KETIKA CASANOVA JATUH CINTA

KETIKA CASANOVA JATUH CINTA

Bab 1

"Usir wanita pembawa sial itu," teriakan menggema, malam menunjukkan pukul sepuluh. Suasana yang tadinya tenang berubah mencekam.

"Ya usir," balas yang lainnya.

"Manusia kotor," teriak yang lainnya. Bibiknya Mora mendengar kegaduhan bergegas keluar.

"Siapa manusia kotor?" Tanya Laras sambil mengangkat dagunya kearah warga yang berkerumun. Wanita yang umurnya tiga tahun lebih muda dari ibunya Mora itu memang keras. Tak peduli mau siapa pun orang itu akan tetap ia lawan meski ia salah.

"Usir Mora. Atau kami akan membakar rumah ini," teriak warga yang menjadi dalang di antara mereka, dia adalah Roby laki-laki yang cintanya di tolak oleh Mora karena sejuta alasan yang ada pada diri Mora.

"Enak aja. Ini rumah saya, berani kalian bakar rumah saya. Saya tidak akan segan juga membakar rumah kalian," tegas Laras.

"Bacot, mana si wanita murahan itu," teriak Roby membuat suasana kembali memanas.

Rukmi dan Rahma mengeluarkan Mora dari dalam dengan cara menyeretnya paksa.

"Saya tidak melakukannya, saya bukan pezina seperti apa yang kalian tuduhkan," lirihnya pelan. Isaknya terdengar lirih.

"Halah. Pergi!"

"Ya. Pergi dari kampung ini!"

"Ada apa ini ribut-ribut," tegur pak RT yang baru saja datang tergopoh-gopoh.

"Ini ada wanita pezina di kampung kita, pak RT," sahut Roby dengan nada congklak. Mora hanya menggeleng. Bingung harus menjelaskan apa, jika membela diri saat ini juga tidak ada gunanya.

"Tenang dulu. Jangan main hakim sendiri," jelas pak RT, "Apa benar begitu, Mora?" Sambung pak RT. Gadis itu menggeleng pelan.

"Halah. Mana ada maling teriak maling," sindir Roby kembali.

"Jangan-jangan kamu pelakunya makanya kamu kekeuh mau ngusir dia," tuduh pak RT dengan raut wajah penuh selidik.

"Ga usah nuduh. Ada baiknya pak RT atau keluarganya segera bawa dia pergi dari kampung kita ini, agar kampung ini enggak kena bencana." Warga lainnya menimpali.

Raut wajah ketakutan terlihat jelas dari gadis belia itu, andai masih ada neneknya mungkin tidak seperti ini penderitaan yang ia alami. Bahkan adik kandung ibunya tidak mau membelanya sama sekali.

"Ini sudah larut, baiknya kalian pulang. Besok biar saya yang bawa pergi dia dari sini. Saya janji," jelas salah satu orang yang di segani di kampung itu.

Semua warga bubar sambil menggerutu, begitu juga dengan pak RT, entah kabar dari mana hingga mereka mengetahui kalau Mora sedang hamil. Gadis belia itu hanya diam saat bibik dan pamannya bertanya bahkan memukulinya. Karena memang ia benar-benar tidak tahu dan harus berkata apa tentang kejadian yang menimpa dirinya.

Suasana malam begitu dingin mencekam, sedingin hati wanita yang hidupnya kini benar-benar hancur. Dia hanya diam di atas ranjang usang mendiang neneknya, menyentuh dada yang kian terasa nyeri. Tidakkah ada sedikit rasa iba pada manusia yang menganggap manusia lain pendosa. Seakan mereka manusia suci tanpa dosa.

Kicauan burung membangunkan Mora dari tidurnya, menyentuh kepalanya yang terasa begitu berat. Meraba apa yang bisa menuntunnya menuju kamar mandi, bergegas membersihkan diri. Sesuai janji, dia akan pergi hari ini.

"Mora. Buruan, udah di tungguin Bu RT sama Pak RT tuh." Sepupunya - Rahma yang berambut keriting itu berteriak.

"Iya," jawabnya lirih, sambil keluar dari dalam kamar mandi lalu menuju kamarnya.

"Baju kamu udah di masukin sama Kak Rukmi tu kedalam tas," kata Rahma dengan nada kesal. Jelas dia kesal, jika Mora pergi maka pekerjaan rumah dia dan kakaknya yang harus mengerjakan.

"Lagian ya. Harusnya kamu itu ga usah jual diri segala, gini kan kami yang malu. Udah buta belagu lagi," ucap Rukmi yang berada di kamar Mora mengemasi bajunya. Ingin menyaksikan kepergian sepupunya untuk yang terakhir kalinya.

Kata-kata kakak beradik itu bagaikan tombak yang menghujam jantung Mora, tak ada niat dalam hatinya sama sekali untuk membalas perkataan mereka, saat ini Mora lemah, hanya gadis buta dan tidak berdaya.

Tidak ada kata perpisahan yang baik atau sekedar untuk uang jajan yang mereka berikan untuk gadis malang itu, Laras bibiknya malah menatap jijik tak ubahnya seperti menatap seekor anjing. Bu RT mengelus rambut lurus Mora dengan lembut, ada raut wajah kesedihan di wajah wanita paruh baya itu, menatap nanar kearah Mora yang diam pasrah di perlakukan buruk.

Dunia tidak adil bukan?

Dunia selalu berpihak pada mereka yang berkuasa, terlebih pada manusia serakah. Sudah hukumnya begitu, yang miskin selalu tertindas.

___

Matahari sudah meninggi tepat di ubun-ubun, pak RT dan Bu RT sudah berada di kota mengantarkan Mora. Tidak, tepatnya mengusirnya dengan cara halus.

"Makan dulu yuk!" Ajak Bu Aya sebagai Bu RT. Menuntun Mora menyebrangi jalan, Mora menurut tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.

"Nanti kamu ibu tinggal di rumah saudara ibu, kamu bisa bantu-bantu di sana, dia punya toko baju," jelas bu Aya menatap sendu kearah gadis belia yang sedang menyantap makanannya antusias, Mora dari tadi pagi tidak makan satu butir nasi pun. Perlakuan bibinya akan ia ingat sampai kapan pun. Mora mengangguk tanda setuju, gadis itu bersyukur masih ada pemimpin baik di antara pemimpin yang tak adil sekarang ini.

"Jaga kesehatan kamu, nanti kalau ada apa-apa sama kamu. Suruh saja saudara ibu itu buat hubungin ibu ya, Nak? Insha-Allah ibu akan datang," lanjut bu Aya dengan penuh kasih sayang. Terpancar jelas ada kasih sayang yang mendalam sebagai seorang ibu yang tulus pada diri wanita paruh baya itu.

"Iya, terimakasih Ibu sudah begitu baik sama saya," tuturnya. Sementara pak RT hanya diam, menyimak saja apa yang dikatakan istrinya. Rasa iba juga terpancar jelas pada dirinya.

Suasana di kota begitu ramai banyak lalu lalang pengendara terlihat begitu padat, Mora yang tak terbiasa dengan kehidupan kota membuat dirinya merasa aneh berada di sini. Pak RT melajukan mobilnya Kemabli menuju kediaman keluarga istrinya, tak butuh waktu lama mereka sampai di sana, menjelaskan apa yang terjadi pada Mora sampai Mora di usir dari kampung tempatnya tinggal, sang pemilik rumah hanya mengangguk-anggukkan kepalanya sebagai tanda menyimak dengan baik.

Sepertinya keluarga bu Aya juga sedikit tidak suka dengan kedatangan Mora, jelas tidak suka, karena Mora buta. Sudah pasti hal yang dilakukan oleh Mora terbatasi mengingat keadaannya yang seperti itu.

Bu Aya pamit pulang, meninggalkan Mora di rumah keluarganya yang terbilang kaya. di rumah mewah yang di tempati empat orang. Deru mesin kendaraan pak RT meninggalkan halaman rumah Rani, saudara Bu Aya.

Manik mata cokelat itu menatap sinis pada gadis belia yang ada di hadapannya saat ini. Rani ragu jika Mora bisa mengerjakan pekerjaan rumah, Rani takut jika Mora hanya numpang makan di rumahnya saja.

"Menyebalkan," gerutunya. Bagaimana tidak, jika tadi dia menolak Mora untuk tinggal bersamanya, maka akan hilang rasa hormat dan rasa dermawan yang selama ini sudah payah ia bangun.

"Buktikan sama saya jika kamu bisa seperti yang Aya katakan tadi," kata Rani sambil menyeret tangan Mora menuju kamar yang akan dia tempati.

Dunia keras, siapa kuat dia akan bertahan, maka yang lemah akan kalah. Seperti gadis belia yang lemah saat ini mengalah demi kemenangan hari esok yang mungkin akan ia renggut paksa dari orang yang merasa dirinya hebat.

Bersambung....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!