NovelToon NovelToon

Second Change

BAB 1

Ting

Suara lonceng di depan pintu masuk menandakan pelanggan baru datang berkunjung. Cafe Sumat artinya sejuta umat, entah apa yang ada dalam otak pemilik Cafe hingga menggunakan nama sejuta umat. Setiap hari selalu rame dipenuhi oleh mahasiswa dan kalangan karyawan, persis namanya sejuta umat menu yang disediakan pun sejuta umat. Ubi goreng, nasi goreng, mie kuah dan makanan pada umumnya, tentu dengan pengolahan modern, harganya pun ramah dikantong.

“Salova, bantu di sebalah kanan!” Suara seorang crew membawa minuman berteriak pada salah satu kawannya saat melihat di sayap kanan ada pelanggan melambaikan tangan.

“Kanan mana?” tanya gadis itu bergegas melangkah.

“Sayap kanan.” Sekali lagi crew tadi berteriak, dia bernama Raden senior Salova di tempat kerja.

Salova, mahasiwa tingkat akhir jurusan manajeman pemasaran, gadis yang berusia kurang lebih dua puluh tahun itu sebentar lagi magang di salah satu perusahaan ternama dan ini adalah bulan terakhir dirinya berkerja di Café Sejuta Umat.

Brak

Seluruh atensi teralihkan pada salah satu pengunjung Cafe yang tengah terduduk di bawah dengan baju yang sudah bahas terkena tumpahan jus.

“Rasakan! Itu akibatnya kau menentangku.” Seorang wanita dengan baju terkena saus dan jus tengah berdiri di hadapan wanita yang tengah terjatuh.

“Aku tidak sengaja ....”

“Kau sengaja melakukannya, agar semua orang bersimpati padamu.” Wanita yang berdiri tadi berambut merah namanya Barbara, tubuhnya tinggi dengan kulit putih mulus dia adalah artis kampus.

Sementara yang terjatuh tadi adalah Julie si antagonis yang suka playing victim untuk mencari simpati para lelaki. Saat ini Salova tidak memperhatikan keduanya sehingga dirinya tak sadar jika sudah bertemu Julie sebelumnya, hanya saja di Cafe ini akting Julie tidak berlaku.

“Kalian berdua keluarlah, selesaikan masalah kalian di luar.” Raden mengintrupsi kedua wanita tadi. Raden sendiri memiliki jabatan chief of store, dia menghendle segala kegiatan karyawan dan bertanggung jawab penuh atas masalah yang terjadi di Cafe.

Kedua wanita tadi masih dengan menahan kesal dan amarah terpaksa keluar padahal Barbara baru saja tiba belum memilih tempat duduk, tetapi acara makan siangnya terganggu oleh Julie si rubah.

Selalu ada saja drama di dalam Cafe Sejuta Umat, salah satunya yang seperti tadi kerap sekali terjadi. Terkadang karyawan akan kualahan menangani pelanggan yang ribut, hingga mengganggu ketenangan pelanggan lain, meski demikian Cafe ini tetap rame pengunjung.

“Lelah?” tanya Rande sambil menyodorkan sebotol air dingin pada Salova.

“Menurutmu?”

Raden tak menjawab lelaki itu hanya tersenyum, sudah pasti jawabannya sangat melelahkan dan Raden masih bertanya apa itu melelahkan jika bisa Salova ingin mementung kepala lelaki di sampingnya ini.

“Lova, phonselmu sejak tadi berdering mungkin kau belum mengeceknya,” ujar salah satu rekan Salova bernama Tiwi.

“Owh ya? Aku belum melihat loker, terimakasih.” Salova beranjak menuju loker penyimpanan dan mengecek phonselnya, terlihat beberapa panggilan tak terjawab dari ibu dan satu pesan.

Ibu : Jangan pulang larut malam, nanti ada pengacara Endro ke Rumah ada wasiat dari kakek.

Anda : Baik.

Terlihat begitu cuek dan dingin dengan keluarganya tetap Salova sangat menyang kedua orang tuanya terutama sang ayah. Dalam hidupnya Salova tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang hanya saja keadaan ekonomi yang membuat dia serta keluarga harus hidup pas-pasan, tidak sebelum ayah Salova dipensunkan.

“Hey, Tiwi resep nasi goreng barumu sangat laris.” Salova membuka suara setelah menyimpan kembali phonselnya.

“Iya, aku pun tak menyangkan jika itu sangat laris,” celetuk Tiwi sambil mengunyah sandwichnya.

“Kau mau jadi istriku, aku akan sangat bahagia memakan masakan enak setiap hari,” ucap Raden yang dihadiahi lenparan apron dari tiwi.

“Aku akan menjadi saksi pernikahan kalian,” sambung Salova. Ketiganya tengah mendapatkan giliran istirahat, bergantian dengan crew yang lain.

Jam menunjukan pukul lima sore, Salova tidak memiliki jadwal kuliah sehingga dirinya bisa langsung pulang. Juga pergantian shif telah usai, sayang Salova pekerja paruh waktu sehingga jadwal kerja dirinya lebih banyak dari karyawan tetap, tetapi Salova bersyukur setidaknya berkerja di Cafe ini bisa menyesuikan dengan jadwal kuliah Salova.

“Assalamualaikum.” Salova memberi salam dan disambut hangat oleh kedua orang tuanya yang tengah menikmati senja meski yang terlihat hanya guratan warna jingga dilangit.

“Pak Endro itu siapa Bu?” tanya Salova, gadis itu telah menanggalkan sapatunya lalu ikut bergabung bersama kedua orang tuanya.

“Pengacara keluarga Ranajaya,” ucap ayah Salova.

Otak Salova menerawang jauh, memikirkan nama ‘‘Ranajaya’’ seperti tidak asing bagi Salova, pernah mendengarnya tetapi di mana. Belum usai mereka berbicara suara deretan gerbang rumah milik Salova terdengar berderit menandakan ada tamu berkunjung. Gadis yang tinggi semampai memiliki rambut bergelombang seketika berdiri kala melihat sebuah mobil memasuki halaman rumahnya.

“Selamat sore Pak Maheswara,” sapa lelaki yang bernama Endro ternyata lelaki itu datang lebih awal dari perjanjiannya. Endro memandang ke arah Salova yang masih terdiam berdiri menatap ke arahnya.

“Tidak buruk,” pikir Endro dalam benak.

Kedatangan Andro membawa kabar terkait wasiat mediang kakek Saliva dan Jeandro untuk menjodohkan keduanya. Salova yang mendengar nama Jeandro Ranaja sontak tersenyum lebar dirinya tak salah dengar bahwa itu JeandroRanajaya cinta pertama saat SMA.

“Jadi Salova apa kau setuju untuk di jodohkan dengan tuan Jeandro?” tanya Endro memandang Salova setelah memperlihatkan foto Jeandro.

“Iya, saya setuju.” Dengan mantap Salova menjawab, gadis itu tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk hidup mengarungi bahtera rumah tangga dengan lelaki pujaannya.

Miris yang Salova tidak ketahui bahwa Jeandro menerima perjodohan ini sebagai syarat jatuhnya warisan mutlak pada dirinya hanya itu, bahkan Jeandro tidak tertarik saat melihat foto Salova. Gadis itu sungguh bersemangat tidak tahu dia akan menghadapi rumah yang begitu dingin dan menyiksa mentalnya.

Salova mencoba yang terbaik untuk pernikahannya, mempertahankaan miliknya. Menurut Salova apa yang telah menjadi miliknya, terlebih itu adalah sesuatu yang berharga dan cinta dalam hidupnya tidak bisa diusik dan diambil oleh siapapun. Meski Salova harus menjadi antagonis dalam pandangan orang lain.

“Baiklah! besok jam Sembilan pagi, Nona Salova bertemu dengan tuan Jeandro di Ravana Resto.”

Pagi harinya Salova telah bersiap dengan stelan casualnya, gadis itu tampak menawan dan anggun. Salova telah meminta izin untuk masuk kerja sedikit lebih siang. Di sana Jeandro telah menunggu bersama pengacaranya yang kemarin.

“Maaf saya terlambat,” ucap Salova tak enak hati, gadis itu begitu terpesona dengan paras Jeandro yang menatapnya dengan tatapan bosan.

“Tidak masalah Nona Salova, kami juga baru tiba.” Ketiganya terlibat obrolan ringan sampai pada di mana Endro permisi ke kamar kecil.

“Apa tujuanmu menerima perjodohan ini?” tanya Jean pada poinnya.

“A-aku hanya menjalankan wasiat kakek,” ucap Salova berbohong padahal gadis itu mencintai Jeandro.

“Kau berbohong.” Salova menatap tepat pada netra kebiruan milik Jeandro.

“Bagaimana jika aku mengatakan, aku mencintaimu, apa ….”

“Dengar jangan pernah bermimpi mendapatkan perhatian dariku, lupakan … itu sangat sia-sia.” Jean memotong perkataan Salova dan memberika kalimat sarkas agar gadis itu menyerah.

“Apa yang kalian bicarakan?’’

TBC

BAB 2

Endro memandang penuh selidik pada Salova dan Jean. Khusunya pada lelak itu, Endro akan memastikan jika perjodohan ini tidak gagal. Jean lelaki itu selalu saja menggunakan kekuasaannya untuk mengintimidasi lawan biacara agar keinginannya terpenuhi. Dahulu Endro hanya diam saja tetapi untuk masalah perjodohan ini, Endro akan memastikannya sendiri, dia tidak ingin menjalani hidup dengan rasa bersalah pada mediang kakek Jean karena wasiat ini tidak berjalan.

Pernikahan Salova dan Jeandro berlangsung secara tertutup kerena permintaan Jeandro. Lelaki itu tidak mau jika publik mengetahui jika dirinya telah menikah, maka Jean memberi alasan pada kedua orang tua Salova jika dirinya tak ingin Salova menjadi incaran para musuh, ketika mengetahui pernikahannya atau dengan kata lain demi keselamatan Salova.

“Apa yang kau lihat?” Jean memberikan tatapan menusuk pada Salova ketika gadis itu hanya memandangnya dengan tatapan bertanya.

“Kau, tidur disalah satu kamar yang berada di lantai bawah.”

“Kita suami-istri Jean,” ucap Salova.

“Kau bukan istriku. Aku tidak sudi menganggapmu sebagai istriku.” Jean melangkah, tetapi langkahnya terhenti ketika mendengar perkataan Salova.

“Mungkin saat ini belum, tapi aku akan berusaha membuatmu mencintaiku.”

“Berusahalah sekuatmu, Karena itu akan sia-sia.” Jean berkata dengan dingin dan pergi menuju lantai dua meninggalkan Salova yang membisu.

Pagi menyingsing, matahari telah menampakan wujudnya dari peraduan. Seorang gadis masih begelung dalam selimut, perlahan mata hazelnya terbuka pelan hal utama yang terlihat adalah pemandangan di luar jendela. Salova lupa menutup tirai jendela Karena kelelah, perjalan dari rumahnya menuju rumah Jean memakan waktu kurang lebih tiga jam dan itu artinya dia harus berangkat ke kampus dan tempat kerja satu jam lebih awal.

Salova melangkahkan kakinya pelan menuju wastafel mencuci wajah serta menyikat gigi, gadis itu sudah siap dengan pakaian olahraganya. Begitu sampai di depan pintu kamar Salova memandang sekitar gerakan dari Jean tak terlihat hanya para pelayan yang berlalu lalang.

“Suasana rumahnya begitu mencekam dan monoton, aku harus sedikit merubahnya agar terlihat segar dan berwarna.” Salova bermonolog sambil berlari mengitari mension.

”Selamat pagi Nona Salova,” sapa salah satu pelayan yang berada di pantry.

“Selamat pagi, siapa namamu?” tanya Salova.

“Mery,” jawabnya sopan. “ apa anda membutuhkan sesuatu Nona?”

“Iya aku ingin sarapan dengan roti bakar.” Pelayan tadi mengangguk singkat dan kembali pada perkerjaanya. Salova melangkah menuju lantai dua melihat sedang apa gerangan Jean hingga lelaki itu belum terbangun.

Dalam perjalanan Salova memperhatikan sekeliling dan ada beberapa foto kedua orang tua Jean serta foto kakek dan neneknya. Tetapi yang menjadi pertanyaan Salova mengapa wanita yang berada di sisi ayah Jean berbeda dengan wanita yang datang ke acara pernikahannya.

“Maaf Nona, sedang apa Anda di sini?”

“Astaga! Kau mengagetkan ku.” Salova memejamkan matanya sejenak dan mengatur napas. “Aku tadi berniat membangunkan Jean.”

“Maaf Nona, tuan Jeandro telah berangkat ke kantor pagi tadi pukul enam.” Salova hanya mengangguk dan melanjutkan langkahnya ke lantai dua, gadis itu ingin berkeliling sebelum turun untuk mengisi perut.

Setelah sampai di lantai paling atas, Salova memandang takjub pemandanga dari rooftop. Gadis itu kembali murung kendati di atas sini begitu gersang dan kosong. Utuh lapangan kosong dengan lantai semennya, terintas dalam otak kecilnya untuk menanam sesuatu atau membuat taman mini di atas sini. Salova bergegas turun mempersiapkan kegiatannya hari ini.

“Taruh itu di sana … benar letakan di situ.”

Salova benar-benar merealisasikan keinginanya mengubah sedikit interor mesion milik Jeandro. Terlihat tubuh gadis itu terdapat banyak bercak cat yang menciprati bajunya, beberapa jam sebelum kegiatan Salova, gadis itu segera turun untuk sarapan lalu ke luar untuk membeli beberapa kaleng cat digunakan untuk melukis di beberapa area yang menurutnya perlu di berikan warna. Salova juga membeli beberap pot untuk memindahkan beberapa tanaman untuk di taruh dalam ruangan seperti lidah mertua. Sumber dari internet mengatakan jika tumbuhan itu bagus untuk sirkulasi udara dalam ruangan.

“Nona ini sangat indah, dan lebih berwarna,” ucap salah satu pelayan yang memuji karya yang dibuat Salova. Terdapat lukisan bungan matahari di sisi tembok yang mengarah langsung dengan pintu utama, sementara satu sisi yang mengdapa ke arah tangga terdapat lukisan anak kucing.

Hari sudah menjelang sore, Salova begitu lelah dirinya baru saja meminta beberapa pelayan lelaki membantunya untuk mengangkut tanah dan menanam rumput hias dan beberapa batu hiasan untuk membuat taman mini impiannya di rooftop.

“Ugh, nyamannya.” Gadis itu baru saja selsai membersihkan diri dan mengistirahatkan tubuhnya.

Jeandro baru saja turun dari mobilnya mengernyit ketika melihat halamannya mensionya terdapat sedikit perubahan karena Salova menanam bungan lily putih dan beberapa jenis dahlia, harusnya Salova menambahkan laverder tetapi karena iklim yang tak mendukung di Indonesia membuat lavender tak begitu indah jika tumbuh.

Jeandro berjalan dengan cepat, dengan mata tajamnya Jean menyorot ke arah pintu. Dia tau siapa pelaku yang dengan lancang mengubah tatanan taman milik mendiang ibunya. Pintu utama terbuka dengan satu kali hentakan membuat bunyi yang sangat keras, para pelayan berjengit kaget karena suara pintu.

Tatapan Jean semakin tajam kala melihat tatanan dalam rumah telah berubah dan terdapat beberapa tanaman serta lukisan membuat susasan begitu menenangan serta memanjakan mata. Untuk first impres Jean sempat terpasona, tetapi beberapa saat dirinya mengubah expresinya menjadi dingin.

“Bawa Salova kemari!” teriaknya murka.

Sementara Salova tengah asik menyelami alam mimpi karena kelelahan. Gadis itu tak sadar jika dirinya menjadi bahan amukan oleh Jeandro. Pelayan yang memanggil Salova sedikit gemetar ketakutan saat melihat tatapan tajam tuannya. Beruntung Salova tidak mengunci kamarnya sehingga memudahkan pelayan masuk tanpa menunggu pintu terbuka.

“No-nona.” Pelayan tadi berusha membangunkan Salova, merasa terusik gadis itu membuka matanya dan melihat seorang pelayan mebangunkannya.

“Kenapa kau tidak mengetuk pintu?” tanya Salova keheranan.

“Pintunya tidak terkunci Nona, karena urgen saya langsung masuk saja,” ucapnya

“Ada apa?”

“Tuan Jean memanggil Nona.” Alis Salova terangkat sebelah lalu bangkit menemui Jean. Pikiran Salova terlalu positif mengenai Jean yang berharap memuji karyanya.

Namun, langkah salova terhenti katika melihat beberapa pot tanaman pecah dan sebagian di angkut keluar, beberapa foto yang terpajang kembali ke tempat semula. Salova menatap Jeandro dengan sebuah tongkat baseboll menghancurkan segala sesuatu yang telah Salova sentuh dan rubah.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Salova panik, lelaki ini jika tidak suka tinggal berbicara dengan baik. Tetapi Salova lupa jika Jean tidak menyukai Salova jangankan untuk berbicara melihat Salovapun tidak ingin. Jeandro berbalik begitu mendengar suara Salova dengan tongkat berada di tangannya Jean menghampiri Salova dan menyeret gadis itu menuju lantai dua.

“Kau sudah lancang! Maka kau harus menerima hukumanmu!”

TBC

BAB 3

Ranayaja. Keluarga nomer satu di Indonesia, memiliki bisnis property dan retail membuat nama Ranayaja terkenal di seluruh tanah air dan baru-baru ini perusahan dengan nama The R Coperation memasuki jajaran top ke-10 terbaik dunia.

R Coperation banyak membuat inovasi bagi masyarakat kecil, contohnya mereka yang memiliki UMKM berkesempatan memasarkan produknya di market yang disediakan R retail, tentu saja gagasan ini dikembangkan oleh kakek Jean. Pada masa kejayaan R Coperation saat itu masih dipimpin oleh kakek Jean yang bernama Ranayaja, hal ini tentu saja tak luput dari pada rival dan pada saat ini perang dunia masih berlangsung.

Suatu hari Ranaya pulang dari perjalanan bisnis, akan tetapi saat diperjalanan Ranajaya dihadang oleh beberapa komplotan perampok tentu saja itu dari para musuh saingannya yang ingin melihat kehancuran Ranajaya. Beruntung saat kejadian Kakek Salova yang bernama Fredi lewat dan menolong Ranajaya dari sinilah kisah persahabatan mereka terjalin hingga membuat wasiat menjodohkan cucu mereka, karena para anak mereka telah berumah tangga. Fredi sendiri adalah seorang kolenel yang akan pensiun dalam dua tahun lagi.

“Pastikan perjodohan cucu kita berlangsung.”

Pesan Fredi sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Perjodohan itu harus berlangsung terlebih saat Fredi dengan suka rela menaruhkan nyawanya demi Ranajaya. Hingga Ranajaya segera membuat wasian untuk cucu tertuanya yaitu Jeandro Ranayaja.

Dan kini perjodohan itu terjadi antara Salova dan Jeandro. Sayang, pernikahan itu hanya diingakan oleh Salova seorang tidak dengan Jeandro. Pernikahan yang begitu menekah metal Salova tiada hari tampa teriakan dan tamparan dari Jeandro pada dirinya, bebal karena terlalu mencintai Salova seolah kebal dengan perluakan kasar Jeandro.

Sama halnya ketika di awal pernikahan Salova mencoba mengubah sedikit tatan interior serta memberi sentuhan warna pada rumah mediang ibu Jeandro. Namun, usahanya hanya kesia-siaan semata, pada hari itu Jeandro pulang dan melihat semuanya berubah seketika lelaki itu menyeret Salova ke lantai atas dan mencambuk tangan Salova yang lancang.

Ctas

“Bukankah sudah ku peringati? Apa kau tidak mendengar? Apa perlu telingamu ku potong agar ku menjadi tungan rungu?”

Salova memandang pilu pada kedua pegelangan tangannya yang sudah memerah akibat dari cambukan Jeandro, perih dan sakit hanya bisa ditahan Salova. Namun, airmatanya tak bisa berhenti mengalir menandakan betapa itu sangat menyakitkan.

“Jangan merubah apapun, urusi saja dirimu … jika kau tidak mendengerkanku … maka kau harus menerima kehilangan tanganmu.”

Semenjak saat itu Salova tidak pernah berani melakukan apapun, bahkan tembok yang terakhir dirinya rubah masih sama bedanya foto serta lukisan mediang ibu Jean kembali pada posisi semula. Luka demi luka diterima Salova, sekuat apapun gadis itu berusaha akan tetap mendapatkan penolakan sama halnya hari ini luka kecil kembali diterimanya.

Plak

“Apa yang kau lakukan!”

Jeandro menatap penuh benci terhadap gadis yang telah berstatus istrinya, muak dan jijik. Entah apa yang membuat Jeandro tak menyukai Salova, padahal gadis itu begitu baik dalam memperlakukan Jeandro. Apakah mungkin kebebasan Jeandro terganggu karena perjodohan, atau kesal karena telah berusaha keras untuk perusahaan tetapi untuk mendapatkan hak milik seutuhnya harus melalui Salova, hanya Jeandro yang tahu alasnya.

“Jean?” Salova bergumam penuh tanya, perih dipipinya tak dihiraukannya karena Salova sendiri tak tahu mengapa Jeandro tiba-tiba menamparnya usai pulang dari kantor.

“Jangan pura-pura bodoh Salova, Aku sudah meperingatkanmu untuk tidak menggangguku atau mengirimiku makanan!”

Salova tertegun sejenak, hanya karena dirinya mengirimi bekal makan siang Jeandro semarah ini padanya. Dahulu hal ini pernah terjadi tetapi tidak sampai menamparnya hanya peringatan kecil. Namun, makanan yang diberi Salova tetap dimakan Jean, dan sekarang apa ini? Mengapa lelaki ini menamparnya dan makanan tadi tak tersentuh sama sekali.

“Gara-gara kau, wanita yang ku dektika tak mau berbicara denganku dan kau tahu alasanya tak mau menjadi orang ketiga!” Jeandro menatap kearah Salova. “Kaulah orang ketiganya Salova, bukan dia.”

Kurang lebih sudah satu bulan Salova mulai magang di peruhaaan Jeandro, meski satu kantor dengan Jeandro gadis itu tidak mengetahui jika suaminya pemilik peruhaan. Salova hanya tahu jika Jean berkerja di sana, gadis itu tidak mengetahui jika suaminya dari keluarga Ranajaya yang berpengaruh yang terkenal, dia berpikir Ranajaya dari keluarga kaya biasa.

***

Brukk

“Aku minta maaf, kau tak apa?”

Suara lembut menyapu indra pendengaran Salova, gadis itu tengah magang usai mengambil cuti dua hari karena pipinya yang membekak akibat ulah Jeandro. Gadis itu berdiri usai merapikan berkas yang akan difotocopynya dan menatap kearah seorang gadis yang berpenampilan sedikit terbuka dan berambut pirang bak boneka Barbie.

“Maaf bajumu basah,” ucap Salova.

“Ah, tidak masalah ini kesalahanku yang tak melihat jalan.” Gadis itu mentapa ke arah Salova “Kau tidak apa-apa? Apa ada berkasmu yang basah atau kau terluka?”

“Ah, tidak aku baik-baik saja_”

“Julie, pak Jean memanggilmu.” Salah seorang pegawai memanggil gadis yang menabrak Salova yang membuat perkataan Salova terpotong.

“Salova, sedang apa kau di sini? Sana kerjakan tugasmu,” usir karyawan tadi yang menyapa Julie, Salovapun berlalu meninggalkan kedua gadis atau wanita yang lebih dewasa dari Salova mungkin.

“Siapa gadis tadi, aku baru melihatnya,” ucap Julie.

“Dia, si bodoh Salova anak magang,” jawab karyawan tadi yang bernama Alice.

“Tadi kau bilang Endro memanggilku?” tanya Julie.

“Iya, dia ingin menjelaskan prihal kejadian beberapa hari lalu.” Julie mengingat-ingat hal apa yang terjadi beberapa hari lalu.

“Owh, soal kotak bekal … ha ha ha, itu semua hanya trikku saja, agar aku tampak seperti wanita polos dan baik … lagi pula jika dia sudah beristri tak jadi masalah … yang peting rekeningnya bisa aku keruk,” ucap Julie dengan suara sedikit pelan.

Tampa mereka tahu Salova mendengar semuanya, gadis itu kembali karena file aslinya tertinggal di mesin fotocopy, kantor tempat Salova mengang memeiliki ruang fotocopy yang terpisah dari ruang kerja agar suara mesin fotocopy tidak menganggu konsentrasi karyawan hingga ruangan itu terletak jauh disudut dekat tangga darurat.

“Apa wanita ini yang dimaksud oleh Jean? Endro, sebutan yang sangat bagus.” Salova lalu pergi dari ruangan itu tampa mengambil file tadi, gadis itu segera kembali keruangan dan melanjutkan perkerjaanya, biarlah file itu nanti saja dirinya ambil.

Salova selalu berkerja keras, tetapi hasilnya selalu dinikmati oleh orang lain hingga dirinya kerap sekali mendapatkan julukan Si Bodoh. Semua itu tak masalah bagi Salova yang terpenting nilai magangnya aman serta tak satupun yang mengganggu miliknya yaitu Jeandro. Tetapi, apa ini seseorang telah mengusik Salova dan berusaha merebut Jean dari sisinya.

“Salova!”

TBC

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!