*Masih flashback sebelum Hamdan menikah sama Shireen.
POV author.
Siang itu.
"Hai."
"Oh, hai ke sini lagi?" sahut Hamdan ramah, kala melihat seseorang yang selama ini mengisi relung hatinya itu telah hadir di depan wajahnya.
Wajah ayu Shireen tampak tersipu, dan tanpa malu malu dia pun duduk bersisian dengan Hamdan.
"Eh, ngapain kamu duduk di sini juga? Di sini kan kotor, di atas aja di kursi itu tuh." Hamdan menahan pergerakan Shireen yang hendak duduk di sisinya, di lantai yang tak jauh dari food court, tempat biasa Hamdan menikmati makan siang alakadarnya.
"Nggak papa, di sini aja lebih adem. Kamu lagi makan siang?" tanya Shireen ramah, seperti biasa tutur bahasanya yang lembut selalu membuat Hamdan senang bicara berlama lama dengannya.
"Iya, kamu udah makan? Apa mau makan mie juga?" tawar Hamdan menunjuk stand food court tempat biasa dia meminta air panas untuk menyeduh mienya. Sebab sejauh ini Hamdan belum tahu jika wanita yang tengah di taksirnya tersebut adalah anak orang paling kaya dan berpengaruh di kota tersebut.
Rasa trauma Shireen serta sakit hatinya pada sang mantan membuatnya lebih hati hati dalam menunjukkan jati dirinya, dia tak mau lagi terjebak dari hubungan yang hanya memandangnya karna harta orang tuanya semata.
Maka jadilah sejak berkenalan dan dekat dengan Hamdan, Shireen mengaku sebagai anak rumahan biasa yang baru lulus kuliah dan sedang mencari pekerjaan.
"Kamu ... tiap hari makan mie instan?" tanya Shireen tak menjawab tawaran Hamdan sebelumya.
Hamdan yang tengah menyuapkan satu sendok mie ke mulutnya sontak tersedak mendengar ucapan Shireen.
"Uhuk! Uhuk!"
Dengan sigap Shireen langsung mengeluarkan Tumbler minuman miliknya dan memberikannya pada Hamdan.
Melihat itu awalnya Hamdan ragu menerimanya, terlebih Tumbler itu tampak sangat bersih dan bagus, Hamdan takut mengotorinya.
"Nggak papa, minum aja sih." Shireen mengulas senyum sembari memaksa Hamdan menerima pemberiannya yang hanya sekedar air minum saja itu.
Merasakan tenggorakannya semakin sakit dan panas, tanpa pikir panjang lagi hamdan pun meraih Tumbler itu dengan hati hati, lalu meminumnya sampai isinya tandas separuh.
"Terima kasih." Hamdan menyerahkan kembali Tumbler tersebut pada Shireen.
"Sama-sama, makan aja dulu kalau gitu. Takutnya nanti aku ajakin ngobrol malah keselek lagi," kekeh Shireen mencairkan suasana yang sempat canggung beberapa saat.
Hamdan meringis, lalu meneruskan makannya seperti yang di minta oleh Shireen.
"Sudah, kita pindah ke sana yuk. Nggak enak di sini di lihatin orang lewat," ujar Hamdan sembari bangkit berdiri dan membuang sampah cup mie instannya ke tong sampah, lalu kembali untuk menjemput Shireen.
Mereka pun melangkah beriringan menuju ke kursi panjang yang biasa di gunakan pengunjung untuk duduk menunggu anak anak bermain di zona bermain atau sekedar beristirahat setelah lelah memutari mall.
Saat baru saja menghenyakkan tubuh di atas kursi stainless tersebut, seseorang memanggil Hamdan dengan lantang dari arah kamar mandi mall.
"Woy, Ndan!" serunya dengan tampang tak bersahabat.
Hamdan lekas berbalik, dan mendapati wajah seniornya di sana.
"Sebentar ya, Ren."
Hamdan melangkah menuju sang senior yang berdiri berkacak pinggang di depan sana, sedang Shireen menunggu dengan cemas di kursinya.
"Kenapa ya, Bang?" tanya Hamdan dengan kepala tertunduk.
"Udah makannya?" sergah sang senior lagi, nada bicaranya masih sama tak bersahabat.
Hamdan mengangguk pelan. "U- udah, Bang."
"Terus ngapain mau duduk duduk di sana? Makan gaji buta? Hei, hamdan ini masih jam kerja lu, bukannya kerja malah enak enakan lagi lu mau dua duaan sama cewek lu. Gua aduin bos Lu di pecat mau lu?" hardiknya lagi, kali ini di sertai ancaman yang kontan saja membuat Hamdan mati kutu.
"Maaf, bang tapi ... kan jam istirahat masih ada lima be ...."
"Apa? Mau protes lu? Bener bener lu ye, minta di aduin bos nih anak nih." Senior itu menggulung lengan bajunya ke atas dan memelototi Hamdan.
"Eh, bang jangan bang. Maksud saya bukan begitu," sela Hamdan mencoba membela diri.
"Nah takut kan Lo, udah sekarang Lo bersihin tuh toilet, inget kudu bersih kinclong wangi, kalau nggak siap siap lu gue bilangin bos lu males malesan pas jam kerja," tuding sang senior lagi sambil berlalu dari hadapan Hamdan.
Hamdan menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Di putarnya tubuh ke belakang, dan betapa kagetnya dia kala mendapati wajah cantik Shireen sudah ada di depan matanya.
"Eh, Ren? Sejak kapan kamu di situ?" tanya Hamdan cemas, takut jika Shireen mendengar ucapan seniornya tadi yang tengah memaki dan mengancam dirinya. Sungguh Hamdan malu jika sampai itu terjadi , dirinya seperti tak punya harga diri di hadapan seniornya di mall tersebut memang.
"Barusan kok, shift kamu belum selesai?" pungkas Shireen membuat Hamdan setidaknya bisa bernafas lega.
"Ah, eh iya ... maaf ya belum bisa nemenin kamu, jam kerjaku masih sampe jam empat sore nanti soalnya." Hamdan menjawab apa adanya.
Terdengar ******* pelan dari Shireen, matanya tampak memancarkan kekecewaan.
"Yah, mau gimana lagi? Nggak papa deh, nanti sore aja aku ke sini lagi, aku pergi dulu ya mau cari kerjaan lagi kalau gitu. "
Hamdan tersenyum canggung, tak enak hati pada Shireen yang sudah begitu baik padanya.
"Maaf ya, Ren."
"Nggak papa, santai aja lagi. Ya sudah aku pulang ya."
Hamdan mengangguk, lalu melepas kepergian Shireen dengan tatapan nanar. Sebelum akhirnya masuk ke dalam toilet dan memulai kembali tugasnya sebagai tukang bersih bersih.
****
Sore harinya, Hamdan pulang dengan wajah kusut. Bagaimana tidak, Shireen yang katanya akan kembali saat sore rupanya tak kunjung datang walau Hamdan telah menunggunya di lobi depan mall.
Di tambah lagi, dia baru saja mendapat peringatan dari sang bos karna rupanya seniornya itu tak bisa di percaya, walau Hamdan telah melakukan tugas dengan baik dan benar dia tetap saja mengadukannya pada sang bos. Sampai Hamdan harus di damprat habis habisan karna di kira makan gaji buta.
"Assalamualaikum," ucap Hamdan di depan pintu kontrakannya, membuka sepatu dan melemparnya asal asalan sebelum melangkah masuk dengan hati hampa.
"Waalaikumsalam, eh udah pulang kamu, Ndan? Coba lihat dulu ini," sapa Bu Surti membuat Hamdan yang sejak tadi menunduk, mendongakkan kepalanya.
"Astaga, apa ini semua, Bu? Dapat uang dari mana beli semua ini?" cecar Hamdan terjengit, dia kaget bukan main kala melihat di depan ibu dan adiknya saat ini terdapat banyak sekali makanan enak dan juga beberapa buah baju baru yang masih berada di dalam plastik.
Padahal baru saja tadi pagi, Bu Surti mengeluh padanya tidak punya uang sebab uang yang ada sudah di gunakan untuk membeli beras untuk makan mereka.
"Pasti kamu kaget kan? Ini semua di kasih, sama neng Shireen temen kamu itu. Ih, ibu jadi makin seneng kamu dekat sama dia. Kenapa nggak sekalian aja kamu lamar terus menikah gitu, Ndan? Kayaknya dia anak orang kaya deh," jelas Bu Surti membuat Hamdan seketika melongo.
"Apa? Anak orang kaya?" gumamnya lirih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments