Tubuh Delisha membeku, dia teringat dengan kilasan peristiwa yang lalu. Mengantarkan sukma pada pilu hingga pertahanan mata runtuh. Air suci turun bersama derasnya badai biru. Semua lisan meneriaki Delisha yang tercebur dalam sendu.
"Ayo berteduh, Delisha!" teriak kedua sahabat Delisha disertai warga sekolah lainnya.
Para guru berhamburan mencari alat peneduh untuk Delisha yang terlihat mengalami serangan panik. Izyan dengan cepat berlarian di lorong kelas demi sebuah payung biru. Dia teringat membawa payung lipat dalam tas bahu. Tubuh Izyan begitu cekatan, kini sudah di hadapan Delisha yang tertunduk lesu. Enggan berbicara, Delisha hanya tahu caranya bernyanyi lagu sendu.
"Apa kamu baik-baik saja, Delisha?" Izyan membungkukkan badan berhadapan dengan Delisha.
"A-aku ...." Delisha tidak mampu mengendalikan suara, mulutnya menggigil kedinginan karena badai biru.
Tiada yang menyangka, Izyan secara tiba-tiba melepaskan jas OSIS. Dengan perlahan dia memakaikan jas itu pada tubuh Delisha yang basah kehujanan. Seketika seluruh warga sekolah bersorak. Mata saling bertemu membuat Delisha bangkit dari pilu. Sorakan kian menggebu kala lengan berurat Izyan mencegah Delisha terjatuh.
"Ma-maaf, Kak," pekik Delisha, "terima kasih, tapi sebaiknya Kak Izyan pakai lagi jasnya."
"Ka-kamu pakai saja ... kamu lebih membutuhkannya daripada aku," balas Izyan canggung.
"Ayo, kita pergi dari sini!" ajak Izyan dengan lembut.
Delisha menuruti ajakan Izyan, berjalan bertatih-tatih menuju lorong kelas. Dua sahabat Izyan mengerti tugasnya, mengosongkan lorong kelas demi Delisha. Begitu pun dengan Farah dan Qonita, dengan sigap menuntun Delisha yang terkulai lemas. Berjalan bersama menuju ruang UKS sekolah.
"Kenapa tadi kamu melamun, Delisha?" Farah menempelkan tangannya ke dahi Delisha untuk mengecek suhu tubuhnya.
"Kalau ada masalah luapkan kepada kita saja, Delisha," saran Qonita dengan lembut, "bagaimana suhu tubuhnya, Farah?"
Farah menggelengkan kepalanya. "Suhu tubuh Delisha naik, mungkin pengaruh dari derasnya air hujan dan seragam Delisha yang basah kuyup."
"Apa kamu membawa seragam olahraga Delisha?" tanya Qonita memastikan Delisha tidak lupa membawa seragam olahraga.
Delisha tersenyum mendengar perhatian yang disuguhkan kedua sahabatnya. "Sebenarnya, aku takut dengan suara petir yang menggelegar."
"Tenang, aku membawa seragam olahraga, kok. Terima kasih dan maaf telah merepotkan kalian," sambung Delisha dengan sangat lembut, sebab tubuhnya kedinginan walaupun memakai jas OSIS milik Izyan.
Farah dan Qonita kompak menghela napas lega setelah mendengar perkataan Delisha. Mereka berdua sempat berpikir jika Delisha banyak pikiran. Walaupun begitu, keduanya merasa gagal melindungi Delisha dari hal yang ditakutinya.
"Syukurlah, Delisha. Maaf, aku tadi tidak peka," balas Farah dengan lesu.
"Iya, Delisha. Maafkan kami yang gagal melindungimu," imbuh Qonita dengan lembut.
"Kalian tidak salah!" pekik Delisha, "aku saja yang lemah, mendengar suara petir saja badanku rasanya lemas ketakutan."
Farah menyela dengan membara, "Jangan mengatakan kamu lemah, Delisha. Setiap orang pasti punya ketakutan akan suatu hal."
"Perkataan Farah benar, Delisha. Contohnya, Kak Izyan yang takut pada kecoa terbang," imbuh Qonita dengan cepat.
Delisha mengindahkan perkataan kedua sahabatnya. Perlahan menutup luka yang tidak sengaja terbuka. Menggantikan pilu dengan tawa yang akan dia undang segera. "Kalau begitu, apa ketakutan kalian?"
Farah dan Qonita diam sejenak, mereka menimang ketakutan yang layak untuk diungkapkan.
"Aku takut dengan ulat," balas Qonita memasang wajah ketakutan.
"Aku takut dengan kepergian kedua orang tuaku," balas Farah dengan lembut.
Tiba-tiba, mereka dikagetkan dengan kehadiran Izyan di belakang mereka. "Bagaimana dengan keadaan, Delisha?"
Tentu saja Delisha beserta kedua sahabatnya spontan berteriak. Menolehkan pandangan ke arah sumber suara yang mengagetkan. Qonita sudah siap melempar makian, "Dasar bodoh! Kenapa Kak Izyan mengagetkan kami?"
"Eh, maaf-maaf. Aku pikir kalian tidak akan kaget," sesal Izyan dengan lembut.
"Bagaimana mungkin kami tidak akan kaget? Kak Izyan saja tiba-tiba di belakang kami bertiga," sambung Farah dengan kesal.
Delisha dengan cepat menenangkan kedua sahabatnya yang tersulut emosi. "Sudah, jangan marah Farah, Qonita. Kak Izyan sudah mengucapkan maaf tuh."
Farah dan Qonita langsung mereda, seperti anak yang ditenangkan ibunda tercinta. Izyan tersenyum tipis melihat Delisha membelanya, tanpa sadar merangkai kalimat kagum untuk Delisha. Delisha tampak seperti seorang ibu, apa dia mau menjadi ratuku? Eh, apa yang baru saja aku ucapkan?
"Oh, Iya. Aku belum ke UKS, Kak. Walaupun begitu, badanku terasa mendingan setelah melihat dan mendengar perhatian kedua sahabatku ini. Dua potongan jiwaku yang begitu jelita," Ungkap Delisha membuyarkan lamunan Izyan.
Farah dan Qonita tertawa kecil mendengar Delisha mengucapkan kalimat cukup manis bagi mereka.
"Kalau begitu, segera ke UKS Delisha. Pelajaran pertama akan segera dimulai," usul Izyan dengan tegas.
Mereka berempat saling berpamitan untuk berpisah. Delisha dan kedua sahabatnya jelas pergi ke UKS sekolah, sedangkan Izyan pergi menuju kelasnya. Sesampainya di ruang UKS, petugas UKS menyambut ramah. Menyuruh Delisha berbaring di ranjang yang tersedia untuk diperiksa kesehatannya. Setelah itu, Delisha disuguhkan teh hangat dan sepotong roti panggang.
Dengan lahap Delisha menyantap hidangan yang ada di hadapannya. Petugas UKS itu begitu baik memperlakukan Delisha. Melihat Delisha selesai dengan hidangannya, dia menyerahkan obat sesuai hasil pemeriksaan.
"Terima kasih, Bu,"-Delisha menerima obat dari petugas UKS-"apa setelah ini aku boleh kembali ke kelas, Bu?"
"Iya, kamu boleh kembali kelasmu,"-ibu petugas UKS menunduk untuk melihat nama yang tertera pada atribut seragam Delisha-"Delisha kelas 10 IPA 2."
"Iya, Bu. Saya Delisha dari kelas 10 IPA 2," sahut Delisha dengan lembut.
"Terima kasih, Bu. Saya pamit kembali ke kelas." Delisha bersalaman dengan petugas UKS, bergegas kembali ke kelas.
Farah dan Qonita sudah kembali ke kelas terlebih dahulu. Bukan berarti mereka tidak peduli dengan keadaan Delisha. Hanya saja, ibu petugas UKS menyuruh mereka kembali ke kelas. Delisha pun menyarankan mereka untuk kembali dan membantunya mengumpulkan tugas yang ada dalam tas Delisha. Mereka berdua pun tidak lupa membawakan Delisha seragam olahraga.
Berjalan sendirian memakai seragam olahraga di lorong kelas membuat Delisha menjadi sorotan. Sopan santunnya tidak perlu diragukan, selalu menunduk kala berpapasan dengan mereka yang lebih tua. Namun, tidak dengan mata yang menangkap bayangan Izyan. Enggan bertegur sapa, Delisha tersipu malu. Dia teringat kejadian di bawah payung biru. Kaki yang kaku tanpa sadar bertambah laju.
Izyan mengintip dari jendela, penasaran dengan suara langkah kaki yang baru saja melewati kelasnya ternyata Delisha. Izyan spontan menyapa, "Delisha!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments