Apakah Aku Tidak Layak Untuk Di Cintai

Apakah Aku Tidak Layak Untuk Di Cintai

Bab 1

Vivian Lim seorang wanita keturunan cina namun saat ini sudah menjadi mualaf. Sudah hampir dua tahun ia tinggal bersama Wandi seorang temannya.

Vivian tampak cantik dengan stelan yang ia gunakan. Kulitnya yang putih serta tubuhnya yang proposional membuat lelaki manapun akan takjub melihatnya.

Vivian nampak sudah duduk di meja makan menunggu Wandi. Yah Wandi memang selalu lebih lambat turun dari dirinya. Selalu seperti itu hampir dua tahun belakangan ini.

Wandi memang tidak membolehkan Vivian untuk keluar dari rumahnya. Karena dia begitu kuatir akan keselamatan wanita itu.

Apalagi saat ini kabarnya orang tua Vivian juga tidak ada di kampungnya karena bersembunyi dari kejaran Beni. Beni adalah lelaki masa lalu Vivian yang kelam.

Saat tinggal di rumah Wandi, di sanalah tumbuh beni cinta Vivian untuk Wandi. Bahkan cintanya kepada lelaki itu semakin lama semakin besar. Namun dia selalu sadar diri siapa akan dirinya sehingga mencoba menahan diri agar tidak mencintai lelaki itu.Dia cukup tau diri untuk tidak mencintai lelaki itu karena masa lalunya yang kelam.

Vivian tersenyum saat melihat Wandi turun menggunakan kemeja abu dengan gagahnya. Vivian hanya menatap lelaki itu sekilas karena takut lelaki itu akan menyadarinya.

"Udah lama nunggu ya?" tanya Wandi kepada Vivian sambil tersenyum.

Yah selama tinggal bersama, lelaki itu selalu memperlakukan dia dengan sangat baik.

"Nggak juga kok." jawab Vivian tersenyum.

Wandi mengambil roti dan selai kacang. Pagi ini ia hanya ingin sarapan roti dan susu.

"Lain kali kalau mau duluan sarapan silahkan aja, nggak usah nungguin segala." ucap Wandi sambil memotong rotinya.

"Nggak apa-apa, lagian kamu tuan rumahnya." ucap Vivian juga mengambil roti.

Vivian memang tidak terbiasa sarapan berat sejak dulu. Sedangkan di meja sudah tersedia nasi goreng dan roti tawar di sertai beberapa selai yang berjejer di meja makan.

"Ndi aku mau kerja." ucap Vivian membuat lelaki itu berhenti mengunyah.

" Buat apa kamu kerja? Kamu belum aman karena Beni pasti masih ingin melakukan hal yang tidak baik sama kamu." jawab Wandi mengingatkan Beni yang begitu dendam dengan Vivian.

"Aku bisa jaga diri aku karena aku tau saat ini Beni tidak memiliki kuasa lagi, dia hanya lelaki kere." jawab Vivian tau informasi bahwa Beni tidak lagi kaya seperti dulu lagi.

"Kata siapa, Alby memberikannya salah satu kantor cabang untuk dia olah, dia masih punya uang untuk mencelakakan kamu." jawab Wandi yang memang tau tentang Beni dari anak buahnya.

Vivian yakin dengan pendiriannya saat ini. Dia juga merasa saat ini Beni sudah tidak terobsesi lagi dengan dirinya setelah kejadian itu.

"Aku bosan di sini ndi, aku tidak ingin selamanya bergantung kepadamu, jadi keputusan aku sudah bulat untuk mencari kerja, bahkan aku juga ingin mencari tempat tinggal juga." ucap Vivian sambil menundukkan kepalanya.

"Kamu tidak nyaman tinggal di rumah ini?" tanya Wandi tidak mengerti apa yang di cari Vivian untuk bekerja di luar sana. Padahal dirinya masih bisa membiayai kehidupannya.

"Aku nyaman, namun nggak enak aja karena kita juga tidak ada ikatan apa - apa, nanti pacarmu malah salah sangka sama aku."

Wandi tertawa mendengar perkataan Vivian. Vivian kesal karena saat ini dia sedang tidak melucu.

"Aku tidak melucu ndi, aku serius."

"Habis kamu lucu, lalu gimana dengan pelayan yang tinggal di sini? apakah mereka punya ikatan dengan aku?" tanya Wandi memandang Vivian sambil tersenyum.

Vivian hanya diam, entah kenapa dia merasa ada sesuatu yang sakit di dadanya.

"Jadi status aku sama seperti mereka?" tanya Vivian dalam hatinya.

Wandi melihat wanita itu menundukkan kepalanya sambil mengunyah rotinya. Wanita itu hanya diam saja tanpa menjawab lagi.

Dia menyadari bahwa dia tidak punya wewenang untuk melarangnya seperti itu. Dan dia juga tidak bisa melarang wanita itu untuk mencari pekerjaan.

"Ya sudah kamu boleh mencari pekerjaan, tapi dengan syarat kamu tetap tinggal di sini." ucap Wandi akhirnya mengalah.

"Terima kasih ndi." ucap Vivian memaksakan untuk tersenyum.

Vivian sebenarnya bisa saja memaksa untuk keluar dari rumah itu. Dia tidak harus meminta izin kepada lelaki itu. Namun dia masih tau untuk balas budi kepada lelaki itu.

"Aku berangkat, kamu hati - hati, malam ini sepertinya aku terlambat pulang karena mau singgah ke rumah papa."

Vivian hanya menganggukkan kepalanya. Dia hanya menatap kepergian sang pemilik rumah dari tempat duduknya.

Vivianpun berdiri dari duduknya. Dia membereskan meja setelah selesai sarapan. Seperti biasanya para pelayan selalu datang dan melarangnya untuk melakukan hal tersebut.

"Biar saya aja bi, nggak apa-apa."

"Jangan jona, nanti tuan marah sama kami, kami di sini di gaji." jawab kepala pelayan.

Vivian akhirnya hanya diam dan meninggalkan meja makan. Dia berjalan menuju kamarnya yang berada di sebelah kamar Wandi.

"Semoga bisa dapat kerja, lama - lama jenuh juga di sini, nggak ada yang bisa di kerjakan." ucapnya sambil mengambil baju dari lemari yang ada di kamar itu.

Setelah selesai mengganti bajunya, dia segera untuk berangkat membawa berkas - berkas lamaran pekerjaannya.

Dia berjalan dengan anggun melewati tangga rumah besar tersebut. Vivian pergi menggunakan salah satu mobil Wandi yang di pinjamkan kepadanya.

Vivian sebenarnya juga sudah pernah memasukkan lamaran pekerjaan sebelumnya. Namun sampai saat ini tidak ada satupun perusahaan yang memanggilnya.

"Aduh aku mau kemana ya cari kerja, perasaan udah keliling tapi nggak ada perusahaan yang buka lowongan." keluhnya.

Sidah hampir setengah hari ia berkeliling Jakarta, namun tidak ada lowongan pekerjaan yang cocok dengannya. Bahkan beberapa security juga mengusirnya sebelum memasukkan lamaran pekerjaan.

Saat dia berhenti di lampu merah, dia tersenyum saat melihat mobil Wandi di sebelahnya. Dia tau bahwa saat ini pasti lelaki itu sedang keluar untuk makan siang. Namun senyumnya menghilang saat melihat seorang wanita yang duduk di sebelah lelaki itu.

Wandi nampak tersenyum lepas saat bersama wanita itu. Wanita itu tidak lain adalah Geby.

"Ternyata dia sedang di Jakarta." gumam Vivian.

Vivian melajukan mobilnya menuju sebuah restoran karena lapar. Namun tidak di sangka ia di sana bertemu dengan Alby. Alby adalah lelaki yang selalu mengejar-ngejarnya selama ini.

"Vivian." panggilnya.

"Panggil aku kakak, umurku jauh di atas kamu." jawab wanita itu.

Alby hanya tersenyum saat mendengar ucapan yang keluar dari mulut wanita itu. Akhir - akhir ini wanita itu selalu sewot kepadanya.

"Kamu kenapa sih? Kok akhir - akhir ini sewot sekali sama aku?" tanya Alby mengikuti langkah kaki Vivian.

Alby juga tidak tau apa permasalahan wanita itu sewot kepadanya. Karena menurutnya,dia tidak ada salah apapun kepada wanita itu.

"Nggak apa-apa." jawab Vivian yang tidak memungkinkan untuk jujur kepada lelaki yang masih muda darinya itu.

Vivian duduk di salah satu kursi dan di ikuti oleh Alby. Vivian memang menjaga jarak saat ini dengan lelaki itu.

Jika dulunya ia selalu mendekatkan diri, namun saat ini dia berusaha agar menjauhkan dirinya karena tidak ingin menyakiti lelaki itu terlalu dalam nantinya.

Mereka memakan makanan yang telah mereka pesan. Vivian sesekali sambil menatap ponselnya karena sibuk mencari lowongan kerja.

"Kamu cari pekerjaan?" tanya Alby yang memperhatikan wanita itu nampak sibuk membaca info lowongan pekerjaan.

Vivian hanya menganggukkan kepalanya sebagai sebuah jawaban tanpa memandang Alby.

"Kenapa kamu tidak bekerja di kantor aku aja? Aku bisa aja mempekerjakan kamu sebagai sekretaris." ucap lelaki itu dengan senang hati. Dia tidak bisa membayangkan jika Vivian bersedia bekerja sebagai sekretarisnya.

Mendengar ucapan Alby bukan membuat Vivian senang. Hal itu malah mengingatkan dia kepada masa lalunya yang buruk.

"Aku tidak bisa bekerja di kantor kamu." jawab Wanita itu tegas.

"Lalu kamu mau di bagian apa? Sebutkan saja." ucap lelaki itu.

Vivian memang sangat ingin bekerja. Namun dia tidak akan pernah kembali kepada perusahaan itu lagi.

"Aku tidak mau bergantung kepada kamu jadi aku akan mencari pekerjaan sendiri" ucap Vivian membuat Alby tertawa.

"Hahaha aku malah senang jika kamu bergantung kepadaku, itu yang aku harapkan."

"Mimpimu." ucap wanita itu dengan datar. Sementara Alby hanya tertawa mendengar ucapan wanita itu. Alby juga tidak tau kenapa wanita itu menjaga jarak dengannya. Dia semakin tertantang untuk mendekati Vivian. Karena biasanya wanita lain akan senang di dekati olehnya, namun berbeda dengan Vivian.

Terpopuler

Comments

Anonymous

Anonymous

Vivian udah taubat tapi sepertinya untuk masalah cintanya sulit

2023-09-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!