Safarah 5

"Safarah... Aku rindu... Rindu mendekap mu, rindu mengobrol di kamar kita, rindu cerewet mu saat aku sembarangan meletakkan handuk basah.

Safarah... Aku tahu.. engkau begitu bahagia kala mama sedang tidak di rumah. Ah. Safarah... Air mataku selalu hampir jatuh kala aku mengenang mu.

" Ya Allah...seandainya engkau mempercayai kami, mempercayai aku dan Safarah untuk menimang bayi, mungkin mama akan berfikir ulang untuk menjodohkan aku dengan wanita pilihan mama." Ungkap batinku.

" Allah...beri hamba petunjuk mu..."

***

" Aww.." Safarah mengadu kesakitan. Tanpa sengaja saat ia sedang makan, ia malah menggigit bibirnya sendiri. Akibatnya ada sedikit luka di bibirnya.

Dia meletakkan piring yang masih penuh terisi. Selera makannya menguap begitu saja.

Sejak mama mengenalkan Fatimah sebagai calon istri mas Virhan, perutnya jarang sekali terisi nasi.

Bahkan berat badannya drastis turun.

Mungkin dikarenakan terlalu banyak beban pikiran.

" Kenapa mbak?" Nadia merasa prihatin pada nasib Safarah.

" Entahlah Nad. Terlalu berat cobaan hidup yang mbak rasa." Sahut Safarah putus asa.

" Mbak adalah pilihan Allah. Berarti mbak adalah orang yang dianggap mampu memikul semua permasalahan. Banyak-banyak berdoa ya, mbak. Semoga ada pelangi setelah hujan berlalu." Ucap Nadia memberi semangat.

Aku termangu, mencerna semua kalimat Nadia. Mungkin yang dikatakan oleh Nadia memang benar. Aku adalah orang pilihan Allah. Dan setiap ujian pasti akan ada hikmah.

Semoga saja.

Hari-hari ku berlalu tanpa mas Virhan. Sedikit demi sedikit aku mulai terbiasa tanpa dirinya.

Mas Virhan juga mulai jarang menghubungiku, mungkin sedang sibuk mengurus pernikahannya dengan Fatimah.

Ah. Lelakiku...semoga bahagia dirimu.

***

Aku dan fatimah sedang melakukan fitting baju pengantin. Kubiarkan Fatimah memilih warna kesukaannya. Ketika ia meminta pendapat ku, aku cuma bilang semua warna bagus.

Berbeda sekali saat aku mempersunting Safarah. Aku dan Safarah bekerja sama dengan baik.

Saat bersama Safarah, aku ingin pernikahan ku berjalan sempurna dan mewah.

Saat itu, aku menganggap pernikahan yang kujalani adalah sekali seumur hidupku.

Aku menunggu Fatimah diluar. Ku nyalakan sebatang rokok, lalu ku hisap dalam-dalam.

Bayangan Safarah bermain-main di kepalaku.

Safarah ku...sedang apa dia disana? Sudah beberapa hari aku tidak mengunjunginya, tidak juga menelponnya. Ah. Rasa rinduku menggebu-gebu padanya, namun aku tidak bisa berbuat apa-apa.

"Safarah...semoga kita bisa bersama kembali." Selalu doa itu yang ku ucap berkali-kali dalam setiap sujud dan setiap aku teringat pada Safarah.

" Mas..mas Virhan.."

" Eh.." aku terkejut kala Fatimah memanggil namaku.

" Sekarang giliran kamu, mas." Ucap Fatimah lembut.

Aku membuang rokok yang mulai habis. Menyusul Fatimah masuk kedalam.

Pengukuran langsung dilakukan pada diriku.

" Tampan banget calon suami mu ya, Fat." Salah satu dari mereka berkomentar.

Aku hanya tersenyum mendengar pujian dari mereka.

" Eh jadi ini yang namanya mas Virhan?" Mereka mulai menggoda Fatimah. Fatimah tampak malu-malu.

" Eh, mas..kamu sering loh di bicarakan Fatimah."

Aku mendongak mencari asal suara, " oh iya?" Tanyaku tidak percaya.

Sedang Fatimah yang duduk di kursi beberapa kali melotot kearah mereka.

" Calon suaminya tampan sekali, sampai kami merasa tidak yakin jika si Fatimah bisa mendapatkan lelaki tampan seperti mu."

Aku hanya menanggapi ucapan mereka dengan tertawa kecil. Hati dan pikiranku masih terbang bersama Safarah.

Tapi sekilas aku memperhatikan Fatimah yang tampak menunduk.

Teman masa seragam abu-abu itu mungkin tidak menyangka jika teman-temannya akan seember itu.

Fitting baju pengantin sudah selesai, kami pun segera pergi dari tempat ini.

" Kamu mau kemana?" Tanya ku pada Fatimah yang masih diam membisu.

" Kalau boleh, aku ingin bertemu dengan mbak Safarah."

" Hah? Untuk apa?" Aku terkejut mendengar permintaan Fatimah.

" Mas, kita akan menikah. Tapi.. masih seperti ada yang mengganjal dihatiku. Aku butuh bicara pada mbak Safarah. Bolehkah mas?"

" Terserah kamu saja."

Aku mengarahkan mobil menuju kafe sekaligus tempat Safarah tinggal sekarang.

Kafe bernuansa pink sudah di depan mata. Kafe sejuk dengan warna kesukaan Safarah.

Kami turun dari mobil. Hanya ada Nadia yang menyambut kami.

" Safarah ada, Nad?" Tanyaku pada sepupu Safarah.

" Em.. mbak Safarah sedang pergi, mas."

" Pergi kemana? Sama siapa?" Tanyaku penasaran.

Jujur, aku cemburu ketika tahu Safarah pergi tanpa pamit padaku.

Rasa hatiku belum seutuhnya menerima kenyataan ini. Bagiku Safarah hanya milikku, dan tetap patuh padaku. Tapi nyatanya, Safarah sudah menjadi orang yang paling mandiri sekarang.

" Safarah tidak di rumah, apa mau menunggu?" Tanyaku pada Fatimah.

Fatimah melirik jam tangan yang ada di pergelangan tangannya.

" Kita tunggu lima belas menit lagi ya, mas. Mudah-mudahan cepat pulang."

Aku hanya mengangguk, Nadia mempersilahkan kami masuk dan duduk dengan nyaman di kafe milik Safarah.

Nadia juga menyuguhkan minuman dan cemilan. Memang baik Nadia, sama dengan Safarah.

Setelah sepuluh menit berlalu, Safarah turun dari sebuah angkot berwarna biru. Wajahnya tampak berkeringat. Ditangannya tersapat dua keranjang besar berwarna putih.

Dia terkejut melihat aku dan Fatimah berada di kafenya.

" Mas Virhan.. Fatimah.. sudah lama?" Tanyanya ramah.

Ah . Safarah tetap saja begitu, ramahnya tidak ada duanya.

" Belum mbak." Jawab fatimah sambil bersalaman dengan Safarah.

Ingin rasanya aku memeluk Safarah, tapi sudah pasti ia akan menolakku.

Baju Safarah basah oleh keringat. Dari mana ia sesungguhnya?

" Aku tinggal sebentar, ya. Aku bau sekali." Ucap Safarah tersenyum dan berlalu dari hadapan kami.

Tidak lama menunggu Safarah kembali. Senyumku langsung mengembang kala Safarah muncul dibalik pintu.

Gamis bunga-bunga ditambah hijab senada. Sederhana sekali Safarah ku.

Safarah duduk bersebelahan dengan Fatimah. Mereka berpelukan bak sahabat lama yang tidak berjumpa. Aneh!

" Mas.. boleh tinggalkan kami berdua?" Pinta Fatimah padaku.

Aku cukup terkejut mendengar permintaan Fatimah. Tapi melihat mata teduh Safarah, tanpa berbicara aku tahu ia memerintahkan aku untuk segera pergi. Padahal aku masih ingin memandang wajah istriku ini.

Aku memilih masuk kedalam mobil, menyalahkan mesin dan pendinginnya. Ku putar lagu kesukaan Safarah. Ah. Safarah...aku masih ingin menikmati hidup bersama mu..

Dari kejauhan aku memperhatikan dua sosok perempuan yang sedang serius berbicara. Yang satu wanita pilihanku dan yang satu lagi adalah wanita pilihan mama. Kira-kira apa yang mereka bahas?

Aku terlalu fokus menatap wajah safarah. Wajah teduh itu terkadang sudah tersenyum. Aku tahu itu senyum kepalsuan yang selama ini ia tampilkan di rumah mama.

Tok..tok..tok..

Jendela kaca mobil di ketuk oleh Fatimah.

Aku menurunkan kaca, " sudah siap?" Tanyaku.

" Sudah mas. Boleh aku masuk?"

" Tentu.."

Aku membuka pintu mobil, Fatimah melenggang masuk.

" Mas gak pamit?" Tanya Fatimah.

" Iya, sebentar ya." Aku turun dari mobil. Ini adalah kesempatan emas. Safarah terkejut melihat aku turun.

" Safarah..." Aku mengulurkan tangan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!