Safarah 2

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul sebelas. Mataku masih terjaga. Bayang-bayang mas Virhan masih bermain-main di pelupuk mataku.

Sedang apa mas Virhan sekarang? Apakah ia bahagia malam ini? Atau..ia malah sudah jatuh cinta pada wanita pilihan mamanya.

***

( Mengapa ponselmu tidak aktif, Safarah? Aku jngin bicara bicara padamu!)

Mas Virhan mengirim pesan padaku. Sepertinya ia marah. Tapi apa peduliku?

Bukankah hari-harinya sekarang sudah menyenangkan?

Hampir dua pekan aku menghindarinya

dan memilih untuk berlibur sendiri ke pantai.

Deburan ombak pantai memecah kesunyian. Sesekali ombak menerpa tubuhku.Baju yang ku kenakan sudah basah kuyup. Sesekali tubuh mungilku mulai menggigil. Namun tidak mengurungkan niatku untuk tetap bertahan di sini.

" Mas... Aku benci kamu..." Teriakku sekeras-kerasnya.

Deringan di ponsel memekakkan telinga. Ada nama mas Virhan di layar, namun aku mengabaikannya.

Ada dua puluh panggilan tidak terjawab.

Dan aku tahu, mas Virhan pasti sedang marah besar di sana. Aku kenal betul sifat mas Virhan.

Tring!

satu pesan masuk, tanpa melihat pun aku tahu itu dari siapa, pasti mas Virhan.

(Safarah, aku suami mu. Kita belum bercerai. Setidaknya izinlah pada suami sebelum pergi. apa kamu sudah lupa adab itu?)

pesan singkat mas Virhan bagai mata pisau yang menghujam jantungku. Apa yang di bilang mas Virhan memang benar, dan aku...baru saja melanggar. Hal yang tidak pernah kulakukan sebelumnya.

Ada perasaan bersalah, hingga aku memutuskan untuk pulang.

Singgah sebentar di penginapan, membersihkan diri sejenak lalu segera keluar dari penginapan ini.

***

Aku tiba di kafe pagi hari. Nadia menyambutku dengan wajah ceria.

" Cepat amat sudah pulang, mbak."

" Apa mas Virhan ada datang kesini?" Tanyaku menyelidik.

Nadia tersenyum kecil, " maaf mbak, aku tidak bisa berbohong pada suamimu. Dia memberiku ini." Nadia menunjukkan lima lembar uang bernilai seratus.

" Hadeh... Nadia...mbak kan sudah bilang.. " Aku geleng-geleng kepala melihat Nadia yang ternyata MATRE.

" Ini buat mbak." Nadia mengangsurkan uang itu padaku.

" Tidak perlu! Itu rezeki mu, ambillah!" Aku menggeloyor pergi dari hadapan Nadia.

Ternyata setelah pulang berlibur badanku terasa penat. Ku putuskan untuk segera mandi agar terasa segar.

Aku berjalan kedepan kafe. Hari ini pengunjungnya lumayan.

" Ya Allah...semoga ramai terus." Doaku dalam hati. Jika nanti aku bercerai dengan mas Virhan, kafe ini adalah satu-satunya sumber keuangan ku.

Sebuah mobil sedan hitam berhenti di depan kafe. Aku Seperti mengenali mobil itu.

Seorang lelaki paruh baya keluar dari dalam mobil.

Pak Yan, supir keluarga mas Virhan.

Dari mana pak Yan tahu tempat ini? Dan...ada perlu apa?

" Assalamu'alaikum, mbak Safarah..." Pak Yan menyapaku ramah.

" Waalaikumsalam, apa kabar pak?" Tanyaku berbasa-basi.

"Kabar baik mbak. Ehm...saya disuruh ibu untuk jemput mbak."

" Ibu?" Tanyaku tidak percaya.

" Iya mbak."

Karena tidak ingin menambah masalah, akhirnya aku pergi bersama pak Yan ke rumah mama.

Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke rumah mama.

Aku ragu untuk masuk kedalam setelah hampir tiga pekan keluar dari rumah ini.

Aku menekan bel, hingga pintu di buka oleh seseorang, " assalamu'alaikum..." Aku mengucap salam.

" Waalaikumsalam, mbak Safarah?" Tanya wanita itu. Dia mengenalku? Padahal kami belum pernah bertemu.

" Iya mbak." Aku tersenyum ramah pada perempuan berjilbab panjang yang pernah makan malam bersama mas Virhan.

" Masuk mbak. Mama sudah menunggu." Dia mempersilakan aku masuk. Ada yang mengganjal hatiku, secepat itu dia menyebut mama mas Virhan dengan sebutan mama. Sama seperti ku yang sudah menjadi menantu mama selama sewindu.

Aku menelisik setiap sudut rumah mama, di ruang tamu ini sudah tidak ada fotoku bersama mas Virhan terpajang. Secepat itu mama menurunkannya. Niat mama memang sudah bulat untuk segera mengganti menantunya.

" Siapa yang datang Fatimah?" Suara mama nyaring memanggil dari dalam.

" O jadi namanya Fatimah.." batinku sibuk ngoceh sendiri.

" Mbak, kita langsung ke dapur, yuk!" Fatimah menarik tanganku.

Sungguh! Aku merasa kikuk berada di rumah mama mertuaku sendiri. Sementara Fatimah yang tidak berstatus apa-apa begitu santai berada di rumah ini. Kehidupan macam apa ini, ya Allah?

Aku menatap punggung wanita yang sedang memasak menghadap ke kompor.

Wanita paruh baya itu belum menyadari kedatanganku, hingga saat ia berbalik,

" Safa.. sudah lama?" Tanya mama dengan senyum ramah yang pernah kulihat selama sewindu.

" Baru saja, ma." Buru-buru aku meraih tangan mama mertua dan menciumnya dengan takzim.

" Pas banget kamu datang di saat jam makan siang, dan mama juga Fatimah sudah selesai memasak."

Kalimat mama bagai sindiran untukku. Ada yang berdenyut disini. Di ulu hatiku.

" Fatimah, ayo susun makanannya di meja. Mama mau ganti baju sebentar. Kamu tolong bantu Fatimah ya, Safa." Pinta mama sambil berlalu dari hadapanku.

Aku dan Fatimah mulai menyusun makanan di meja makan.

Mama memasak banyak hari ini. Ada sambal udang kesukaan mas Virhan, ada sop telur puyuh juga, tapi tidak tahu kesukaan siapa, mungkinkah Fatimah? Aku menebak-nebak sendiri.

" Assalamu'alaikum..." Terdengar ucapan salam dari luar.

Aku hapal sekali dengan suara itu, suara mas Virhan. Perasaan ku berbaur menjadi satu. Senang, sedih, rindu..dan... Seperti remaja sedang jatuh cinta yang akan bertemu dengan pangerannya. Rasanya wku ingin berlari keluar menyambut kedatangannya. Namun...urung kulakukan.

" Safarah?" Mas Virhan kaget melihat aku berada di rumah ini.

Seketika ia menyongsong ku, memelukku dan mengecup keningku tanpa merasa risih atau pun malu saat Fatimah melihat ke arah kami.

" Speechless rasanya lihat kamu ada disini." Ucap mas Virhan dengan mata berkaca-kaca.

" Datang naik apa, sayang?" Tanya mas Virhan penasaran.

" Di jemput pak Yan." Jawabku jujur.

" Di jemput? Sama pak Yan?" Mas Virhan mengerutkan keningnya. " Aneh." Ucapnya pelan namun masih terdengar di telingaku.

Tangan mas Virhan masih melingkar di pinggangku, " Kita ke kamar yuk!" Bisik mas Virhan di telingaku.

" Mas.." Aku mencubit pinggang mas Virhan.

" Dasar genit." Bisikku.

" Kangen." Lagi-lagi mas Virhan berbisik.

Mas Virhan mengendus pipi ku berulang kali. Bak singa kelaparan.

Karena terlalu asyik, aku dan mas Virhan tidak menyadari kedatangan mama,

" Virhan, kamu sudah pulang? Ganti baju! Dan kita makan bersama." Perintah mama. Wajah mama mengeras melihat mas Virhan bermesraan denganku, Sementara Fatimah hanya menunduk.

Dan seperti kerbau di cucuk hidungnya mas Virhan segera melakukan perintah mama.

" Sebentar ya, sayang." Mas Virhan mengusap bahuku.

Mas Virhan masuk kedalam kamar kami. Sendiri tanpa aku, padahal dulu dia selalu meminta tolong untuk memilihkan pakaiannya. Agggrhhhh!!! Mengapa semuanya seperti Dejavu?

Sanggupkah kalian berada di posisi Safarah?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!