Second Change

Second Change

BAB 1

Ting

Suara lonceng di depan pintu masuk menandakan pelanggan baru datang berkunjung. Cafe Sumat artinya sejuta umat, entah apa yang ada dalam otak pemilik Cafe hingga menggunakan nama sejuta umat. Setiap hari selalu rame dipenuhi oleh mahasiswa dan kalangan karyawan, persis namanya sejuta umat menu yang disediakan pun sejuta umat. Ubi goreng, nasi goreng, mie kuah dan makanan pada umumnya, tentu dengan pengolahan modern, harganya pun ramah dikantong.

“Salova, bantu di sebalah kanan!” Suara seorang crew membawa minuman berteriak pada salah satu kawannya saat melihat di sayap kanan ada pelanggan melambaikan tangan.

“Kanan mana?” tanya gadis itu bergegas melangkah.

“Sayap kanan.” Sekali lagi crew tadi berteriak, dia bernama Raden senior Salova di tempat kerja.

Salova, mahasiwa tingkat akhir jurusan manajeman pemasaran, gadis yang berusia kurang lebih dua puluh tahun itu sebentar lagi magang di salah satu perusahaan ternama dan ini adalah bulan terakhir dirinya berkerja di Café Sejuta Umat.

Brak

Seluruh atensi teralihkan pada salah satu pengunjung Cafe yang tengah terduduk di bawah dengan baju yang sudah bahas terkena tumpahan jus.

“Rasakan! Itu akibatnya kau menentangku.” Seorang wanita dengan baju terkena saus dan jus tengah berdiri di hadapan wanita yang tengah terjatuh.

“Aku tidak sengaja ....”

“Kau sengaja melakukannya, agar semua orang bersimpati padamu.” Wanita yang berdiri tadi berambut merah namanya Barbara, tubuhnya tinggi dengan kulit putih mulus dia adalah artis kampus.

Sementara yang terjatuh tadi adalah Julie si antagonis yang suka playing victim untuk mencari simpati para lelaki. Saat ini Salova tidak memperhatikan keduanya sehingga dirinya tak sadar jika sudah bertemu Julie sebelumnya, hanya saja di Cafe ini akting Julie tidak berlaku.

“Kalian berdua keluarlah, selesaikan masalah kalian di luar.” Raden mengintrupsi kedua wanita tadi. Raden sendiri memiliki jabatan chief of store, dia menghendle segala kegiatan karyawan dan bertanggung jawab penuh atas masalah yang terjadi di Cafe.

Kedua wanita tadi masih dengan menahan kesal dan amarah terpaksa keluar padahal Barbara baru saja tiba belum memilih tempat duduk, tetapi acara makan siangnya terganggu oleh Julie si rubah.

Selalu ada saja drama di dalam Cafe Sejuta Umat, salah satunya yang seperti tadi kerap sekali terjadi. Terkadang karyawan akan kualahan menangani pelanggan yang ribut, hingga mengganggu ketenangan pelanggan lain, meski demikian Cafe ini tetap rame pengunjung.

“Lelah?” tanya Rande sambil menyodorkan sebotol air dingin pada Salova.

“Menurutmu?”

Raden tak menjawab lelaki itu hanya tersenyum, sudah pasti jawabannya sangat melelahkan dan Raden masih bertanya apa itu melelahkan jika bisa Salova ingin mementung kepala lelaki di sampingnya ini.

“Lova, phonselmu sejak tadi berdering mungkin kau belum mengeceknya,” ujar salah satu rekan Salova bernama Tiwi.

“Owh ya? Aku belum melihat loker, terimakasih.” Salova beranjak menuju loker penyimpanan dan mengecek phonselnya, terlihat beberapa panggilan tak terjawab dari ibu dan satu pesan.

Ibu : Jangan pulang larut malam, nanti ada pengacara Endro ke Rumah ada wasiat dari kakek.

Anda : Baik.

Terlihat begitu cuek dan dingin dengan keluarganya tetap Salova sangat menyang kedua orang tuanya terutama sang ayah. Dalam hidupnya Salova tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang hanya saja keadaan ekonomi yang membuat dia serta keluarga harus hidup pas-pasan, tidak sebelum ayah Salova dipensunkan.

“Hey, Tiwi resep nasi goreng barumu sangat laris.” Salova membuka suara setelah menyimpan kembali phonselnya.

“Iya, aku pun tak menyangkan jika itu sangat laris,” celetuk Tiwi sambil mengunyah sandwichnya.

“Kau mau jadi istriku, aku akan sangat bahagia memakan masakan enak setiap hari,” ucap Raden yang dihadiahi lenparan apron dari tiwi.

“Aku akan menjadi saksi pernikahan kalian,” sambung Salova. Ketiganya tengah mendapatkan giliran istirahat, bergantian dengan crew yang lain.

Jam menunjukan pukul lima sore, Salova tidak memiliki jadwal kuliah sehingga dirinya bisa langsung pulang. Juga pergantian shif telah usai, sayang Salova pekerja paruh waktu sehingga jadwal kerja dirinya lebih banyak dari karyawan tetap, tetapi Salova bersyukur setidaknya berkerja di Cafe ini bisa menyesuikan dengan jadwal kuliah Salova.

“Assalamualaikum.” Salova memberi salam dan disambut hangat oleh kedua orang tuanya yang tengah menikmati senja meski yang terlihat hanya guratan warna jingga dilangit.

“Pak Endro itu siapa Bu?” tanya Salova, gadis itu telah menanggalkan sapatunya lalu ikut bergabung bersama kedua orang tuanya.

“Pengacara keluarga Ranajaya,” ucap ayah Salova.

Otak Salova menerawang jauh, memikirkan nama ‘‘Ranajaya’’ seperti tidak asing bagi Salova, pernah mendengarnya tetapi di mana. Belum usai mereka berbicara suara deretan gerbang rumah milik Salova terdengar berderit menandakan ada tamu berkunjung. Gadis yang tinggi semampai memiliki rambut bergelombang seketika berdiri kala melihat sebuah mobil memasuki halaman rumahnya.

“Selamat sore Pak Maheswara,” sapa lelaki yang bernama Endro ternyata lelaki itu datang lebih awal dari perjanjiannya. Endro memandang ke arah Salova yang masih terdiam berdiri menatap ke arahnya.

“Tidak buruk,” pikir Endro dalam benak.

Kedatangan Andro membawa kabar terkait wasiat mediang kakek Saliva dan Jeandro untuk menjodohkan keduanya. Salova yang mendengar nama Jeandro Ranaja sontak tersenyum lebar dirinya tak salah dengar bahwa itu JeandroRanajaya cinta pertama saat SMA.

“Jadi Salova apa kau setuju untuk di jodohkan dengan tuan Jeandro?” tanya Endro memandang Salova setelah memperlihatkan foto Jeandro.

“Iya, saya setuju.” Dengan mantap Salova menjawab, gadis itu tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk hidup mengarungi bahtera rumah tangga dengan lelaki pujaannya.

Miris yang Salova tidak ketahui bahwa Jeandro menerima perjodohan ini sebagai syarat jatuhnya warisan mutlak pada dirinya hanya itu, bahkan Jeandro tidak tertarik saat melihat foto Salova. Gadis itu sungguh bersemangat tidak tahu dia akan menghadapi rumah yang begitu dingin dan menyiksa mentalnya.

Salova mencoba yang terbaik untuk pernikahannya, mempertahankaan miliknya. Menurut Salova apa yang telah menjadi miliknya, terlebih itu adalah sesuatu yang berharga dan cinta dalam hidupnya tidak bisa diusik dan diambil oleh siapapun. Meski Salova harus menjadi antagonis dalam pandangan orang lain.

“Baiklah! besok jam Sembilan pagi, Nona Salova bertemu dengan tuan Jeandro di Ravana Resto.”

Pagi harinya Salova telah bersiap dengan stelan casualnya, gadis itu tampak menawan dan anggun. Salova telah meminta izin untuk masuk kerja sedikit lebih siang. Di sana Jeandro telah menunggu bersama pengacaranya yang kemarin.

“Maaf saya terlambat,” ucap Salova tak enak hati, gadis itu begitu terpesona dengan paras Jeandro yang menatapnya dengan tatapan bosan.

“Tidak masalah Nona Salova, kami juga baru tiba.” Ketiganya terlibat obrolan ringan sampai pada di mana Endro permisi ke kamar kecil.

“Apa tujuanmu menerima perjodohan ini?” tanya Jean pada poinnya.

“A-aku hanya menjalankan wasiat kakek,” ucap Salova berbohong padahal gadis itu mencintai Jeandro.

“Kau berbohong.” Salova menatap tepat pada netra kebiruan milik Jeandro.

“Bagaimana jika aku mengatakan, aku mencintaimu, apa ….”

“Dengar jangan pernah bermimpi mendapatkan perhatian dariku, lupakan … itu sangat sia-sia.” Jean memotong perkataan Salova dan memberika kalimat sarkas agar gadis itu menyerah.

“Apa yang kalian bicarakan?’’

TBC

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!