untuk mengambil sepeda motorku, karena aku butuh, saat mau pergi jarak dekat, aku butuh sepeda motor. Aku harus ikuti Mas Azril, mumpung Mas Azril masih mengeluarkan mobil dari garasi. Untung saja sepeda motorku aku taruh di garasi yang untuk menaruh sepeda dan sepeda motor, jadi aku cepat mengeluarkannya dari dalam.

Mas Azril tidak melihatku, karena aku lewat pintu samping yang terhubung dengan garasi tempat sepeda. Aku sudah di depan, sambil memantau Mas Azril yang sedang gugup mengeluarkan mobil dari garasi, apalagi garasi tadi sudah di kunci, dan harus ambil lagi ke box kunci di dalam. Aku melihat mobil Mas Azril baru melesat keluar dari rumah. Aku segera menyalakan mesin sepeda motorku, aku tarik gas sepeda motorku. Aku pacu dengan kecepatan tinggi. Untung saja aku sering naik motor seperti pembalap, jadi aku gak ragu untuk memacu kecepatan sepeda motorku. Aku ikuti sepeda motor Mas Azril. Dengan perasaan tak keruan, aku terus berdoa, menyebut Asma Allah, meminta perlindungan, dan meminta dibukakan segala apa pun yang ditutup-tutupi Mas Azril.

Terlihat Mas Azril sampai di depan rumah sederhana, mungkin itu rumah Farah. Aku mematikan mesin motorku, aku berhenti di seberan jalan, di depan penjual nasi goreng yang ada di depan rumah Farah. Biar Mas Azril tidak curiga. Aku posisikan sepeda motorku di sisi kedai, jadi tidak terlihat berapa nomor polisi sepeda motorku. Lagian, tidak mungkin Mas Azril menghiraukannya, karena dia terlihat panik sekali.

“Mbak, pesannya apa?” tanya penjual nasi goreng.

“Nasi goreng pedas satu ya, Pak? Telur di pisah saja,” jawabku.

Mas Azril cukup lama di dalam rumah itu, aku menunggunya sambil memerhatikan rumah itu.

“Pak, itu rumah siapa, ya? Tadi mobil itu cepat sekali melajunya,” tanya ku pada penjual Nasi Goreng.

“Oh itu mobil Pak Azril, yang punya rumah itu, Mbak. Itu dia keluar orangnya, sama istrinya itu, Mbak. Namanya Mbak Farah. Duh kenapa tuh Dek Sefi? Apa dia sakit lagi? Padahal kemarin baru saja keluar dari rumah sakit? Pantas tadi Pak Azril sampai malam di situ? Biasanya kan pulang ke rumah orang tuanya, karena mereka pasangan yang tidak disetujui oleh orang tua Mas Azril, jadi mereka menikah diam-diam, katanya menikah siri, Mbak. Tapi, Pak Azril tanggung jawab sekali orangnya. Salut sama mereka, benar-benar setia sekali,” jelasnya.

Mereka benar sudah punya anak? Sudah menikah siri? Karena tidak disetujui orang tua Mas Azril? Kenapa Mas Azril menyembunyikan semua ini? Ya Allah, kalau begini, aku istri keduanya? Tidak, aku istri sah! Penjual nasi goreng bilang mereka nikah siri, jadi aku yang menang, bukan Farah! Tapi, dia punya anak dari Mas Azril, sedangkan aku?

“Bapak sudah hafal sekali sepertinya? Apa sudah lama berjualan di sini, Pak?” tanyaku.

“Wah sudah lama sekali, Mbak. Malah saat Mbak Farah masih SMP saya sudah jualan di sini,” jawabnya.

“Pak, ini uangnya, saya ke mini market sebentar, ya? Itu depan kan ada minimarket, saya mau belanja dulu, Pak,” ucapku sambil menyodorkan uang seratus ribuan pada penjual Nasi Goreng.

“Oh iya, Mbak, silakan,” jawabnya.

Segera kuikuti mobil Mas Azril lagi. Aku yakin mereka mau membawa anak kecil itu ke rumah sakit. Sepertinya sakitnya sedikit parah, jadi mereka terlihat panik sekali.

Aku sampai di rumah sakit, aku saksikan mereka yang sedang panik menunggu Dokter memeriksa anak mereka. Ingin aku menangis meratapi diriku sendiri, tapi aku tidak boleh begini, aku harus kuat, aku harus mendapatkan bukti, bahkan aku ingin bicara dengan mereka, apa yang terjadi sebelumnya. Sebelum Mas Azril menikahiku.

Terpopuler

Comments

Mrs. Ketawang

Mrs. Ketawang

Si Azril yg paham agama😏
Mski punya istri ngakunya ea ttp lajang kan mau dpt perawan skelas Mala😡😡😡😡

2024-07-08

0

Selvianah Bilqis

Selvianah Bilqis

hhhhh bikin naik pitam je

2024-02-24

0

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

ternyata Mala kena tivu

2023-12-18

1

lihat semua
Episodes
1 Satu - Pernikahan Impian
2 Dua - Siapa Farah?
3 Tiga - Harus Membuatmu Jatuh Cinta
4 Empat - Ini Calon Suamiku
5 Lima - Anakku Sakit
6 Enam - Aku Tidak Akan Menceraikanmu!
7 Tujuh - Manusia Tidak Punya Hati
8 Delapan - Tidak Bisa Mencintai Perempuan Lain Lagi
9 Sembilan - Hanya Sebatas Status
10 Sepuluh - Aku Terlanjur Mencintainya
11 Sebelas - Apa Syaratnya?
12 Dua Belas - Makan Siang Bersama
13 Tiga Belas - Belum PUlang
14 Empat Belas - Kamu Adalah Canduku
15 Lima Belas - Kehilangan Senyumanmu
16 Enam Belas - Kehilangan Sosok Istri Yang Sempurna
17 Tujuh Belas - Merasa Iba
18 Delapan Belas - Dimadu
19 Sembilan Belas - Password Yang Berubah
20 Dua Puluh - Rencana Bulan Madu
21 Dua Puluh Satu - Pengacau Datang
22 Dua Puluh Dua - Kelaparan
23 Dua Puluh Tiga - Dia Perempuan Yang Sangat Hebat
24 Dua Puluh Empat - Berbicara Tidak Sopa
25 Dua Puluh Lima - Keputusan Mala
26 Dua Puluh Enam - Aku Tetap Akan Menggugatmu!
27 Dua Puluh Tujuh - Surat Dari Pengadilan Agama
28 Dua Puluh Delapan - Laki-Laki Pecundang
29 Dua Puluh Sembilan - Pergi Mengasingkan Diri
30 Tiga Puluh - Kalau Tidak Berbalas, Untuk Apa Memelas?
31 Tiga Puluh Satu - Beralih Profesi
32 Tiga Puluh Dua - Dia Anakku!
33 Tiga Puluh Tiga - Sisa Rasa
34 Tiga Puluh Empat - Melamar Kerja
35 Tiga Puluh Lima - Berhenti Di Kamu
36 Tiga Puluh Enam - Bertemu Orang Sombong
37 Tiga Puluh Tujuh - Siasat Erwin
38 Tiga Puluih Delapan - Tidak Sama
39 Tiga Puluh Sembila - Bertemu Pacar Kecil
40 Empat Puluh - Keputusan Azril
41 Empat Puluh Satu - Mau Jadi Pacarku?
42 Empat Puluh Dua - Makan Malam Bersama
43 Empat Puluh Tiga - Bertemu Kembali
44 Empat Puluh Empat - Fokus Mencari Yang Terbaik
45 Empat Puluh Lima - Diserbu Netizen (Tamat)
Episodes

Updated 45 Episodes

1
Satu - Pernikahan Impian
2
Dua - Siapa Farah?
3
Tiga - Harus Membuatmu Jatuh Cinta
4
Empat - Ini Calon Suamiku
5
Lima - Anakku Sakit
6
Enam - Aku Tidak Akan Menceraikanmu!
7
Tujuh - Manusia Tidak Punya Hati
8
Delapan - Tidak Bisa Mencintai Perempuan Lain Lagi
9
Sembilan - Hanya Sebatas Status
10
Sepuluh - Aku Terlanjur Mencintainya
11
Sebelas - Apa Syaratnya?
12
Dua Belas - Makan Siang Bersama
13
Tiga Belas - Belum PUlang
14
Empat Belas - Kamu Adalah Canduku
15
Lima Belas - Kehilangan Senyumanmu
16
Enam Belas - Kehilangan Sosok Istri Yang Sempurna
17
Tujuh Belas - Merasa Iba
18
Delapan Belas - Dimadu
19
Sembilan Belas - Password Yang Berubah
20
Dua Puluh - Rencana Bulan Madu
21
Dua Puluh Satu - Pengacau Datang
22
Dua Puluh Dua - Kelaparan
23
Dua Puluh Tiga - Dia Perempuan Yang Sangat Hebat
24
Dua Puluh Empat - Berbicara Tidak Sopa
25
Dua Puluh Lima - Keputusan Mala
26
Dua Puluh Enam - Aku Tetap Akan Menggugatmu!
27
Dua Puluh Tujuh - Surat Dari Pengadilan Agama
28
Dua Puluh Delapan - Laki-Laki Pecundang
29
Dua Puluh Sembilan - Pergi Mengasingkan Diri
30
Tiga Puluh - Kalau Tidak Berbalas, Untuk Apa Memelas?
31
Tiga Puluh Satu - Beralih Profesi
32
Tiga Puluh Dua - Dia Anakku!
33
Tiga Puluh Tiga - Sisa Rasa
34
Tiga Puluh Empat - Melamar Kerja
35
Tiga Puluh Lima - Berhenti Di Kamu
36
Tiga Puluh Enam - Bertemu Orang Sombong
37
Tiga Puluh Tujuh - Siasat Erwin
38
Tiga Puluih Delapan - Tidak Sama
39
Tiga Puluh Sembila - Bertemu Pacar Kecil
40
Empat Puluh - Keputusan Azril
41
Empat Puluh Satu - Mau Jadi Pacarku?
42
Empat Puluh Dua - Makan Malam Bersama
43
Empat Puluh Tiga - Bertemu Kembali
44
Empat Puluh Empat - Fokus Mencari Yang Terbaik
45
Empat Puluh Lima - Diserbu Netizen (Tamat)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!