Safarah

Safarah

Safarah 1

" Kita berpisah saja, mas."

Kalimat itu terngiang kembali di telingaku. Sejatinya kalimat yang keluar dari mulutku bagai bom yang akan memusnahkan diriku sendiri.

Bagaimana tidak? Aku masih mencintai mas Virhan, tapi malah aku yang menuntut cerai darinya.

Delapan tahun aku bertahan mempertahankan rumah tangga kami, sudah saatnya aku mengalah memberikan mas Virhan seutuhnya pada ibunya.

Bukan tanpa alasan aku memilih mundur dari bahtera suci kami.

Delapan tahun membina hubungan rumah tangga bersama mas Virhan, hidup seatap bersama mama mertua, membuat aku lelah dan harus mengalah.

Delapan tahun bersama mas Virhan tanpa keturunan membuat aku selalu di rendahkan mama mertua juga saudara saudara mas Virhan.

Seringnya mama mertua mengatai aku mandul.

Hatiku sudah lelah dan saatnya aku untuk merdeka.

Dari kejauhan sosok yang ku lamunkan berjalan ke arahku, menggenggam setangkai mawar merah seperti awal bertemu delapan tahun yang lalu.

Setelah dua hari tak bertemu dengannya, hatiku menjadi dag dig dug. Pesona ketampanannya membuat bibirku melengkung menarik senyum.

" Buat tuan putri " mas Virhan memberikan bunga padaku.

" Terima kasih." Sahutku sembari menerima bunga mawar pemberian mas Virhan.

" Duduk mas. Sudah makan? Mau pesan apa?"

Bukannya menjawab, mas Virhan meraih tanganku.

Untung di kafe ini hanya kami berdua. Kafe warisan papa yang bisa ku selamatkan, sebelum semua harta papa di ambil alih selingkuhannya.

" Rindu masakan dari tanganmu."

Pengakuan mas Virhan bagai oase di tanah tandus bagiku.

" Gombal.." ucapku malu.

Meski delapan tahun bersama, aku tetap malu jika mas Virhan memujiku.

" Kita pulang ya! Sudah dua hari kamu di kafe ini. Kuharap dua hari sudah cukup untukmu menenangkan diri dan pikiran."

" Aku tidak akan pernah pulang ke rumah mu, mas. Aku akan tetap di sini." ucapku sendu.

" Aku..aku memutuskan untuk.. tetap berpisah denganmu, mas." Ucapku lagi dengan susah payah.

Mas Virhan mengernyitkan keningnya, ia seperti tidak percaya dengan keputusanku. Ia masih diam tidak menanggapi ucapanku sama sekali.

" Tekad ku sudah bulat, mas." Aku terkekeh sendiri. Memilih tertawa meski tidak ada lelucon sama sekali dalam setiap kata yang keluar dari mulutku.

" Bagaimana aku tanpa kamu, Safarah?"

" Kamu akan baik-baik saja, mas."

" Apanya yang baik Safarah?" Suara mas Virhan meninggi.

Aku menatap wajah lelaki kesayangan ku itu.

wajahnya bagai benang kusut.

" Kita perbaiki semua dari nol, Safarah." Pinta mas Virhan.

" Tidak bisa mas. Aku akan menyerahkan kamu seutuhnya pada mama." Ucapku dengan lembut.

" Mama?"

" Ya..mama. Mama sudah menyiapkan calon istri yang lebih baik dariku. Tentunya yang bisa memberimu keturunan, mas. Dan...pilihan mama sendiri." Ucapku sendu.

" Kamu tidak menyukai mama?" Suara mas Virhan meninggi kala aku menyinggung perihal mama.

" Mama yang tidak pernah menyukai aku, mas. Delapan tahun.. mama selalu mengibarkan bendera perang kepadaku. Kamu tidak akan mengerti apa yang kurasakan delapan tahun pernikahan kita."

" Aku tidak percaya mama membencimu. Jangan berfikir buruk tentang mama." Mas Virhan melepas tanganku. Wajahnya merah padam karena menahan amarah.

" Delapan tahun aku menutup sisi buruk mama, mas. Delapan tahun aku memilih mengalah pada mama, mas. Demi apa? Demi rumah tangga kita.

Tapi.. pertahanan kesabaran ku habis saat mama meminta izin padaku untuk menikahkan kamu dengan wanita pilihannya. Aku tidak bisa hidup dimadu, mas."

" Setidaknya pulang bersamaku, Safarah. Kita daki gunung terjal bersama." Mas Virhan mulai melunak. Apa dia mulai tersentuh mendengar kisah hidupku yang sesungguhnya banyak tidak diketahui olehnya. Atau..mas Virhan pura-pura tidak tahu demi baktinya terhadap mama?

" Aku tidak akan pulang mas."

" Tatap mataku, katakan kalau kamu tidak mencintaiku." Pinta mas Virhan sembari tangannya meraih wajahku.

Demi meyakinkan mas Virhan, ku turuti permintaannya. Ku tatap dua bola mata indah itu, " aku tidak mencintaimu lagi mas."

Sial! Meski aku mencoba untuk tegar, nyatanya suaraku tetap bergetar. Netra ku berembun, hingga pandanganku menjadi buram.

Ya. Aku menangis. Ku tundukkan kepalaku. Ku biarkan tetesan air menggenang diwajahku. Aku sesenggukan hingga mas Virhan menarikku ke dalam pelukannya.

" Tenangkan dirimu!" Ujar mas Virhan sembari tangannya menepuk punggungku.

Cukup lama aku di tenangkan oleh mas Virhan hingga, " jika belum siap pulang ke rumah, tinggallah disini hingga kamu merasa siap untuk pulang ke rumah kita. Jangan pernah menuntut cerai dariku, karena tidak semudah itu untuk berpaling ke lain hati."

Mas Virhan mengecup keningku sebagai salam perpisahan kami hari ini.

" Jaga kesehatan mu." Pesannya sebelum pergi.

Aku mengangguk, melambaikan tangan kepada kekasih tampanku yang akan pulang keperaduan ibundanya.

***

Sepeninggal mas Virhan, aku kembali merenung, hendak di bawa kemana biduk rumah tangga kami? Haruskah berakhir di pengadilan? Hal yang tidak pernah terlintas di benakku.

Ku pikir dulu, karena mas Virhan cinta pertamaku, maka pernikahan kami akan langgeng hingga kakek dan nenek. Nyatanya baru sewindu, kapal yang ku tumpangi hampir karam di terjang ombak di lautan.

" Mas...aku mencintaimu!" Gumamku dalam keheningan.

Selesai mandi aku memilih untuk menyendiri di kamar. Kubiarkan kafe tetap buka, karena ada Nadia, pekerja yang ku percaya untuk mengelola kafe ini. Nadia cukup cekatan hingga aku tidak merasa khawatir melepasnya sendirian.

Tring!

Satu video dikirim oleh mas Virhan.

" Video apa?" Batinku sibuk bertanya-tanya.

Duarr!!

Bak petir menyambar tubuh.

Mataku terbelalak kala melihat isi video mas Virhan.

Mas Virhan, mama dan seorang wanita dengan jilbab lebar menutupi separuh tubuhnya.

" Siapa dia? Apa wanita pilihan mama?"

Aku menebak-nebak sendiri. Mencari jawaban sendiri atas pertanyaan ku.

Mendengar mama berbicara dengan wanita itu, ada rasa sedih di hatiku. Bagaimana tidak sedih, sepanjang pernikahan kami, mama selalu bersikap dingin padaku. Sedangkan sekarang, saat bersama wanita itu, mama lebih terkesan hangat. Apakah mama sudah bertemu dengan calon menantu yang tepat?

( Namanya Fatimah, perempuan pilihan mama. Safarah..pulanglah bersamaku, kita bina rumah tangga yang jauh lebih baik dari kemarin. Kita hadapi berdua kerasnya hati mama.)

Mas Virhan mengirim pesan singkat.

Lagi-lagi aku menjadi cengeng karena mas Virhan. Haruskah aku pulang? Kembali ke rumah itu? Apa aku mampu meluluhkan hati mama?

Aku mengetik sebuah pesan untuk mas Virhan ( have fun ya, mas.)

Lalu menekan tombol send.

Ku matikan ponselku. Membiarkan mas Virhan menikmati makan malamnya bersama mama dan wanita pilihan mama.

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul sebelas. Mataku masih terjaga. Bayang-bayang mas Virhan masih bermain-main dipelupuk mataku.

Sedang apa mas Virhan sekarang? Apakah ia bahagia malam ini? Atau..ia malah sudah jatuh cinta pada wanita pilihan mamanya.

Ada yang terkesan gak sama permulaan kisah Safarah dan mas Virhan? Komen yuk...jangan lupa follow dan like aku ya....

Terpopuler

Comments

Gadih Hazar

Gadih Hazar

Berat tentunya, jika Mertua sendiri yang menjadi penghalang dan penyebab runtuhnya rumah tangga. Yang kuat ya Safarah, aku tahu hatimu pasti sangat terluka karena kamu sangat mencintai suamimu..

2023-09-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!