Safarah 3

Tangan mas Virhan masih melingkar di pinggangku, " Kita ke kamar yuk!" Bisik mas Virhan di telingaku.

" Mas.." Aku mencubit pinggang mas Virhan.

" Dasar genit." Bisikku.

" Kangen." Lagi-lagi mas Virhan berbisik.

Mas Virhan mengendus pipi ku berulang kali. Bak singa kelaparan.

Karena terlalu asyik, aku dan mas Virhan tidak menyadari kedatangan mama,

" Virhan, kamu sudah pulang? Ganti baju! Dan kita makan bersama." Perintah mama. Wajah mama mengeras melihat mas Virhan bermesraan denganku, Sementara Fatimah hanya menunduk.

Dan seperti kerbau di cucuk hidungnya mas Virhan segera melakukan perintah mama.

" Sebentar ya, sayang." Mas Virhan mengusap bahuku.

Mas Virhan masuk kedalam kamar kami. Sendiri tanpa aku, padahal dulu dia selalu meminta tolong untuk memilihkan pakaiannya. Agggrhhhh!!! Mengapa semuanya seperti Dejavu?

" Mari kita menunggu dimeja makan." Ajak mama.

Aku dan Fatimah mengekor di belakang mama.

Fatimah duduk disamping mama, mereka tampak akrab sekali. Suasana yang tidak mama dapatkan saat bersama ku.

Oh iya, ada satu perubahan yang bisa ku tangkap, mama bisa tersenyum manis padaku ketika aku hampir finis mengembalikan putranya ke dalam kekuasaannya.

Mas Virhan sudah berganti baju, celana jeans selutut, dengan kaos andalannya berwarna hitam. Begitu kontras di kulitnya yang memang putih bersih.

" Tampan sekali suamiku..." Diam-diam aku memuji mas Virhan dalam hati. Mas Virhan memilih duduk di sampingku.

Fatimah dan mama mulai mengisi piringnya dengan nasi dan lauk pauk.

Sementara mas Virhan menyodorkan piringnya padaku.

" Isikan ya! Sudah lama gak di layani istri." Sindir mas Virhan cengengesan.

Mama menatap tajam kearah ku, hingga aku menjadi kikuk. Menolak atau...

" Safarah..." Panggil mas Virhan.

" E.. iya mas." Aku meraih piringnya lalu mulai mengisi nasi dan lauk pauk kesukaan mas Virhan.

" Han, ini sop telur puyuh kesukaan Fatimah." Mama hendak menuangkan sop itu kedalam piring mas Virhan.

Namun mas Virhan menolak. " Virhan gak suka, ma."

Fatimah terkejut mendengar penuturan mas Virhan. Sepanjang makan siang ia hanya menunduk.

Kaki mas Virhan menyentuh kakiku hingga aku yang sedang makan terkejut.

Ku lirik mas Virhan yang senyum penuh kemenangan.

Apa seperti ini laki-laki yang sedang rindu istrinya? Di meja makan saja, kakinya bisa berkelana kemana-mana.

" Virhan, apa yang lucu?" Tanya mama merasa aneh.

" O.. anu ma, makanannya enak." Mas Virhan gugup mendapatkan teguran dari mama.

" Ini masakan Fatimah." Sela mama.

"O."

Ya ampun, mas. Sesingkat itu tanggapan mu. Aku tersenyum kecil.

Keheningan menemani makan siang kami. Sesekali Fatimah mencuri pandang kearah kami berdua.

Sepertinya Fatimah telah jatuh hati pada suamiku.

Kaki mas Virhan kembali menyenggol kaki ku, pelan namun pasti aku mencubit pahanya.

" Auuuu..." Teriaknya spontan.

" Virhan ada apa?" Mama setengah berteriak.

" Sa-sakit ma. Kena duri."

" Kena duri? Duri apa? Masak iya udang ada durinya?" Mama memandang aneh kepada kami berdua.

" Eh..iya.. jadi tadi ?" Mas Virhan pura-pura bodoh dan polos.

Ckck...mama menggeleng tidak mengerti melihat putra semata wayangnya mendadak menjadi linglung.

Makan siang sudah selesai. Ada yang lebih mendebarkan dari apa pun.

Mas Virhan masih setia duduk disampingku. Sesekali tangannya menggelitik di pinggangku.

Mama dan Fatimah bergabung bersama kami di ruang keluarga.

Terdengar helaan napas berat mama mertua.

" Safarah.. seperti yang kamu tahu.. ini Fatimah, wanita yang mama pilih untuk mendampingi Virhan." Ucap mama tanpa basa basi.

Duhai mama mertua...terbuat dari apa hatimu, hingga tidak sedikit pun ada belas kasihmu melihatku.

Aku tersenyum meski dada terasa sesak. Mas Virhan menggenggam tanganku erat seolah tahu aku sedang sesak napas menerima kenyataan ini.

" Ma... Delapan tahun aku meminjam mas Virhan dari mama." Aku menarik napas sejenak.

" Sudah saatnya aku mengembalikan mas Virhan seutuhnya pada mama. Demi kebahagiaan mama.. demi tahta penerus keluarga ini... Dan demi gelar ayah yang sudah lama mas Virhan inginkan. Insya Allah... Safarah akan ikhlas melepas mas Virhan.

Ya. Akhirnya kata-kata itu keluar juga dari mulutku.

" Terima kasih Safarah. Mama berterima kasih pada kebesaran hatimu. Secepatnya Fatimah dan Virhan akan segera melangsungkan pernikahan. Iya kan Fatimah?"

" Ehm...i-iya." jawab Fatimah gugup.

Aku menatap Fatimah dengan seksama.

Melihat tatapanku, Fatimah menunduk dan menjadi kikuk.

" Virhan.. seperti yang sudah pernah kita bicarakan. Kamu bersedia menikah dengan Fatimah, kan?" Tanya mama pada putra kesayangannya.

Cukup lama mas Virhan terdiam. Hening. Hanya sesekali terdengar helaan napas berat mas Virhan.

Genggaman di tanganku semakin erat.

" Safarah..."

Bergetar sudah suara mas Virhan. Aku tahu ini sangat berat untuknya.

" Maafkan aku Safarah..aku tidak bisa menepati janji kita untuk menua bersama."

Mas Virhan menangis dihadapan kami. Ini kedua kalinya mas Virhan menangis.

Pertama saat mengucap ijab qabul di depan papa dan yang kedua saat ia akan menceraikan aku.

Aku mengusap bahu lelakiku, " mas... Jangan bersedih. Insya Allah ini jalan terbaik untuk aku, kamu juga mama."

" Aku mencintaimu, Safarah..." Mas Virhan menyeka matanya yang basah.

" Mas.. aku juga mencintaimu. Tapi.. Allah tidak menakdirkan kita untuk selalu bersama." Ucapku sok tegar.

" Ma, apa masih ada yang ingin di bahas lagi? Kalau tidak ada, Safarah pamit pulang." Aku bersiap untuk berdiri.

" Aku antar Safarah!" Mas Virhan ikut berdiri.

" Virhan!" Mama ikut berdiri. Seperti tidak izin jika mas Virhan mengantar aku pulang.

" Tidak perlu, mas. Aku bisa sendiri. Ajarkan aku untuk mandiri, karena untuk hari-hari selanjutnya..semua pun akan aku lakukan sendiri." Aku meraih tangan mama dan menciumnya dengan takzim. Meski beliau tidak menyukai ku, namun aku berusaha untuk tetap menghormati beliau sampai kapan pun.

Aku juga bersalaman dengan Fatimah, " semoga hubungan kalian langgeng. Dan..kamu menjadi pendamping terbaik pilihan mama."

Aku meninggalkan istana mama mertua dengan luka menganga. Setitik dua titik, air mataku turun. Cepat-cepat kuseka. Aku tidak ingin terlihat lemah di hadapan siapa pun. Apa lagi didepan mama mertua.

Aku keluar dari pintu gerbang. Tapi panggilan dari mas Virhan memaksa aku untuk menoleh kembali, " Safarah..."

Mas Virhan berlari kearah ku, menarik tanganku. " Ayo!" Ia menuntun ku kearah mobil sport miliknya yang terparkir.

" Masuk!" Pinta mas Virhan dengan senyum mengembang membuka pintu mobil.

Sejenak aku melirik kearah pintu rumah mama, ada Fatimah yang sedang memperhatikan kami.

" Ayo cepat! Sebelum mama berubah pikiran." Mas Virhan mendorong tubuhku hingga aku menjadi oleng.

Setelah aku berhasil masuk, mas Virhan menutup pintu mobil dan segera berlari kecil masuk kepintu mobil. Kini mas Virhan sudah berada disampingku.

Mesin mobil dinyalakan, mobil melaju meninggalkan pekarangan rumah mama.

Cukup lama kami berdiam. Bermain bersama pikiran masing-masing. Sesekali aku melirik kearah mas Virhan, suami tampan ku yang tidak bisa berkutik di bawah penguasaan mama.

Setelah cukup lama terdiam, aku membuka percakapan diantara kami, " mengapa nekat mengantarkan aku pulang, mas?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!