Senin, Makhluk Kecil Pembawa Berkah

Delisha, wanita paruh baya itu pun membalikkan lembar usang ke halaman berikutnya. Tentu saja sang pujaan hati menyulam kata pengantar dengan manis, khusus untuk dia. Jemari halus Delisha yang termakan angka, tanpa sadar mengusap kertas usang buku catatan di tangannya. Lisan tidak lagi bersuara, untuk sementara perannya digantikan mata dan hatinya. Bergerak ke sana kemari sambil mencerna dalam diam, tanpa menyertakan duka.

'Puji dan Syukur selalu ku panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab menjodohkan aku dengan bidadari surga, Delisha. Buku catatan ini, memuat perjalanan hidupku dengan dirinya. Kisah tentang seorang pria yang ditakdirkan bersua dengan bidadari surga hingga membuahkan buah hati tercinta, Kaivan Arion Charagh. Namun, aku tahu setiap tali yang mengikat pasti akan ada kalanya terlepas. Maka dari itu, alasan kutulis catatan ini supaya selalu mengingat perjalanan kisah yang tidak semudah orang lain pikirkan tentang kita.

Aku harap, kamu mengingat semua surat yang pernah kukirim dahulu. Aku yakin, bidadariku pasti menyimpan dengan benar semua kenangan tentangku. Namun, jika aku pergi terlebih dahulu. Tolong genggam erat ikhlas yang membara itu. Jika kamu kesulitan melepas aku, kumohon jangan terlalu lama larut dalam pilu. Bacalah buku ini supaya dirimu mampu menggenggam ikhlas, Sayangku.'

Rio memang anak pintar, melihat neneknya terdiam tidak membuatnya marah memburu. Dengan perlahan dia mengusap pipi neneknya supaya tidak larut dalam pilu. "Nenek, jangan suka melamun. Kata Abi, 'Lio kalau suka melamun nanti diganggu hantu.'. Jadi, nenek jangan suka melamun! bial gak diganggu hantu."

Delisha menyambut celotehan cucunya dengan tawa riang bersama dengan Raissyah. Dengan gemas dia memegang dagu dan memainkan pipi cucunya. "Ucapan cucu nenek ini memang benar, maaf dan terima kasih telah mengingatkan Nenek, Rio."

"Rio ini memang mirip dengan Abanya, Umi," puji Raissyah.

"Kemarin saja, mereka berdua ketakutan dengan kecoa lalu lari di belakangku untuk bersembunyi," sambung Raissyah sambil tertawa kecil.

Delisha berdecak-decak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Astaga, Nenek pikir cucu nenek berbeda dengan Abamu dan Kakek."

Rio menahan malu dengan cara menutupi dirinya dengan bantal milik Delisha. "Lio takut kecoa kalau telbang saja, Nenek! "

"Aku baru tahu kalau Aba Izyan pun takut kecoa, Umi," timpal Raissyah, dia baru tahu kalau mertuanya takut dengan kecoa.

"Iya, bahkan kecoa itu membawa berkah untuk, Umi," sahut Delisha menahan tawa.

Cucu dan menantunya bingung dengan perkataan Delisha yang menganggap kecoa membawa berkah. "Bagaimana ceritanya kecoa dapat membawa berkah untuk, Umi?"

Delisha tersenyum sambil memikirkan mulai dari mana dia menjelaskan. "Nanti Umi ceritakan, sekarang kita balik lembaran buku catatan ke halaman berikutnya, ya."

Cucu dan menantunya menganggukkan kepala tanda menuruti ajakan Delisha. Dengan perlahan telunjuk Delisha membalikkan lembar usang ke halaman berikutnya.Terlihat ada tujuh bab dalam daftar isi, Senin hingga Minggu masing-masing beranak delapan.

"Banyak sekali judul puisinya, Umi. Totalnya 56, tapi kenapa ada judul yang kembar?" sela Raissyah kala mengintip daftar isi buku itu.

Delisha baru menyadari jika ada 5 puisi dengan judul yang sama. "Kira-kira, apa maksud dari 'Tinta yang Hilang' dan kenapa ada lima judul yang kembar?"

Delisha dan menantunya termenung sejenak memikirkan makna yang disembunyikan Izyan. Berbeda dengan Rio yang tampak ingin segera mendengarkan cerita. "Kenapa Nenek dan Umi diam saja? Jangan diam saja, Lio ingin mendengar celita dari Nenek."

"Iya, Rio,"-Delisha membalikkan lembar usang ke halaman berikutnya-"maaf, tadi Nenek memikirkan sesuatu."

"Maafkan Umi juga, ya, Rio." Raissyah mengusap rambut anaknya dengan lembut.

"Umi, judul puisi dan ilustrasi ini,"-Raissyah mendekatkan pandangannya demi memastikan apa yang dilihatnya-"bukankah ini gambar kecoa?"

Aku pikir kamu melupakan cara kita bersua, Izyan, batin Delisha dengan bulan sabit bersinar terang.

"Iya, benar. Begitulah cara kita bersua," sahut Delisha dengan lembut.

Cucu dan menantunya bersorak meriah, sebab tidak sabar mendengarkan makna tersirat dari puisi pertama berjudul 'Pahlawanku' dengan hari dan tanggal di sampingnya Senin, 7Juni 2010. Delisha mengindahkan larik demi larik sajak itu. Kilasan peristiwa, kenangan bersama Izyan, Ketua OSIS yang takut dengan kecoa.

Makian dan serapah keluar dengan mudah

Monster buas memburu makhluk tak berdosa

Sutradara mengirim bala bantuan

Memusnahkan tanpa berperikemanusiaan

Wanita bertudung putih layak dipanggil bidadari

Seorang diri membabat habis penyusup negeri

Menunduk demi menghormati

Begitu anggun pahlawan ini

"Apa kalian siap mendengarkan cerita pertama?" tanya Delisha dengan lembut.

"Siap," sahut Rio dan uminya dengan lantang.

"Baiklah, akanku ceritakan kisah di balik puisi pembuka." Delisha membetulkan posisi duduknya dan mulai bercerita.

...****************...

"Kecoa!" teriak Ketua OSIS yang dianggap semua orang, raja dingin dari Kota Batu.

Semua orang berlalu-lalang menyelamatkan diri dari segerombolan kecoa terbang. Ada satu siswi yang terlihat anggun dari awal acara perkenalan siswa baru, tetapi berubah pesat menjadi pemburu kecoa terbang. Satu per satu kecoa berhasil ditaklukkan hingga tersisa satu yang bernafsu memangsa kakak kelas. Ketua OSIS diburu kecoa terbang, dengan lincah ke sana kemari menghindari sergapan. Adik kelas dan teman sebayanya tidak ada yang membantu, kecuali siswi anggun pemburu kecoa terbang.

Sudah terpojok, kecoa tinggal mengepakkan sayapnya beberapa kali untuk memangsa Ketua OSIS. Namun, dia tidak menyangka adik kelas bertudung putih dengan sigap menebasnya.

"Kena!" sorak siswi bertudung putih berhasil menaklukkan kecoa yang terakhir dengan bermodalkan binder. Memanfaatkan fungsinya sehingga menyerupai tumbuhan Venus Flytrap.

Ketua OSIS hendak berterima kasih, tetapi dia baru sadar kalau semua kecoa itu dalam kantong plastik yang tersembunyi. Berinisiatif melarikan diri, tetapi langkah kakinya terhenti. Kedua rekannya sekaligus sahabat terbaiknya menghalangi.

"Ayo ucapkan terima kasih padanya, Do!" perintah salah satu sahabat Ketua OSIS.

"Woy, lepaskan tangan kalian!" Ketua OSIS memberontak dengan beringas, sebab dia marah karena merasa dipermalukan kedua sahabatnya.

Siswi bertudung putih mendekat ke arah Ketua OSIS sambil membawa binder yang penuh dengan kecoa. "Jangan takut, Kak. Semua kecoa ini sudah pasti sekarat, bahkan mungkin ada beberapa kecoa sudah menjemput ajal mereka."

Ketua OSIS tampak meredakan amarahnya, lalu mengulurkan tangan untuk berkenalan dengan adik kelas yang telah menyelamatkan dirinya. "Terima kasih dan maaf, aku pikir kamu akan menakuti aku dengan kecoa dalam bindermu."

"Tenang, Kak. Kecoa dalam binderku telah terpengaruh cairan yang aku racik sendiri untuk membasmi para serangga yang menggangu aku dan orang sekitar," Siswi bertudung putih dengan sigap menjabat tangan Ketua OSIS.

"Perkenalkan, aku Izyan Prana," ungkap Izyan dengan tegas berwibawa walaupun faktanya takut dengan makhluk kecil yang mudah ditaklukkan.

"Salam kenal, Kak. Aku Delisha Saqeena Aghraini dari SMP purnama," balas Delisha dengan bulan sabit bersinar terang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!