Delisha enggan menolehkan pandangannya, dia takut melihat wajah Izyan. Dia belum mampu menyesuaikan diri setelah kejadian tadi. Perlakuan manis sering didapatkan Delisha, tetapi Izyan terasa berbeda. Sebelumnya, Delisha tidak pernah menganggap teman SMP laki-lakinya sebagai Pria, bahkan sahabat laki-lakinya dianggap saudara oleh Delisha. Bukan berarti Delisha mengganggap mereka wanita. Teman dan saudara adalah label yang cocok di mata Delisha. Wajar saja dia merasa gila dan berniat menghilang sebentar dari pandangan Izyan.
Sebelum masuk kelas Delisha mengetuk pintu dahulu. "Selamat pagi, Bu."
Pelajaran pertama diisi dengan matematika, wanita berseragam batik putih menghentikan kegiatan mengajar. Menolehkan pandangannya ke arah Delisha. "Iya, Pagi. Kamu Delisha yang tadi upacara, 'kan?"
"Iya, Bu .... Maaf, saya baru masuk kelas dan memakai seragam olahraga," sahut Delisha dengan lembut.
Bu guru matematika di hadapan Delisha tidaklah segalak itu. Murah senyum dan penuh perhatian, apalagi sekarang berbadan dua. Walaupun begitu, Bu Syasya akan menelan jiwamu jika tidak mengumpulkan tugas sesuai hari pengumpulan tugas.
"Iya, tidak apa-apa. Kamu telat 15 menit saja dan temanmu juga telah menceritakan semuanya. Silakan kamu duduk di bangkumu," balas bu Syasya dengan lembut.
Sebelum berjalan ke arah bangkunya, Delisha bersalaman dengan bu Syasya. Mengecup telapak tangan yang lembut, seperti umi tercinta. Setelah Delisha duduk di bangkunya, pelajaran matematika berjalan kembali dengan lancar.
Hening, mulut para siswa mengalah untuk bersuara. Tiada yang menyia-nyiakan waktu untuk menyerap ilmu bu Syasya. Metode mengajar bu Syasya begitu sopan masuk ke telinga. Rasa kantuk tidak akan laku di kelas, bahkan suara bel perpindahan antara pelajaran satu ke pelajaran lainnya mereka abaikan demi bu Syasya.
Mata bu Syasya melirik ke jam tangannya, terlihat jarum jam sudah menempati pukul delapan. "Tugas hari ini segera dikumpulkan ke meja ibu sekarang atau dikumpulkan besok saja, ya."
"Bagaimana enaknya anak-anak?" tanya Bu Syasya menawarkan kelonggaran waktu untuk mereka.
Sontak semua siswa menyoraki bu Syasya dengan, "Besok saja, Bu."
"Baiklah, sampai jumpa anak-anak. Jangan lupa kalian kumpulkan besok, ya!" Bu Syasya pergi meninggalkan kelas Delisha untuk mengajar ke kelas lain sesuai jadwal.
"Iya, Bu. Hati-hati di jalan!" sorak Delisha dengan lembut.
"Delisha! Apa kamu nanti mau makan ke kantin bersama?" tanya Farah yang tidak sengaja mengagetkan Delisha.
Delisha baru saja hendak memikirkan cara untuk mengembalikan jas OSIS milik Izyan. "A-apa ... iya, aku ikut, tapi aku beli minuman saja."
Qonita yang menyadari Delisha beberapa hari ini sering melamun. Tiba-tiba mendapatkan ide untuk melunakkan hatinya. Dia menyandar di bahu Delisha sambil mengusap perlahan punggungnya. "Delisha, kalau ada yang ingin kamu luapkan pada kita. Lakukan saja, jangan kamu tahan."
"Aku tidak apa-apa, Qonita. Aku hanya memikirkan cara untuk mengembalikan jas Kak Izyan," sanggah Delisha dengan lembut.
"Bukankah kamu pulang bersama Kak Izyan?" sahut Farah dengan pelan, takut teman sekelasnya tahu fakta mengejutkan ini.
Setelah kejadian kecoa terbang dan untuk pertama kalinya Izyan mengantar pulang Delisha ke rumahnya. Melihat jarak antara rumah Delisha dan sekolah, Izyan merasa iba. Mulut Izyan memberanikan diri melontarkan penawaran. Awalnya Delisha menolak, tetapi Izyan menyakinkan Delisha dengan janji manisnya.
Izyan menjanjikan Delisha untuk mengantarnya pulang tepat waktu, setidaknya terlambat sampai 45 menit saja. Tidak akan mengajak Delisha ke tempat selain rumahnya, kecuali Delisha menyetujui permintaan Izyan. Terakhir, Izyan tidak akan mencoba untuk menyentuh atau mengajak berbicara, kecuali hal penting dan darurat.
"Farah! Jangan katakan hal itu di sini," bisik Delisha, dia takut akan ada rumor yang menyulitkan dia bersekolah dengan tenang.
Qonita berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Farah-Farah, Delisha sudah mengingatkan berkali-kali supaya menjaga lisan kita."
"Iya, maaf. Aku tidak sengaja keceplosan." Farah menundukkan kepala mengakui kesalahannya.
"Ngomong-ngomong, lebih baik kita berkeliling lorong sekolah, Yuk!" ajak Farah melanggar peraturan sekolah.
"Belum waktunya istirahat, Farah!" tolak Delisha.
"Eh, tapi memang pelajaran selanjutnya jam kosong, Delisha," sela Qonita.
"Masa, sih?" Delisha mengaktifkan ponselnya untuk mengecek pemberitahuan.
Farah dengan cepat menunjukkan ponselnya yang menampilkan pemberitahuan. "Lihatlah, Delisha! Pak Hamim menyuruh kita membentuk kelompok berisikan tiga orang. Tugasnya kita disuruh menghafal surah pendek yang telah ditentukan."
"Jadi, apakah kita akan belajar menghafal bersama sekarang atau pergi keluar berkeliling lorong sekolah?" tanya Qonita meminta kepastian kedua sahabatnya.
"Kalau aku pribadi ingin keluar, kamu tahu sendiri untuk mendapatkan makanan kesukaanku di kantin selalu berebutan," sahut Farah dengan cepat.
"Bagaimana denganmu, Delisha?" tanya Qonita.
"Aku juga bingung, menghafal sendiri di rumah cukup mudah. Namun, aku takut tidak cukup waktunya," sahut Delisha dengan lembut.
"Bagaimana denganmu, Qonita?" sambung Delisha.
"Aku pun tidak keberatan untuk menghafal sendiri di rumah. Jadi, lebih baik kita usahakan Farah mendapatkan makanan kesukaannya," sahut Qonita sambil tertawa kecil.
"Iya, kasihan sahabat manis kita ini. Sudah ketiga kalinya tidak mendapatkan makanan kesukaannya," imbuh Delisha sambil tertawa kecil.
"Kalian ini!"-Farah memeluk kedua sahabatnya-"terima kasih, ya."
Mereka bertiga dengan berani keluar ruang kelas untuk berkeliling lorong sekolah. Tujuan utama mereka hanyalah sebuah makanan kesukaan Farah. Tentu saja tidak mudah, mereka harus mengakali semua guru yang berpapasan dengan mereka. Begitu pun dengan Izyan, bertingkah seperti seorang maling yang takut ketahuan membuat Delisha dalam masalah. Dia tidak sadar dengan sesuatu di depannya.
"Aduh! Maaf, aku tidak ...." ucapan Delisha terhenti.
Izyan tersenyum ketika Delisha tanpa sengaja menabrak dirinya. Dengan demikian, izyan menang taruhan.
Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat yang begitu menenangkan. Apa kamu mau, Delisha? tawar Izyan.
Boleh, tapi aku ingin mengajakmu bertaruh, Kak, tantang Delisha.
Apa taruhan itu melibatkan uang? Jika begitu, aku tidak mau, balas Izyan.
Tidak! Taruhan ini tentang kecerobohan, jika aku atau kakak melakukan kecerobohan dalam hal apapun. Berarti dia kalah, sahut Delisha.
"Aku menang, Delisha!" seru Izyan.
...****************...
"Begitulah cerita di balik puisi kedua. Mungkin, alasan judul puisinya 'Lorong Kelas Pembawa Cinta', sebab semua kejadian itu berlangsung di lorong," jelas Delisha.
"Setuju, Umi. Aba menuliskan judul sesuai dengan dua kejadian. Aba berlarian mencarikan payung biru untuk Umi dan kecerobohan Umi menabrak aba," balas Raissyah menyetujui perkataan Delisha.
Rio hanya diam saja, dia bingung. Memang belum waktunya Rio mengerti tentang percintaan, tetapi Rio suka mendengarkan neneknya bercerita.
"Lanjutkan lagi, Nek," pinta Rio dengan suara menggemaskan.
"Iya, Umi. Aku penasaran dengan kelanjutan cerita Umi," imbuh Raissyah.
"Baiklah, akanku ceritakan tentang puisi ketiga," balas Delisha mengindahkan permintaan cucu dan menantunya.
Delisha membalikkan lembar usang ke halaman berikutnya. Terlihat sebuah puisi yang berjudul 'Menang Taruhan' dengan hari dan tanggal di sampingnya Senin, 27 Desember 2010. Delisha mengindahkan larik demi larik sajak itu. Kilasan peristiwa, kenangan bersama Izyan, berlarian di sabana. Melupakan pilu untuk sementara, tawa Delisha begitu lepas hingga takut terlepas.
Merayu untuk menolak
Memaksa dua bunga ikut bepergian
Tiada lebih bijaksana dari dua bunga
Mengikat tali pada lengan kita
Mengancam orang lugu menikam jiwa
Bidadari pun tunduk jua
Muram tergantikan tawa
Begitu lepas sampai hujan tiba
Menang taruhan begitu mengasyikkan
Menyaksikan pertunjukan bidadari berlarian
Membawa tawa menyala terang
Aku takut padam, jika pulang
...****************...
"Kak Izyan!" teriak Delisha menghentikan Izyan yang melebihi batasnya.
"Kamu harus menepati janjimu, Delisha!" Izyan menarik paksa Delisha untuk masuk ke mobilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments