CHAPTER 5.

Dan singkatnya, Hamdan pun melamar Shireen dengan berani ke rumah orang tuanya. Yang alamatnya dia dapatkan dari Shireen langsung.

Dan benar, walau awalnya tak menyangka rupanya Shireen benar-benar anak orang kaya. Terlihat dari rumah megah yang berdiri kokoh di hadapan Hamdan saat itu.

Dan tanpa basa basi Hamdan dengan ditemani ibunya pun langsung mengutarakan niat baik mereka untuk melamar Shireen. Tanpa kebohongan, semua yang mereka ceritakan tentang kehidupan keluarga mereka adalah apa adanya, hingga membuat Tuan Robertson, ayah kandung dari Shireen bersimpati dan menerima lamarannya. Terlebih, rupanya Shireen pun mengaku telah jatuh hati pada Hamdan.

Dan terjadilah pernikahan itu, pernikahan yang megah dan mewah yang kesemuanya di tanggung oleh Tuan Robertson. Beliau tidak malu mengakui Hamdan sebagai menantunya, seorang pria sederhana namun dengan hati tulus yang sangat mencintai putrinya walau sebelumnya tidak tahu menahu mengenai asal usul Shireen yang ternyata anak orang kaya.

"Benar kan apa kata ibu? Syukurlah sekarang dia sudah jaud istri kamu. Perlakuan dia dengan baik, Ndan jangan sampai dia di ambil orang, walau sudah sah jadi istrimu jaman sekarang banyak pebinor," bisik Bu Surti di tengah meriahnya pesta pernikahan sang anak.

Hamdan mengernyitkan keningnya. "Pebinor? Apa itu, Bu? Obat?"

Plak

Bu Surti mengeplak kepala Hamdan pelan, namun cukup sakit juga sebenarnya.

"Perebut bini orang, bo doh. ingat kata kata ibu ya, pokoknya perlakukan istrimu seperti ratu jangan sampai dia kekurangan apapun sebab ibu yakin setelah ini dia bakalan ngangkat derajat kamu."

Hamdan mengangguk paham, dan setelah beberapa bulan apa yang di katakan ibunya ternyata jadi kenyataan.

"Mas, aku mau ngomong sesuatu." Shireen yang waktu itu telah resmi menjadi istri Hamdan duduk di dekatnya yang tengah menonton tv.

Hamdan merangkul pundaknya dengan lembut, seperti pesan ibunya Hamdan selalu memperlakukan Shireen layaknya ratu, membuat Shireen semakin jatuh cinta padanya.

"Mas mau nggak ngelola salah satu cabang perusahaannya Papa?" Shireen bertanya sembari menyadarkan kepalanya ke dada Hamdan.

Nyutt

Seperti ada yang tercubit di dalam dada Hamdan mendengar permintaan istrinya, mengelola perusahaan tentu saja dia mau siapa yang bisa menolak coba.

"Tapi, sayang ... mengelola perusahaan bukan hal mudah loh, nggak bisa di buat main main juga. Mas takut nanti malah ngecewain kamu dan papa," tukas Hamdan tak ingin gegabah.

Memang semenjak menjadi menantu dari Tuan Robertson semua kebutuhan mereka masih di tanggung oleh sang papa. Mulai dari rumah yang mereka tinggali sampai kebutuhan sehari hari semua masih menjadi tanggungan Tuan Robertson, maka dari itu Shireen memutuskan untuk membujuk sang ayah agar mengizinkan suaminya ikut andil membesarkan perusahaan keluarga mereka.

"Nggak papa, Mas aku yakin kamu pasti bisa kok. Aku tahu kamu itu pekerja keras, jadi ... aku yakin kamu pasti bisa ,nanti di sana juga akan ada orang yang membantu kamu mengurus perusahaan itu, jadi kamu nggak perlu khawatir, Mas.". Shireen berkata lembut sembari mengelus elus dada suaminya.

Hamdan bungkam, bukan tidak ingin tapi lebih ke rasa minder karna setelah menikah bukannya mandiri memenuhi semua kebutuhan sang istri kini malah dirinya yang di penuhi semua kebutuhannya oleh sang istri dan keluarganya.

"Mas? Kok diem?" Shireen mengangkat kepalany dari dada hamdan dan menelisik wajah suaminya itu.

Sontak Hamdan pun gelagapan dan langsung menutupi ekspresi wajahnya dengan seulas senyum kecil.

"Eh ,nggak papa kok sayang. Mas cuma ... merasa kamu itu sudhs terlalu baik sama Mas."

Shireen tertawa kecil, tawa yang seolah menjadi candu bagi Hamdan. Dengan melihatnya saja bisa membuat dunia Hamdan terasa berwarna, ah inikah indahnya jatuh cinta?

"Kamu ini ada ada aja sih, mas. Toh nanti kalau kamu sukses juga semua yang kamu punya bakalan kamu pakai buat membahagiakan aku dan anak anak kita nantinya kan?" kekeh Shireen.

Mendengar kata anak, sontak wajah Hamdan terasa menghangat.

Shireen tersipu malu, dan untuk yang ke sekian kalinya mereka pun kembali menyatu dan menjadi sebab lahirnya seorang malaikat mungil, putra pertama mereka.

****

Dua tahun berlalu dalam damai, kini Hamdan telah resmi memegang kuasa atas cabang perusahaan sang mertua yang sepenuhnya kini di percayakan padanya.

Hamdan serasa di awang-awang, mempunyai pekerjaan yang mapan, harta yang berlimpah serta keluarga yang selalu ada untuknya. Hubungannya dengan Shireen pun mejadi semakin dekat dan intens, wanita itu selalu berhasil menyenangkan dirinya dalam hal apapun.

Namun sayang, rupanya kekuasaan dan harta yang di milikinya tak cukup membuat ibu dan adiknya turut merasa cukup dengan segala yang ada.

"Kak Shireen sekarang pelit banget sih, Mas." Rena, sang adik mengeluh dengan bibir mengerucut pada Hamdan.

Hamdan yang kala itu tengah bertandang untuk makan siang di rumah sang ibu mengernyitkan heran mendengar ucapannya.

"Pelit gimana maksudnya, dek?" tanyanya dengan mulut penuh makanan.

"Itu, kemarin Rena minta sama Shireen beliin iPhone baru, soalnya temen temennya Rena semua pake itu. Tapi malah sama Shireen nggak di kasih, katanya karna Rena baru aja ganti hape tiga bulan lalu, ya makanya deh itu ... ngambek anaknya," sahut Bu Surti yang juga tengah makan bersama mereka.

Hamdan menelan suapan terakhir di piringnya, lalu meminum segelas air putih hingga tandas.

"Memangnya buat apa kamu ganti hape lagi, Ren. Kan kakakmu benar, kamu baru ganti hape tiga bulan lalu pasti masih bagus lah hapenya yang itu. Ngapain beli beli lagi? Sayang uangnya, apalagi sebentar lagi kan kamu mau masuk kuliah, butuh biaya besar juga."

Brakkkk!

Hamdan terjengit, Rena menggebrak meja dengan kuatnya sampai makanan di piringnya berhamburan ke lantai. Wajahnya memerah, marah.

Bahkan ponsel yang baru di belikan oleh Hamdan dan Shireen tepat tiga bulan lalu saat ulang tahun Rena yang ke delapan belas, ikut terjatuh dan terbanting ke lantai.

"Ya apa salahnya sih di beliin aja Mas? Toh nanti kalau kuliah juga bakalan lebih banyak temen temen aku, malu lah aku kalau hape ku masih tipe lama, aku maunya hape itu yang terbaru dan terpopuler sekarang biar semua orang mau temenan sama aku. Mas nggak peka banget sih sama aja kaya kak Shireen, baiknya di awal doang nyesel aku dukung Mas nikah sama dia."

Setelah menumpahkan kekesalannya Rena pun berlalu masuk ke dalam kamarnya, tak di pedulikannya wajah kesal sang kakak yang kini hanya bisa terpaku menatap hape yang baru dia belikan tiga bulan lalu itu telah retak di lantai.

"Beliin aja kenapa sih, Ndan? Toh sekarang kamu sudah jadi direktur, pasti uang segitu kecil lah buat kamu. Kasihan tahu adik kamu, baru aja dia seneng karna mulai di terima temen temennya karna bisa punya barang barang bagus kayak mereka. Toh nggak akan buat kamu miskin juga kan?" bujuk Bu Surti pula, seolah membenarkan sikap Rena.

Hamdan menarik nafas dalam, menetralkan emosi yang sempat membubung di dalam sana..

"Tapi, Bu ...."

"Haish, sudahlah Hamdan. Kalau kamu masih juga perhitungan sama ibu dan Rena begini lebih baik kamu ceraikan saja si Shireen itu dan menikah lagi dengan anak teman sosialita Ibu, ibu yakin dengan perempuan itu nanti kamu akan jadi lebih kaya dan terhormat."

"Ap- apa?" cicit Hamdan dengan Nafas tercekat.

Terpopuler

Comments

Mimik Pribadi

Mimik Pribadi

Ibu dan Rena menjijikan,udh blangsak tidak tau diuntung udh mending bs mkn enak gak mikir utang beras diwarung mlh blagu,ingin ngikuti gaya hidup pdhl hidup numpang sm Hamdan dan Shireen,,,,,bikin dongkol nich orng dua.

2023-10-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!