AKU BUKAN PELAKOR, MBAK!
POV author.
Plak
Plak
Plak
Panas dan perih menjalari wajah Shireen saat seorang wanita cantik dengan rambut terurai datang ke hadapannya yang tengah bersantai di sebuah kafe.
"Apa apaan ini?" sentak Shireen tak terima, wajahnya terasa kebas ini akibat tamparan wanita yang tak di kenalnya itu, dan parahnya lagi karna hal itu kini semua mata pengunjung yang ada di sana mengarah padanya, membuatnya malu setengah mati.
"Hah? Apa katamu?" wanita di depan Shireen memutar bola matanya jengah, ingin sekali Shireen menjambak bibirnya yang merah merona itu jika saja tak ada banyak orang di sana.
"Kamu! Wanita murahan yang sudah merebut suamiku! Dasar pelakor kamu!"
Plak
Satu tamparan lagi mendarat di pipi Shireen yang sudah memerah, Shireen terduduk di kursi sembari memegangi pipinya. Dadanya naik turun menahan amarah yang meletup letup hingga ke ubun-ubun.
"Hei! Kalian semua!" Wanita itu memanggil seluruh pengunjung kafe sampai semuanya mengerumuni mereka, wajahnya tampak puas melihat kondisi Shireen saat ini.
"Lihat lah wanita ini! Jangan tertipu dengan penampilannya yang alim dan tertutup ini. Karna dia adalah wanita murahan yang sudah merebut SUAMIKU! SUAMIKU! Mereka bahkan sudah menikah tanpa izin dariku sebagai istri sah nya! Wanita ini, wanita hi na ini dia PELAKOR!"
Berang, Shireen bangkit dan mengangkat tangannya tinggi tinggi sebelum akhirnya menjatuhkan satu pukulan telak ke wajah wanita yang sejak tadi mengatainya pelakor itu.
"AKU BUKAN PELAKOR, MBAK!" pekiknya marah.
Gubrak
Wanita yang sejak tadi berkoar-koar tentang Shireen jatuh tersungkur setelah mendapatkan satu tamparan balasan dari Shireen. Tak perlu berkali-kali mendaratkan tangannya yang mulus ke wajah wanita itu, nyatanya wanita itu langsung diam tak berkutik hanya dengan satu tamparan keras dari Shireen.
Shireen mengusap usap tangannya yang baru saja menampar wanita itu, di dekatinya lagi wanita yang terduduk lemas itu dengan amarah yang menggebu, di tariknya dagunya dan di dongakkan wajah cantik yang kini tampak mengecap lima jarinya itu ke atas, tampak kabut mulai memenuhi kelopak mata wanita cantik itu.
"Dengar ya, Mbak! Aku tidak kenal siapa, mbak. Dan aku juga tidak kenal siapa suami mbak, jadi tolong berhentilah mengatakan aku pelakor. Aku bukan pelakor!" marah Shireen dengan mata berkilat marah.
Wanita itu hanya diam, bahkan saat Shireen akhirnya melepas cengkramannya di dagu wanita itu dengan kasar, wanita itu masih diam.
"Huuuuu! Orang nggak kenal kok main tuduh aja sih. Nggak malu."
"Lain kali lihat lihat dulu, mbak kalau mau nuduh orang ,malu sendiri kan jadinya."
"Ih amiit amit kalau aku begitu sih, masalah nggak selesai, makin malu iya."
Suara suara sumbang orang orang yang menonton kejadian di kafe itu langsung berdengung seperti lebah yang keluar dari sarangnya dan membubarkan diri meninggalkan tempat kejadian perkara.
Demikian pula dengan Shireen yang tak menyangka akan mendapat serangan asing di kala me time nya sore itu.
****
Sesampainya di rumah.
"Assalamualaikum," ucap Shireen sembari membuka pintu rumah bercat putih yang setengah tertutup itu, dari dalam terdengar suara tertawa sang anak yang begitu nyaring.
"Waalaikumsalam, yeeeyyy bunda pulang!" seru seorang bocah berumur empat tahun yang merupakan anak kandung Shireen, buah hatinya dengan sang suami, Hamdan.
Shireen menyambut tubuh yang mulai gembul itu dengan suka cita, di bawanya bocah laki laki gembul itu ke dalam pelukan dan menghujaninya dengan ciuman. Entahlah ,rasanya bertemu dan memeluk putra semata wayangnya itu bisa membuat semua masalah dan rasa lelahnya sirna seketika.
"Loh? Sayang, kok sudah pulang? Memangnya sudah me time nya?"
Dan ini, Hamdan. Lelaki yang sudah menemani Shireen selama lima tahun belakangan, lelaki baik hati, pekerja keras juga penuh pengertian yang begitu mencintai keluarga kecilnya itu.
Shireen mengulas senyum , menurunkan Gala, putra mereka ke lantai dan menyambut uluran tangan suaminya sebelum menciumnya takdzim.
"Bosan, Mas jalan jalan sendirian ternyata lebih enak sama kamu dan gala kalau jalan jalan." Shireen berusaha menutupi kegusarannya dengan senyuman.
Hamdan pun mengangguk samar lalu kembali mengajak putra mereka untuk kembali ke ruang tengah, dimana mereka sejak tadi bermain bersama sambil menonton tv.
Yah, ini hari Minggu. Dan seperti minggu minggu lainnya yang selalu mereka lewati, hari ini harusnya menjadi hari bersantai bagi Shireen, berjalan jalan menikmati apa yang dia suka dan melakukan apapun yang di inginkannya. Sedang Gala, putra mereka akan di jaga seharian penuh oleh sang suami, semua itu juga atas permintaan suaminya yang selalu ingin mental istrinya sehat dan bahagia. Istri mana yang tidak bahagia mendapat suami sepengertian Hamdan, bukan?
Shireen masuk ke kamar, sedang suami dan anaknya kembali terdengar sibuk bermain bersama. Shireen tak perlu takut sang anak tak terurus karab sejak lahir, Hamdan sudah demikian mencintai anaknya dan tak pernah segan menolongnya mengurus sang anak, walau itu termasuk membersihkan kotorannya sekalipun. Sungguh, Shireen selalu merasa beruntung mendapatkan suami seperti Hamdan. Lelaki baik yang di kenalnya di sebuah mall saat Hamdan masih menjadi seorang cleaning servis.
Tok
Tok
Tok
Shireen tersentak saat mendengar pintu kamarnya di ketuk, matanya yang entah sejak kapan terpejam kini mengerjab membuka walau masih terasa berat dan lengket.
Tok
Tok
Tok
"Bun? Kamu tidur?" suara Hamdan terdengar begitu lembut membelai telinga Shireen, wanita dua puluh delapan tahun itu menguap sebentar sebelum menyahut panggilan suaminya.
"Masuk aja, Yah nggak di kunci," sahut Shireen dengan suara tersebut berat, khas orang bangun tidur.
Ceklek
Pintu kamar terbuka, Hamdan melangkah masuk dan langsung mendekati Shireen yang masih betah berbaring karna merasa sangat lelah. Ternyata lama tidak bertarung kali ini membuat tenaga dalamnya sebagai pemegang sabuk hitam pencak silat terkuras hanya karna mengeluarkan satu tamparan tadi.
"Ngantuk ya?" Hamdan mengelus pipi Shireen lembut, namun Shireen langsung mengernyit kala merasakan perih di pipinya.
"Auh," erangnya pelan.
"Kenapa, Bun?" tanya Hamdan cemas, di tiliknya wajah Shireen yang sebagian masih tertutup jilbab instan warna tosca yang di kenakannya.
"Astaghfirullah, Bun ini kenapa?" seru Hamdan kaget.
Bagaimana tidak, wajah Shireen kini tampak memerah karna bekas tamparan wanita tak di kenal di kafe tadi. Awalnya tak begitu di rasa, namun rupanya sakit juga setelah beberapa lama.
Shireen mengaduh ,bangkit dari posisi berbaringnya dan duduk di hadapan suaminya.
"Itu pipi bunda kenapa? Berantem lagi? Kan ayah sudah bilang jangan pernah berantem lagi kalau nggak bahaya, Bun." Hamdan mengomel sembari mengambil kotak p3k yang di letakkan di nakas samping tempat tidur mereka.
Shireen hanya diam, membuka jilbab instan yang di pakainya dan mengambil cermin kecil dari dalam tasnya.
"Coba cerita sama ayah, gimana bisa pipi bunda memar seperti ini?" tanya Hamdan setelah selesai mengompres pipi Shireen yang memar.
Shireen menarik nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan suaminya.
"Ada wanita yang menampar bunda waktu di kafe, dia bilang kalau bunda kalau sudah merebut suaminya. Dia bilang, bunda pelakor."
Shireen memindai wajah Hamdan saat mengatakan itu, dan di dapatinya sekilas jika Hamdan tampak terkejut.
"Ap- apa? Wanita ... bilang bunda pelakor?" tanyanya gugup.
Shireen tersenyum miring. "Iya, yah. Apa wanita itu benar?" tanya Shireen lagi, membuat Hamdan semakin tampak salah tingkah.
"Ah, emmm ... itu ..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Mamah Kekey
pemula
2023-10-23
0
Hanipah Fitri
hadir thor
2023-10-23
0
Hasrie Bakrie
Assalamualaikum aq hadir ya ☝️🌹
2023-10-21
0